[caption caption="Cerita Kriminal Jakarta dengan Komikal"][/caption]
Suatu hari di sebuah desa di Lereng Gunung Merapi, Jamroni (Hamish Daud) tertengun ketika ia digelandang dengan tuduhan maling sapi kehadapan juragan sapi (Dede Yusuf). Sang juragan memakai kacamata hitam dengan baju lurik-lurik memakai topi, mencacinya. Namun ia tidak menyerahkannya pada polisi dan ingin memberinya pelajaran. Topinya diletakan di kandang dan kemudian Jamroni jadi bulanan-bulanan sang juragan. Dede Yusuf tampil mengesankan sebagai juragan jago berkelahi di usia di atas 40 tahun mampu memperagakan tendangan belakang yang jitu: khas taekwondoin.
Adegan ini ditutup dengan komikal sekali ketika anak buah juragan melapor: maling sebenarnya ditangkap. Lalu apa kata juragan? Dengan enteng dia berkata: “Saya tidak akan minta maaf. Anggap saja apa yang kita lakukan tadi sebagai olahraga”. Saya suka melihat ekspresi wajah mantan Wakil Gubernur Jawa Barat ini tak ada rasa menyesalnya, terkesan pongah. Wajah yang mengesalkan. Tetapi karena bisa bikin kesal dan terasa komikal itu,membuat penampilan cameo Dede Yusuf mengesankan. Sementara Hamish Daud juga tk berdaya, hanya bisa pasrah sebagai orang kecil.
[caption caption="Penmapilan menarik Dede Yusuf"]
[/caption]
Salah satu adegan awal dalam Gangster merupakan satu di antara beberapa adegan favorit saya dalam film arahan Fajar Nugros ini. Ceritanya sebetulnya banyak bolongnya, tetapi kelebihan film ini terletak pada potongan-potongan adegan yang nyeleneh dan “Indonesia banget” bahkan beberapa di antaranya penuh sindiran pada realitas sosial sekarang.
Cerita bergulir Jamroni yang masa kecilnya menderita,kerap dihukum ayahnya karena mempunyai perilaku memalukan, punya simpatisan bernama Sari dan kemudian Sari pergi ke Jakarta bersama keluarganya, tiba-tiba dipanggil ayahnya yang sekarat. Sang ayah berkata: dia bukan orangtua kandungnya. Kemudian dengan entengnya Sang Ayah menyerahkan surat-surat dari Sari yang disembunyikan. Jamroni harus ke Jakarta mencari orangtua kandungnya dan Sari.
Dalam pencariannya Jamroni berurusan dengan sekelompok preman dari sebuah ormas yang namanya “nyindir banget” Front Pembela Keadilan Bersama. Jamroni yang sejak kecil belajar bela diri baku hantam dengan preman berseragam itu. Dalam kejar-menegjar ia bergelantungan di kap mobil retta (Nina Kozok). Masalahnya Retta dikejar anak buah ayahnya. Retta lari dari perjodohan ayahnya Hastomo (Agus Kuncoro), kepala mafia berdasi yang punya perjanjian bisnis dengan Amsar (Dwi Sasono) kepala ormas yang paling berpengaruh di Jakarta.
Mulailah petualangan Jamroni dan Nina menghadapi jago-jago ayahnya, jago-jago dari Amsar, bahkan pembunuh berdarah dingin Sueb (Ganindra Bimo). Semua lawan-lawannya tumbang. Nina kemudian membawa Jamroni ke keluarganya dan bertemu ibunya Astuti (Dominique Sanda) yang sakit-sakitan dan mengatakan Jamroni sebagai pacarnya. Hastomo melunak, menerima Jamroni. Masalahnya Amsar tidak menerima dan mengerahkan anak buahnya menyerbu. Kali ini ia membawa jago lain, Bang Jangkung (Yayan Ruhian). Selain harus berduel dengan Bang Jangkung, Jamroni mendapatkan kejuatan lain yang tidak disangkanya.
Memang cerita memang banyak bolongnya. Seperti baku hantam yang begitu sengit tidak mengundang satu pun polisi padahal jelas menyolok dan meresahkan masyarakat. Walau pun begitu sosok Hastomo bandit sosial yang bantu orang kecil di Jawa Timur, yang memberikannya pisang dan ayam sebagai tanda terima kasih menarik dan real Indonesia. Tentunya juga sosok ormas pimpinan Amsar. Tokoh Amsar yang takut darah juga menarik dan komikal. Ketika dia hendak menghukum anak buahnya dengan sadis akhirnya dilakukan oleh Hanna (Kelly Tandiono), tangan kanannya.
[caption caption="Adegan dalam Gangster (kredit foto bintang.com)"]
[/caption]