Kalau bukan karena Ada Apa dengan Cinta 2, mungkin tidak banyak orang Jakarta seperti saya mengenal Sellie Coffee. Bahkan orang asli Yogyakarta seperti Thowaf Zuharon pun mengaku mengenal tempat minum kopi ini setelah menonton film ini. Penulis beberapa buku ini mengajak saya dan Bijo Dirajo sesama jurnalis untuk singgah Kamis malam 2 Maret yang lalu sewaktu kami berada di Kota Gudeg itu untuk keperluan pekerjaan.
Seingat saya sekitar pukul delapan malam, ketika live music menyambut para tamu di kafe yang terletak di Jalan Prawirotaman II itu. Mulanya mereka memainkan lagu instrumentalia jazz, blues, mulai dari "Jali-jali", beberapa lagu dari Chrisye, hingga "Hotel California" dengan piawai mengundang tepuk tangan pengunjung. “Live Music ini setiap Malam, harusnya ada vokalis cewek namanya Rosi,” ujar Thowaf.
Keberadaan "live music” biasanya menu sebuah kafe modern. Namun ada pada kafe kecil yang paling-paling banyak 50 orang bersesakan. Kafe ini di mata saya adalah hibrida antara modern (Barat dan tradisional Jawa). Syarat kafe “modern” lainnya yang terpenuhi adalah wifi. Sehingga Bijo dengan mudah ber-WA-an dengan rekan-rekan yang lain. Sementara seorang cewek bule asyik dengan laptop berselancar di dunia maya.
Tradisionalnya ialah interior bangunan kafe mungil ini berdinding gedeg serta unsur bambu dan meja kayu. Di dinding terpampang aneka rupanya menurut Thowaf juga berfungsi sebagai pameran (galeri). Lukisan itu bisa dibeli pengunjung. Hibrida lainnya adalah menu minuman mulai dari Kopi Gayo, Wedang Uwuh cokelat, hingga milik shake.Makanannya mulai dari pisang goreng hingga pizza. Tetapi saya dan thowaf memesan wedang uwuh.
Wedang Uwuh, minuman tradisional Jawa yang rasanya hangat di tenggorokan. Cukup menghentikan batuk saya untuk sementara. Saya memilih tidak memakai gula hingga rasa jahenya dan cengkehnya terasa menyengat. Menurut berapa referensi bahan ;aom untuk minuman berwarna merah ini kayu sedang, Gula yang digunakan ialah gula batu, bagi yang berminat. Sementara Bijo memesan minuman cokelat hangat. Tetapi secara keseluruhan tidak ada yang terlalu istimewa dengan kafe ini, kecuali mungkin koleksi minuman kopinya.
Selebihnya kafe ini sudah menjadi pop culture. Entah sudah berapa tulisan mengulas kafe ini sejak diperkenalkan oleh kisah Cinta dan Rangga. Tempat itu cozy dan cocok untuk datang sendiri melakukan kontempelasi bila Anda ke Yogyakarta. Soal harga cukup bersahabat dengan kantong. Empat gelas Wedang Wuluh, karena saya dan Thowaf memesan sampai dua gelas dan secangkir cokelat habis Rp33.000. Kafe ini buka dari sore hingga tengah malam. Saya beruntung sempat menjadi bagian dari pop culture ini. Sayang karena keterbasan waktu, satu-satunya tempat yang saya singgah di luar pekerjaan selama seminggu di Yogyakarta.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H