Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Novel | Koloni (11-12)

Diperbarui: 1 Mei 2017   10:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Koloni by Irvan Sjafari

SEBELAS

Suatu tempat tak diketahui.Waktu tak diketahui.

Alif terjaga dari tidurnya. Dia bermimpi ada di Bandung, di rumah orangtuanya. Namun kini dia terjaga pada waktu subuh dengan badan yang cukup lelah.  Zahra membangunkannya dengan ciuman di keningnya.

Dia segera melupakan mimpinya. Yang diingat justru dia baru tidur pukul tiga pagi. Berarti Berarti hanya dua jam tidur.  Yang diingatnya Zahra menjadi bidadari yang tak pernah dilupakannya dan dia menikmati madu yang lebih manis dari minuman yang kemarin seperti dijanjikan Zahra.

“Selamat pagi Kakanda, suamiku. Belahan jiwaku,” katanya sambil cekikan. “Bukankah kita harus Salat Subuh? Mandi sana, nanti salatnya nggak sah,”

Alif terperanjat. Apa yang dialaminya bukan mimpi. Dia segera ke kamar mandi. Rupanya istrinya baru selesai mandi.

“Ditunggu ya, Imamku.” Terdengar gelak tawa renyahnya.

Alif merasa menjadi lelaki sempurna pagi itu. Setelah salat, Zahra menyediakan sarapan semacam roti yang dirasakannya seperti dibuat dari campuran beras dan gandum.  Zahra mengolesnya dengan semacam selai terbuat dari campuran madu dan buah.

Alif mengunyah rotinya sambil menatap mata yang bening itu. Zahra balas melihat dengan sorotan yang lebih tajam. Iseng Alif menggesek kakinya Zahra dengan kakinya. Perempuan itu membalas menggesek, dengan pandangan mata yang tak lepas.

Rambutnya lurus, ada sedikit ikal tampak indah di matanya. Sorotan matanya paling menggelisahkan karena terekam di memorinya sejak pertemuan di gedung misterius itu.

“Zahra. Kamu kah perempuan yang memakai topeng cahaya itu? “

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline