Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Inspirasi Jawa Barat 1950-an (6) Karnah Sukarta Pelempar Lembing Ulung (Nyaris Terlupakan)

Diperbarui: 20 Oktober 2015   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Karnah dalam pemberitaan Majalah Aneka pada 1959"][/caption]

Sudah lewat pukul 12 siang,  Letnan Kolonel Rivai masih sabar menunggu di dalam Cabriolet Deluxe miliknya yang siap sedia di dekat Stasiun Kereta Api Bandung.  Hari itu 4 Juli 1958, Perwira Menengah Siliwangi itu  tidak sedang dalam tugas militer menjaga keamanan kota di masa pemberontak Darul Islam masih berkecamuk.  Dia menanti idolanya Karnah Sukarta, atlet Lempar  Lembing Putri asal Ciamis yang baru saja mendapatkan medali perunggu di Asian Games  ke  III di  Tokyo.

Misi “penculikan”-nya berhasil Karnah  berhasil dibawa dalam mobilnya ke Balaikota Bandung untuk sebuah upacara penyambutan.   Rivai  melemparkan senyum kemenangannya kepada panitya kerja, seolah-olah hendak berkata : 1-0 euy!  Tidak tanggung-tanggung Letkol Rivai bersedia menjadi supir Karnah.  Di dalam mobilnya ada perwira menengah lainnya Mayor Tatang Aruman.

Seharusnya kereta api rombongan atlet Asian Games asal Jawa Barat dari kota Jakarta  tiba jam 11.57 namun baru tiba di Stasiun  Bandung 12.35.   Rombongan lainnya terdapat nama coach Renang MF Siregar, Atlet  polo air,  Roedy Oen, Coach Atletik,  Letnan Abdul Askar Djundjunan dengan total 18 orang.   Mobil rombongan  bergerak perlahan karena jalan  yang dilalui menuju Balai Kota penuh sesak dengan warga Kota Bandung yang ingin menyaksikan kedatangan para pahlawan olahraga seperti yang terjadi pada kedatangan Tan Joe Hok  beberapa waktu sebelumnya. Penyambutan sepanjang meriah dengan adanya hujan kertas dari toko-toko dan rumah-rumah yang bertingkat sepanjang jalan, serta sorak-sorai warga kota.  Seorang pemilik toko besar di Bandung  melepas 1000 balon,  di antaranya terdapat 10 balon berisi kertas dengan tanda tangan yang bisa ditukarkan hadiah.    

 Begitu tiba di balaikota sambutan singkat disampaikan Panitya Kerja Tatang Prawira Sastra, serta lagu-lagu dari Korps musik tentara. Karnah tidak dapat menahan air matanya dan menyenderkan badannya kepada atlet tenis  Tuti Pandji yang ikut dalam rombongan.  Hadir juga dalam upacara penyambutan Raja Bulutangkis Tan Joe  Hok.

Ke Kampung Halaman  di Ciamis

 Hari itu juga Karnah mengunjungi kampung halamannya di Ciamis.  Sejak dari Tarogong, Garut sorenya rombongan Karnah dikawal sejumlah panzer wagen dari RI 10 (kesatuan militer masa itu), serta sejumlah sepeda motor dari Ikatan Motor Priangan Tasikmalaya.  Dari Singaparna rombongan ganti dikawal panzer wagen dari RI 11 hingga tiba di Pendopo Tasikmalaya pukul 16.30.   Karnah disambut ratusan pelajar, sejumlah pejabat sipil dan militer, serta mendapatkan bingkisan dan tanda mata dari masyarakat Tasikmalaya. Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan dan tiba di Ciamis pukul 19.30 di bawah hujan lebat.  Yang ikut menyambut adalah Bupati Ciamis, Kepala Pendidikan Jasmani Kabupaten Ciamis,  Kepala Pendidikan ciamis, Guru Olahraga SGB Negeri II CIamis, berapa ormas pemuda setempat (Galuh Taruna).  Warga Ciamis begitu bangga pada pahlawan olahraga Indonesia dari daerahnya. 

Dalam ajang Asian Games ke III  yang berlangsung pada 24 Mei hingga 1 Juni 1958 di Tokyo,  Karnah mendapatkan medali perunggu nomor lempar lembing di bawah peraih emas Yoriko Shida (Jepang) dan perak oleh atlet India Elizabeth  Davenport.  Indonesia meraih lima medali perunggu, selain Karnah peraih perunggu lainnya, dua di nomor renang Habib Nasution dan Ria Tobing, satu polo air dan sepakbola. Sebagai catatan prestasi sepakbola Indonesia di Tokyo tertinggi sepanjang keikutsertaan di Asian Games.Karnah lahir pada 1 Februari 1940 di Rancah, Ciamis mendapatkan pendidikan formalnya pada usia 9 tahun di Sekolah Rakyat Pangambiran, Cisaga.  Dia kemungkin melanjutkan sekolahnya di sekolah guru SGB.   Sejak kecil  Karnah  menunjukkan bakat olahraganya  mulai dari bola keranjang, kasti hingga panca lomba (Atletik).   Karnah mendapatkan prestasi pada 1956 dalam kejuaraan di Garut, Jawa Barat   dan Pon ke iV di Makassar memperkuat tim Jawa Barat. memborong gelar di nomor panca lomba yang mencakup,  lari 100 meter,   lompat jauh,  lompat tinggi,  lempar lembing,  dan lempar cakram di PON IV.  Dia pun kemudian mendapatkan kesempatan untuk  ikut seleksi Asian Games.               

Berubah Drastis

Prestasinya menarik perhatian seorang pengusaha batik asal Bandung bernama Sukarna Saputra mengangkatnya sebagai anak asuh. Karnah kemudian diboyong ke Bandung untuk melanjutkan sekolah di SGPD (Sekolah Guru Pendidikan jasmani). Nama Karnah pun diganti   mirip dengan bapak asuhnya menjadi Sukarnah.   Sebetulnya biaya pendidikannnya di SGPD ditanggung oleh PPK Jawa Barat,  namun ketika Karnah sudah terlanjur kuliah janji itu tidak terlaksana,hingga akhirnya Sukarna yang membiayai pendidikannya.  Uang pertama diterima dari  Sukarna sebesar Rp1.650 yang digunakannya untukbiaya kuliah dan pemondokan. Karnah  juga pernah dibantu  Ibu Djuanda sebesar Rp1000 untuk  membeli bajunya  yang sudah banyak yang using dan tak layak dipakai pelajar.  Pihak lain yang membantunya Nangkah Hadinoto, seorang pegawai Kedutaan Jerman sebesar Rp500.   Semua bantuan itu diterima pada 1959.  Namun  bantuan keuangan ini menimbulkan permasalahan, Karnah mendapatkan hukuman skorsing dari perkumpulan atletiknya GABA Bandung,  karena statusnya  sebagai atlet amatir.

Asian Games ke 3 1958 memang prestasi puncak Karnah.  Selanjutnya dia melanjutkan kuliah di  Fakultas Sosial  IKIP Bandung pada 1962.  Di IKIP, dia terpilih sebagai ketua bidang Hubungan Masyarakat (Humas) Dewan Mahasiswa (Dema). Sikapnya yang mengidolakan Soekarno mendorongnya menjadi orator yang cukup ulung. Karena itu, dia diposisikan sebagai Humas. Sayang ketika Bung Karno   jatuh, maka ia terkena getah dituduh antek PKI.  Rumahnya di Bandung dibakar massa.  Karnah pun bercerai dengan suaminya.   Dia sempat ditahan  dan  kemudian bebas pada 1966.  Karnah kemudian sempat mengajar di SMA Negeri 3 Bandung.  Peristiwa Malari 1974  membuatnya kembali meringkuk di jeruji besi.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline