Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Star Wars, Wajah Pluralisme Budaya dan Politik Global

Diperbarui: 26 November 2015   22:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Adegan dalam Attcak The Clones: Penampilan dan cara memegang pedang serupa samurai Jepang."][/caption]

 

Suatu hari  kalau tidak salah sekitar 2005,  saya mengikuti  sebuah kursus Bahasa  Inggris  in house training yang diikuti para jurnalis dan marketing di   perusahaan media di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara.   Pengajar native speaker melontarkan pertanyaan kepada para peserta kira-kira film apa yang paling menjadi favorit sepanjang sejarah menonton film.  Saya menjawab Star War.  Mengapa?  Saya menjawab lagi bahwa film ini bukan hanya sekadar fiksi ilmiah, tetapi juga   menggabungkan  unsur  teknologi, petualangan, spiritual,  serta antar budaya sekaligus.

Duel pedang lightsaber  yang digunakan Ksatria Jedi jelas diadaptasi dari pedang katana para samurai Jepang.  Spiritual para ksatria jedi dengan force-nya  inspirasinya  ekletik  kemungkinan  dari Budhism, Zen, Tao, Shinto,  juga dari spirit samurai Jepang.  Penampilan (Mpu) Yoda  dengan kesahajaannya mirip pendeta-pendeta dunia oriental.   Amati  juga penampilan Han Solo (Harrison Ford) dan chewbacca –nya cerminan cowboy dan Indian  Amerika (sekali pun dengan tubuh penuh bulu)  dengan perilaku ugal-ugalan.  Begitu juga figure Janggo Fett dan Boba Fett, para pemburu bayaran yang perawakannya mirip orang Indian.   Karakter lain, yaitu  Princes Lela Organa mewakili  bangsawan Eropa.  Karakter  yang menarik adalah karakter lintah darah Jabba Hut yang mengingatkan pada sosok film God Father era 1930-an sekaligus juga mafia lokal Asia dalam film bertema sama.

Itu baru contoh orang per orang.  Kalau antar masyarakatnya lain lagi. Planet Naboo dalam Star Wars Episode I The Phantom Manace dan Episode II  Attack The Clones dengan pimpannya Ratu Padme Amidala, yang kelak menjadi pasangan Anakin Skywalker serupa dengan   masyarakat di kawasan  Mediterania.    Arena pertarungan  Anakin, Padme dan Ben Knobi melawan binatang raksasa mirip Colosseum Roma zaman Romawi Kuno.  Begitu juga balapan pesawat angkasa dalam The Phantom Manace mirip adegan balap kereta Ben Hur, era Romawi Kuno.                     

Pertempuran  di permukaan planet salju (disebut sebagai battle of hoth)  dalam adegan awal Empire Strikes Back  bukan hal yang baru bagi mereka yang menonton film Perang Dunia ke II  di Eropa.  Ganti saja tank dan Meriam dengan kendaraan mirip anjing raksasa dengan senjata laser.  Sementara  mahluk mirip beruang yang menyergap Luke dan membawanya ke gua  mengingatkan saya pada mitos Yeti di Tibet dan binatang yang jadi kendaraan Luke campuran kangguru, yak dan unta.

Bangsa antar planet  yang digambarkan dalam serial layar lebar Star Wars sebetulnya  sebangun dengan apa yang digambarkan dalam serial televise bertema fiksi ilmiah Star Trek berapa puluh tahun sebelumnya.  Bangsa (mahluk alien) yang mendiami suatu planet bisa dicari referensinya di Bumi.   Raut muka Spock  agak mirip  dengan bangsa Mongol.  Beberapa serialnya bertandang ke planet lain seperti jumpa kerabat manusia Bumi, misalnya ke planet yang penghuni mirip orang Indian, planet yang penghuninya semua perempuan seperti legenda Amazon.  Hanya saja Star Wars lebih kaya, plural dan kompleks.          

Star Wars seperti halnya  Star Trek adalah opera sabun  seperti  diungkapkan  kompasianer Septian  dalam http://www.kompasiana.com/septiandr/opera-luar-angkasa-star-wars_56554475ae9273a1068b4585.      tetapi sekaligus epik kolosal  sebangun dengan Mahabarata atau Ramayana.  Kisahnya mengandung banyak pelajaran-hanya saja intepretasinya bebas.  Misalnya apa yang diucapkan Anakin Skywalker dalam Revenge of The Sith :  “Kau berdiri di samping kami atau menjadi  musuh kami”,  ancaman yang mirip dilontarkan George W. Bush ketika melakukan invasi ke Timur Tengah.                           

Permainan dan intrik, serta ambisi  politik di antara anggota  parlemen federasi dalam  Attack The Clones dan Revenge of The Sith  mengingatkan pada situasi politik global saat ini termasuk juga di negeri ini.  Intinya kekuasaan dan keserakahan membuat manusia melakukan berbagai jalan.  Sejarah  membuktikan bahwa dalang suatu bencana pertumpahan darah  selalu terlambat disadari bahkan ada yang tidak terbuka secara terang benderang.  Star Wars  mengajarkan para pembela keadilan seperti Ksatria Jedi  pun terkecoh dan berakhir dengan bencana bagi mereka sendiri.

Sosok Darth Vader, panglima perang kegelapan untuk kekaisaran mungkin simbol fasisme, melakukan invasi tanpa belas kasihan.  Bedanya dengan Sang Kaisar,  di saat akhir masih ada nurani di dalam hatinya ketika tahu Luke Skywalker yang berada di fihak lawan kekaisaran.  Death Star dan senjata pemusnah massalnya  bisa ditafsirkan untuk mengingatkan bahwa di kehidupan nyata senjata itu ada dan sama mengerikannya.  

Catatan terakhir seperti halnya  Star Trek, Star Wars juga memberikan inspirasi bagi perkembanagn teknologi.  Bila  Star Trek memberi inspirasi keberadaan ponsel puluhan sebelum digunakan, maka Star Wars memberikan inspirasi drone (pesawat tak berawak).  Yang menarik adalah  pasukan clonning manusia (dalam film ini begitu massal seperti pabrik)  untuk dibentuk sebagai pasukan yang awalnya seperti digunakan untuk kebaikan tetapi ternyata untuk kepentingan dalang.    

 

Irvan Sjafari

Adegan dalam Attack The Clones (kredit foto  Mirror.co.uk)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline