Lihat ke Halaman Asli

irvan sjafari

TERVERIFIKASI

penjelajah

Bandung 1957 (7) Kiprah Awal Kolonel R.A. Kosasih, Beberapa Perwira Siliwangi dan Politik Nasional dan Lokal Pasca Maret 1957

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1421234872562298783

[caption id="attachment_390775" align="aligncenter" width="300" caption="Kolonel R.A Kosasih di sebuah edisi Pikiran Rakjat, 1957 (Repro Pikiran Rakjat oleh Irvan Sjafari)"][/caption]

Di antara perjalanan sejarah Komando Daerah Militer, bagi saya Siliwangi adalah paling unik dan menarik.Secara sosiologis sejumlah sumber menyebutkan bahwa sejak awal para perwiranya mempunyai latar pendidikan yang baik, fasih berbahasa Inggris dan Belanda.Divisi ini sejak awal lebih plural, menerima segala macam suku, tetapi bisa beradaptasi dengan masyarakat Jawa Barat yang didominasi Suku Sunda.Divisi Siliwangi pernah dipimpin Nasution dan Kawilarang dan mereka diterima dengan baik. Bahkan perwira seperti Kawilarang ikut dalam kegiatan masyarakat.

Perwira Siliwangiumumnya menunjukkan sikap anti komunis,tetapi terhadap gerombolan pengacau keamanan seperti Darul Islam (juga kelompok lainnya) mereka bersikap tegas. Perwira Siliwangiberakar pada masyarakat Jawa Barat, tetapi loyal pada atasannya di pusat. Ketika ada perintah hijrah tentara Siliwangi patuh dan menerima konsekuensinya ketika berhadapan dengansebagian rakyat Jawa Barat sendiri yangmengikuti DI/TII ketika kembali. Sampai pertengahan 1950-an loyalitas ini belum mendapat ujian berat dan para perwiranya utuh.

Namun setelah muncul ketidakpuasan di berbagai daerah dalam wialyah Indonesia, termasuk di Jawa Barat barulah para perwira Siliwangimendapat ujian sesungguhnya.Terutama pasca terbentuknya Gerakan Front pemuda Sunda dan ketika Soekarno mengumumkan SOB (staatvan overleg beleg)pada Maret 1957. Ketika itu para “patron” perwira Siliwangi seperti A.H. Nasutiondi satu sisi dan AE Kawilarang (juga Zulkifli Lubis), berada dalam posisi berseberangan. Para perwira pun berada dalam posisi dilematis. Pada 27 Maret 1957 Letkol Kosasih menggantikan Letkol Dadang Suprayogi sebagai Panglima Teritorial III Siliwangi seperti yang sudah pernah saya singgung dalam tulisan saya di http://sejarah.kompasiana.com/2014/10/17/bandung-1957-1-ketegangan-politik-pusat-daerah-dan-pergantian-pimpinan-politik-dan-militer-di-jawa-barat--696220.html.

Seperti halnya Dadang Suprayogi, LetkolKosasih sebetulnya termasuk perwira yang enggan(atau menahan diri) terlibat dalam politik.Sikapnya sebagai tentara profesional ditujukannya dalam sambutannya pada perayaan Panca Warsa Eskadron B, Kaveleri TT III Siliwangi pada 6 Juli 1957. Letkol Kosasih (kemudian media massa menyebutnya menjadi Kolonel) antara lain mengatakan masa lima tahun yang lampau merupakan cerminan untuk melihat pribadi yang sekarang.Kosasih menyebarkan personel eskuadron inike seluruh wilayah Siliwangi, terutama untuk daerah yang belum aman. Perjuangan sendiri menurut Kosasih belum selesai (Pikiran Rakjat, 9 Juli 1957).

Latar belakangnya sebagai perwira lapangantulen.Ketika pada 1 September 1949 dibentuk Komando Militer Daerah IV(Kodam IV) disingkat K.M.D IV Brigade 15 Divisi Siliwangi,berkedudukan di Cigunung Sukabumi dengan R.A. Kosasih menjadi pimpinannya yang waktu itu berpangkat MayorKosasih menjabat panglima ketika situasi negeri berada dalam SOB, berbagai aksi berbau sabotase, sementara di territorial gerakan DI/TII justru sedang berada di puncaknya.

Prestasi militer Kosasih ketika menjabat Panglima TTIII yang paling pertama ialah berhasil mengamankan kunjungan Presiden Uni Soviet Worosjilov ketika singgah di Bandung dalam rangkaian kunjungannya ke Indonesia pada Mei 1957. Bukan saja kota Bandung, tetapi juga kawasan wisata Tangkubanparahu disterilkan sejauh 4 km.Panglima mengeluarkan instruksi bahwa kawasan ini pada 8 hingga 11 Mei ditutup untuk umum. Para pendudukyang berada dia real penutupan diharuskan mencapkan surat keterangan penduduk kepada Pelaksana Kekuasaan Militer dengan perentara camat(Pikiran Rakjat 7 Mei 1957).

Pada Juli 1957 situasi di kota Bandung begitu menegangkan setelah ditemukan sebutir peluru kanon berukuran 7cm, yang masih utuh. Peluru itu kemudian diledakkan di tempat.di pinggir Jalan Banda di dekat Gedung Sate.Sekali pun juru bicara militer Mayor Nawawi Alif membantah ada hubungannya, tetapi pada Sabtu Malam 20 Juli 1957 sejumlah orang militer dan sipil ditangkap. Mereka diduga melakukan tindakan kekerasan (Pikiran Rakjat, 23 Juli 1957).

Perwira-perwira yang Berseberangan dengan Pemerintah Pusat

Pada 1950-an antara perwira Siliwangi-sekalipun sama-sama dekat Nasution- terjadi fragmentasi seiring dengan gerakan kedaerahan. Dalam tulisan saya http://sejarah.kompasiana.com/2014/10/17/bandung-1957-1-ketegangan-politik-pusat-daerah-dan-pergantian-pimpinan-politik-dan-militer-di-jawa-barat--696220.htmldisinggung soal mencuatnya nama Kolonel Sukanda Bratamenggalayang punya kaitan dengan gerakan Zulkifli Lubis.

SosokSukanda Bratamenggala ini juga disebutkan dalam buku sejarawan tentang militer Indonesia dari Australia, Ulf Sundhaussen dalam bukunya Politik Militer Indonesia 1945-1967, Jakarta, LP3ES, 1986 melihat perwira ini sebetulnya republik pada awalnya. Pada awal perang kemerdekaan Sukanda Bratamenggala memimpin front bandung Utara dan termasuk beruntung bisa memperoleh eprsenjataan lengkap dari Jepang dengan menukarnya dengan bahan makanan. Sementara tetangganya Resimen dari Sumedang tidak memiliki senjata sama sekali.

Pada waktu agresi ke dua yang dilakukan oleh Belanda pada 19 Desember 1948, Sukanda termasuk perwira militer yang punya niatmenculik Soekarno dan memaksanya untuk ikut dengan tentara ke pegunungan.Tetapi perwira lain tidak setuju karena Soekarno tidak bersedia ikut perang geriliya dan menjadi beban daripada modal perjuangan. Artinya Sukanda termasuk militer garis keras.

Dalam kontelasi politik militer sebetulnya Sukanda adalah orang dekat dengan Nasution.Dia juga disebutkan sebagai keponakan Iwa Kusumasumantri. Sikapnya kerap bertentangan dengan rekan-rekannya dalam Divisi Siliwangi.Ketika Divisi Siliwangi telah memilih untuk menentang tataran federal, dia dan beberapa perwira Suku Sunda mendukung gagasan mempertahankan Negara Pasundan.Dia termasuk perwira yang menolak orientasi Jawa dalam pemerintahan.Sukanda kemudian dimutasikan ke Kalimantan dan rekannya Akil ke Sumatera.

Pada awal 1950-an Sukanda menjadi Inspektur Infantridan kemudian menjadi Inspektur Jenderal Pendidikan dan Latihan Angkatan Darat. Ketika terjadi pergolakan di beberapa daerah Nasution mencium bahwa tiga perwira yang dekat dengannya Kolonel Zulkifli Lubis, Kolonel Sukanda Bratamanggala dan Kolonel Sapari diduga terlibat upaya melawan Kabinet Ali, maka Nasution memanggil ketiganya pada 7 November 1956 untuk menghadap.

Disebutkan bahwa Zulkifli lubis dan Djuchro mencetuskan kerusuhan di Jakarta, kemudian seorang perwira bernama Suwarto menggerakan pasukan dari Cirebon dan Sukanda menggerakan RPKAD dari Bandung.Gerakan ini tercium oleh Nasution.Hanya ZulkifliLubis yang tidak datang memenuhi undangan Nasution.Sukanda tinggal beberapa lama di rumah Nasution dan Sapari di rumah Gatot Subroto. Dia kemudian dikenakan tahanan rumah olehpengusaha militer Jakarta dan kemudian tahanan kota di Bandung.

Pada pertengahan Juli 1957 KSAD Abdul Haris Nasutionmencoba membentuk Badan kerjasama Pemuda dan Pengusaha Militer (BKP-PM)dengan sebuah pertemuan antara 4 organisasi pemuda, yaitu Pemuda Demokrat, GPII, GP Ansor dan Pemuda Rakjat pada 17 Juni 1957 (Pikiran Rakjat, 17 Juli 1957). Inisitaif tampaknya merupakan terobosan yang dilakukan Angkatan Daratuntuk meredam fragmentasi politik yang terus melebar antara kelompok Islam dengan kelompok nasionalis dan kelompok komunis.

Dalam kunjungannya ke Medan AH Nasution menyebutkan bahwa ada gerakan yang mau merubah negera kesatuan menjadi federasi dari salah satu daerah di Indonesia (Pikiran Rakjat,25 Juli 1957). Tidak jelas daerah mana yang dimaksud. Tetapi pernyataan itu mungkin saja meanggapi pernyataan presidenbeberapa waktu sebelumnya.

Nama lain yang disebut ialah Kolonel Akil Prawiradiredja.Sewaktu berpangkat Mayor, Akil mengikuti Letnan Kolonel Alex Kawilarang ke Sumatera pada Mei 1948 untuk ikut memperkuat pertahanan Sumatera. Akil juga menyertai Hatta ke Bukitinggi November 1948. Hubungan antara Akil dan perwira Sumatera menjadi erat.Akiladalah perwira seangkatan dengan Kolonel Zulkifli Lubis. Track ercordnya pernah menjadi komandan militer di Jakarta dan juga perwira intel. Akil seperti halnya Sukanda juga dikenakan tahanan kota

Dalam Juli 1957 Presiden Soekarno dalam pidato dan ceramahnya selama berkunjung di Bodjonegoromeneaskan bahwa suatu hal yang penting menjalankan apa yang disebut sebagai Revolusi Mental, yaitumengikis habis jiwa sisa kolonial dan menggantinya dengan jiwa baru dan cara berpikir baru. Soekarno menyingung soal krisis meninjau persoalan yang tidak obyektif lagi seperti perbuatan yang tidak mau mengakui pemerintah pusat, sama artinya dengan tidak mau mengakui kemerdekaan tanah air (Pikiran Rakjat, 11 Juli 1957).

Kosnepsi Soekarno ditanggapi berbeda oleh kalangan militer. Kolonel Simbolan menggap apa yang disebut sebagai “new Left movement “itu sudah didahului oleh daerah. Gerakan keinsyafan ini sudah lama dilakukan, namun justru daerah-daerah yang diam mendapatkan rezeki.Padahal rezeki itu datang dari daerah-daerah yang nakal (Pikiran Rakjat, 20 Juli 1957). Sementara KSAD A.H Nasution menanggapi konsepsi Soekarno tentang gerakan hidup baru sebagai cara berpikir dan cara hidup masa perjuangan 1945-1950.Tetapi Nasution juga mengingatkan tentang bahaya kehancuran ekonomiyang bisa diatasi dengan perbaikan primer (Pikiran Rakjat, 10 Agustus 1957).

Pihak lain seperti Sarekat Pekerja Dalam Negeri jawa Barat meminta pimpinan harus memberi contoh tidak korupsi waktu dan benar-benar bekerja selama jam kerja. Buruh juga menuntut jaminan hidup.Ketua Umum Gabungan Pedagang dan Pengusaha Indonesia H. Zaenal Abidinmenyambut gerakan hidup baru sebagai suatu gerakan menghilangkan kemewahan.Tetapi yang harus melakukan lebih dahulu adalah para pemimpin (Pikiran Rakjat. 8 Agustus 1957).

Pada Juli 1957 Jakarta dikejutkan dengan pelemparan granat di sejumlah tempat, di antaranya di Jalan Lembang nomor 126 yang tampaknya ditujukan ke rumah seorang perwira menengah Letkol Ahmad Sukendro (Kepala intelejen TNI AD).Serangan granat juga terjadidi Kantor CC PKI dan SOBSI yang disebutkan dilakukan oleh orang berpakaian preman dan naik pick up. Dalam serangan itu seorang penjaga malam luka-luka (Pikiran Rakjat, 9 Juli 1957). Cukup menakjubkan Kolonel Kosasih justru memerintahkan pembebasan 6 dari 20 tahanan yang ternyata tidak berhubungan dengan pelemparan granat di Jakarta. Di antara mereka terdapat beberapa perwira menengah, perwira bawahan dan sipil (Pikiran Rakjat, 9 Agustus 1957).

Baik AH Nasution maupunZulkifli Lubis (sebetulnya juga AE Kawilarang)sama-sama diterima oleh masyarakat Jawa Barat. Menurut sebuah buku saku yang ditulis seorang seseorang sesepuh Sunda bernama Tjetje H. Padmadinata, Siliwangi Militer di Mata Siliwangi Sipil, Divisi Siliwangi Bandung: Rumah Baca Buku Sunda, 2011, sejak awal sudah pluralistik dan diisi orang-orang muda, umumnya terdidik dan terpelajar.Mereka sadar geopolitik tetapi juga tunduk pada atasan.

Menurut Tejte, AH Nasution ini ketika masih mengikuti Akademi Militer di Bandung kost di rumah dr. Djoendjoenan Setiakosoemah, seorang tokohPaguyuban Pasundan.Hal yang membuatnya dikenal para pemuda Bandung.Sementara Zulkifli Lubis beristri seorang putri Cirebon. Selain itu ideologi Zulfikli Lubis anti komunisyang seideologis dengan perwira-perwira Siliwangi yang agamis.

Sumber lain menyebutkan bahwa awal masuk Jenderal Besar A.H. A.H. Nasution dalam dunia militer dan menjabat sebagai anggota Badan Pembantu Prajurit di bawah pimimpinan Otto Iskandardinata, yang bertugas membantu kesejahteraan prajurit PETA.Setelah Proklamasi Kemerdekaan ia aktif dalam kepemimpinan pemuda dan menjadi penasehat Badan Keamanan Rakyat (BKR) di Bandung(Skripsi yang ditulis H Mochamad Arief berjudul Kiprah Abdul Haris Nasution Dalam politik dan Perkembangan Militer Angkatan Darat 1945-1966, Universitas NegeriYogyakarta,2012, halaman 5). Memang sejak awal karir militer Nasution sudah dimulai di Bandung.

Mengenai sosok Sukanda Bratamenggala, Tjetjemenyebutkan bahwa dia menikah dengan kakak kandung dari Mayor R.Otje Djundjunan, putra dari Dr.Djundjunan Setiakusumah, yang juga perwira Siliwangi.Kalau disimak informasi dari Tjetjedari sejarah hubungan kekerabatan ini jelas mengapa AH Nasution berupaya mencari jalan yang lebih kompromi terhadap gerakan para perwira sepertiSukanda Bratamenggala.

Ulf Shundaussen juga memberikan analisis bahwa Nasution mengetahui bahwa Suprayogi tidak populer di kalangan militer Siliwangi.Mengangkat Perwira Sunda R.A Koasih sebagai panglima Siliwangi merupakan langkah untuk menarik Divisi Siliwangi ke markas besar mengingat sejumlah perwira di Sumatera dan Sulawesi berseberangan dengan pemerintah pusat dan markas besar. Kosasih ini kerap hadir dalam rapat-rapat Badan Musyawarah Sunda dan punya hubungan baik dengan Front Pemuda Sunda.Tetapi Kosasih sendiri tidak terlibat dalam aksi November 1956 yang melawan pemerintah pusat.

Pandangan Nasution sebetulnya tidak terlalu tepat. Memang umum perwira-perwira Siliwangi tidak menyetujui pembentukan pemerintah pemberontak di Sumatera dan Sulawesi.Tetapi ikut memerangi perwira yang dianggap kawan seperti Kawilarang –yang pernah memimpin Siliwangi dan begitu populer di masyarakat Jawa Barat (dia aktif dalam kegiatan masyarakat http://sejarah.kompasiana.com/2013/06/14/bandung-1955-7-persib-lawan-salzburg-kiper-polo-air-bernama-kolonel-kawilarang-dan-bintang-radio-jawa-barat--565098.html )bukan hal yang diinginkan juga. Itu sebabnya ketika pecah pemberontakan Siliwangi hanya bersedia mengirim satu dari 33 batalyon infantrinya.

Hal yang menarik diungkapkan Tjetje H. Padmadinata lagi di kalangan PRRI (maupun bagi pasuka Permesta) sendri berhadapan dengan Siliwangi berbeda dengan menghadapi batalyon lain. Di Sumatera Utara yang berada di bawah komando Zulkifli Lubis begitu pihak PRRI tahu yang menyerang Siliwangi, maka pasukan PRRI menarik diri dan menghindari pertempuran. Begitu juga pihak Permesta sebetulnya. Wawancara Ventje Samual dengan Majalah Tempoyang dikutip oleh http://setiyardi.wordpress.com/2009/04/03/herman-nicolas-ventje-sumual-permesta-bukan-pemberontakan/ (diakses pada 10 Januari 2015)

Pasukan Siliwangi tidak akan menembak kami. Mereka juga antikomunis. Lagi pula, orang-orang Siliwangi adalah teman saya. Tahun 1956 kami melakukan reuni Korps Sekolah Staf dan Komando Angkatan Darat di Bandung. Salah satu keputusan reuni, bila terjadi “apa-apa”, kami tidak akan saling menembak.

Pandangan lain datang dari Letkol Sentot Iskandar di Nata, putra dari Oto Iskandar Di Nata ketika diminta tanggapan soal pembunuhan ayahnya dan sikapnya terhadap gerakan kedaerahan. Mengenai gerakan kedaerah Sentot menyebutkan timbul karena orang-orang yang tidak cakap dan tidak ada pada tempatnya menduduki suatu jabatan.Sentot juga mengungkapkan ayahnya tidak akan mengizinkan dirinya menjalankan perjuangan untuk kepentingan sendiri. Sentot menyebutkan bahwa hingga saat itu (1957) ibunya ( isteri alamrhum Oto Iskandar Di Nata) belum meninggal. Ia juga tidakakan mencari pembunuh ayahnya. Energi itu digunakan untuk hal positif yang lain (Pikiran Rakjat, 18 Juli 1957).

Terbentuknya Kabinet Karya yang dipimpin tokoh non partai Ir. Djuanda pada 9 April 1957 merupakan langkah cukup taktis dilihat dari sudut kedaerahan Jawa Barat, karena untuk pertama kali seorang tokoh Sunda diakomodir oleh pemerintah pusat. Sekalipun keberadaan Kabinet Djuanda dipandang sejumlah tokoh seperti Hatta dan M.Natsir sebagaipelanggaran terhadap UUD, karena tidak dibenarkan presiden menjadi formatur.

Dari Dewan Nasional ke Musyawarah Nasional

Pemerintah kemudian membentuk Dewan Nasionalpada 6 Mei 1957. Tujuan pembentukan Dewan Nasionalmembantu kabinet dalam menjalankan program kerjanya. Soekarno kemudian menjadi pimpinannya.Berbagai golongan mempertanyakan apa pentingnya badan ini karena tidak ada pasal dalam UUDS yang bisa dijadikan dasar hukum untuk pembentukannya (Sejarah Nasional Indonesia VI Jakarta, Balai Pustaka, halaman 380).

Soekarno menjawab pertanyaan itu dalam amanatnya di Istana Merdeka pada 17 Agustus 1957 bahwa pembentukan Dewan Nasional sama sekali tidak melanggar konstitusi .

Saya anggap pembentukan Dewan Nasional adalah suatu “vourzienning” Sementara mendjelang terbentuknja satu sistem politikdefinitive jang menjamin kepentingan rakjat…(Pikiran Rakjat, 20 Agustus 1957). Dalam pidatonya yang bertajuk “A Year of Decicion Point of No Return” ini Presiden Soekarnomengecam sistem demokrasi free figh liberalism, yang disebutnya sebagai demokrasi hantam kromo.

Menurut sejarawanPeter Kasendarupa-rupanya Soekarno menganggap pembentukan Dewan Nasional tidak saja sekadar membantu kabinet tetapi juga refleksi dari masyarakat. Jadi sudah selayaknya badan ini lebih tinggi dari kabinet. Pada 12 Juli 1957 melantik badan negara yang baru. Kekuatan politik lainnya TNI AD mendukung adanya Dewan Nasional ini.(Peter Kasenda, Bung Karno : Panglima Revolusi, Jakarta: Galang Pustaka, 2014, halaman 204). Dukungan TNI AD ini tampaknya hanya ingin mengurangi pengaruh partai politik.

Pada Agustus 1957 timbul kekhawatiran bahwa Soekarno akan membekukan parlemen dan menjadi ditaktor. Isu itu dibantah oleh Perdana Menteri Djuanda (Pikiran Rakjat, 8 Agustus 1957). Di Sumetera Letkol Achmad Husein menyebutkan bahwa batas antara yang hak dan yang batil sudha menjadi pudar. Sentralisme yang kaku, yang dilaksanakan oleh birokrasi mengakibatkan merajalelanya korupsi.Hasilnya dalah ketidakseimbangan usaha pembangunan pusat dan derah.Lambat laun kalau dibiarkan rakyat menyatakn sikap apatis dan masa bodoh terhadap apa yang dianjurkan pimpinannya (Pikiran Rakjat, 20 Agustus 1957).

Gubernur Jawa Barat Ipik Gandamanamenyampaikan amanatnya bahwa rakyat pada umumnya belum lagi mengisap hawa merdeka dalam arti luas dan dalam dunia perekonomian masih menunjukan gejala yang belum mendapat ketenteraman jiwa. Hanya sebagian kecil dari rakyat kita yang sudah lepas dari kemiskinan . Hal ini duri di mata kita sebagai bangsa (Pikiran Rakjat, 16 Agustus 1957).

Elite politik Jawa Barat dan Panglima Teritorial III Kolonel R.A Kosasih mengartikan seruan “new lieft movement” dengan tidak merayakan 17 Agustus 1957 secara berlebihan. Mereka malah melakukan kerja bakti melakukan perbaikan pada prasarana kota. Cukup mengharukan ketika pimpinan Masyumi, PNI, NU dan PKI di Jawa Barat mau mengerahkan warganya iktu dalam kerja bakti. Padahal perbedaan politik mereka makin tajam. (Pikiran Rakjat 16 Agustus, 18 Agustus 1957).

Pemerintah kemudian mengadakan Musyawarah Nasional pada 10-14 September 1957 di gedung Proklamasi, Jakarta untuk meredakan dan mencari jalan penyelesaian secara damai yang dihadiri perwakilan tokoh politik dan militer dari berbagai daerah.Jawa Barat mengirim Ipik Gandamanah dan Kosasih sebagai perwakilan, serta sejumlah tokoh seperti Oja Sumantri, Iwa Kusumasumantri, Gatot Mangkupraja, Emma Soemanegara, Djerman Prawirawinata sebagai penasehat. Total 2 peserta dan 15 penasehat (Pikiran Rakjat, 9 September 1957).

Tokoh Masyumi Djerman Prawiranegara Musyawarah nasional meupakan hsuaha tingkat tertinggi dengan cara damai untuk menyelesaikan apa yang disebut masalah daerah secara integral.Masalah daerah melahirkan Front Pemuda Sunda, Dewan Banteng, Dewan Garuda, Permesta, Lambang mangkurat, serta menimbulkan peristiwa Kolonel Lubis, Kolonel Simbolon, Kolonel Sukanda Bratamenggala, Kolonel Akil yang sebenarnya merupakan gejala revolusi sosial (Pikiran Rakjat 28 Agustus 1957).

Musyawarah Nasional mengungkapkan beberapa keputusan berkaitan dengan soal dwitunggal, ibukota negara, kepartaian, Irian Barat hingga kewaspadaan nasional (Pikiran Rakjat, 17 September 1957). Musyawarah Nasional ini memberikan harapan besar menyelesaikan krisis nasional. Apalagi Munas ini diakhiri dengan pernyataan bersama Soekarno dan Hatta untuk membela Pancasila dan mendukung pembangunan bangsa (M. Zulkifridin, Mohamad Natsir dalam Sejarah Politik Indonesia, Jakarta, Mizan 2010).Panglima TT III Kolonel R.A Kosasihdalam amanatnya menjelang peringatan Hari Angkatan Bersenjata menyerukan kepada seluruh prajurit untuk disiplin, taat pada sumpah prajurit, hukum dan UU Negara (Pikiran Rakjat, 5 Oktober 1957).

Bencana Banjir Priangan Timur

Pada Juli 1957 kawasan Priangan Timur dihantam bencana banjir besarakibat curah hujan yang tinggi selama beberapa hari antara 40hingga 50 MM. Pikiran Rakjat edisi 24 Juli 1957menyebutkan tujuh kecamatan seperti Cisaga, Banjar, Padaherang, Lakbok, Kali Peucang yang umumnya daerah-daerah di lembah Sungai Citanduy terendam. Areal sawah dan palawija seluas 13.421 Ha porak poranda.Puluhan ribu penduduk mengungsi.

Bantuan pertama datang dari jawatan sosial berupa Rp228.00 dan sekitar 20 ton beras.Diikuti berbagai bantuan dari lembaga lain dan juga perorangan. Di antaranya melibatkan tokoh-tokoh partai politik. Di antaranya PKI disebut memperalat bencana di Priangan dengan cara menerima sumbangan dari masyarakat dan selaku panitya menjadikannya kampanye untuk pemilu daerah (Pikiran Rakjat, 30 Juli 1957).

Kolonel R.A.Kosasih dalam seruannya di depan corong RRI Bandung meminta agar apa yang dilakukan para hartawan dan dermawan di Ciamis Selatan tidak dijadikan bahan untuk kampanye untuk Pemilu Daerah.Bencana menurut Kosasih harusnya membuat para pejabat bergotong royong membanting tulang menampung korban.Apalagi anak-anak di pengungsian tidak lagi mempunyai pakaian. (Pikiran Rakjat, 30 Juli 1957).

Sebagai Penguasa Militer Territorial III Kolonel R.A.Kosasih kemudian menetapkan suatu peraturan tentang pembentukan Panitya Penolong Bencana Alam dan Kekacauan lengkap dengan petunjuk penyaluran, pengumpulan bantuannya.Peraturan ini mulai berlaku pada 30 Juli 1957 berisi 7 Bab dan 14 pasal ditujukan kepada semua Pelaksanaan Kuasa Militer dalam wilayahnya. Pasal 7,8 dan 9 dari peraturan ini memberikan ketentuan tentang tugasnya Panitya Bencana Alam Propinsi bertugas merencanakan sumber-sumber bantuan yang tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku baik bagi sipil mau pun militer.Pelanggaran terhadap peraturan diancam hukuman penjara tiga bulan atau hukuman denda Rp500. (Pikiran Rakjat, 1 Agustus 1957).Partisipasi warga Bandung dari segenap lapisan terhadap korban banjir luar biasa. Sumbangan mengalri, etrmasuk melalui dompet pembaca Pikiran Rakjat hingga 3 oktober 1957 mencapai Rp189.909,63.

Menyambut Peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke 12 Kolonel Kosasih menulis artikel pendek di Pikiran Rakjat edisi 1 Agustus 1957 berjudul “Berat Sama Dipikul Ringan Sama Didjindjing”.

Sudah 12 tahun kita merdeka dan berdaulat, tetapi masih sadja kita melihat rasa ketidakpuasan di mana-mana. Apa sebabnja? Djawabnja karena soal materiel ada jang merasa tidak puas karena soal keamanan, ada jang merasa tidak puas karena soal hukum, disiplin dan kesusilaan, ada jang tidak puas karena soal kedudukan, pendeknja banjak lagi soal jang belum mentjapai tingkat dan keadaan jang ditijita-tjitakan, semua merasa tidak pas mulai dari atas sampai ke abwah, mulai dari kiri hingga ke kanan…

Pada Senin Siang, 5 Agustus 1957 dalam sebuah apel di lapangan Tegallega Kolonel Kosasih menyerukan kepada segenap perwira,bintara dan prajurit untuk menjadi penggerak, pelopor, penasehat dalam usaha pembanguan desa, pemelihara keamanan di setiap kampung tempat bertugas (Pikiran Rakjat, 6 Agustus 1957).

Tindakan di Bidang Ekonomi

Kebijakan Kosasih yang menonjol sebetulnya ialah pada bidang ekonomi. Kebijakan yang dilakukannya menjaga agar stabilitas ekonomi dalam wilayah Jawa Barat terjaga.Dia juga bertindak tegas terhadap kebijakan ekonomi. Pada pertengahan Meipihak militer melakukan razia terdap lebih dari seratus toko emas di Kota Bandung.Militer mencium adanya penyelundupan melalui indramayu dari Hongkong.Pihak militer menyegel 120 toko emas di kota Bandung. Razia juga dilakukan di Tasimalaya dan Ciamis dan ditemukan toko emas yang tidak punya izin (Pikiran Rakjat 16 dan 17 Mei 1957).

Meskipun profilnya cenderung sejalan dengan Soekarno dan Nasution, dalam kebijakan ekonomi Kosasih memihak rakyat Jawa Barat.Pada awal Agustus 1957 Panglima Siliwangimenyatakan tidakmelaksanakanperaturan kebijakan yang ditetapkan Menteri Perdangan Prof. Soenarjo yang disebut herwaardering (revaluasi) atau penghargaan kembali suatu komoditas barang import stok lama dalam wilayah territorial III.Ketika peraturan itu diumumkan pedagang-pedagang Jakarta berbelanja ke kota Bandung yang harganya barangnya lebih murah, memborongnya dan menjualnya di Jakarta. Akibatnya barang-barangjensi tertentu menghilang dari kota Bandung(Pikiran Rakjat, 6 Agustus 1957).

Industri yang paling terkena ialah otomotif.Perusahaan angkutan nasional terancam bangkrut karena onderdil hilang dari pasar.Kalau pun ada harganya melambung. Ban yang tadinya dijual Rp1050 melonjak menjadi Rp1300.Sementara harga motor Rp15.500menjadi Rp22.000 (Pikiran Rakjat, 14 Agustus 1957).

Kosasih mendapatkan dukungan dari politisi sipil. Di antaranya M.Tabrani anggota Dewan pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Baratyang menyatakan bahwa kebijakan itu untuk menjaga kehidupan masyarakat dan buruh kecil. Tabrani tidak mengerti perhitungan yang dipergunakan pusat (Menteri perdagangan) yang disebutkan menjaga harga barang. Tapi caranya dengan memeprkenankan barang stok lama disamakan harganya dengan stok baru.Padahal seharusnya barang stok lama itu dipergunakan untuk mempertahankan harga.

Kebijakan hewaardering ini pada hakekatnya memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya pada para pengusaha asing.Kbeijakan itu membuka pintu bagi spekulan untuk mencari keuntungan lebih besar. Konsumen dan pengusaha nasional disuruh gulung-tikar (Pikiran Rakjat, 9 Agustus 1957).

Penguasa Militer di Jawa Barat menetapkan peraturan tentang pendaftaran (termasuk persedian) benang tenun yang berada dalam wilayah Territorial III dan larangan pengangkutannya.Pelanggaran dianggap kejahatan dan dihukum satu tahun penjara.Pendaftaran diharuskan selesai dalam dua minggu setelah peraturan dikeluarkan pada 21 juli 1957.Laporan harus disampaikan pada Jawatan Industri setempat (Pikiran Rakjat, 7 Agustus 1957). Maksud peraturan ini agar barang-barang perindustrian jangan mengalir keluar dari Jawa barat, serta melindungi industri tekstil Jawa Barat, yang merupakan salah satu industri yang menampung tenaga kerja yang banyak.

Pada 20 Agustus 1957 Kolonel Kosasih menetapkan peraturan sebagai penguasa militer tentang izin sementara dan izin tetap penggilingan padi yang terdiri dari 8 pasal dan berlaku surut mulai 1 agustus 1957.Peraturan ini ditujukan pada 199 perusahaan penggilingan padi yang intinya agar semua penggilingan padi harus seizin penguasa militer (Pikiran Rakjat, 22 Agustus 1957).Kebijakan ini bertujuan mengontrol harga beras yang cukup tinggi. Untuk beras giling Rp3,90 kualitas I dan termurah Rp3,60). Sementara beras tumbuk berkisar Rp3,70 (Pikiran Rakjat, 14 Agustus 1957).Penguasa militer juga mengontrol toko-toko penjual band. Semua stok ban diharuskan didaftarkan dan tidak dijual kepada yang tidak berkepentingan (Pikiran Rakjat, 13 Agustus 1957).

Masalah perumahan rakyat dan kesenjangan sosial tampaknya juga jadi perhatian pimpinan SiliwangiPada September 1957 penguasa militer TT II menetapkan peraturan kewajiban orang-orang asing untuk menyatakan ketetapan tempat tinggalnya. Orang asing hanya diperkenankan untuk mempunyai suatu rumah tinggal.Pelanggaran terhadap aturan ini diancam hukuman satu tahun penjara atau denda Rp100 ribu (Pikiran Rakjat, 26 September 1957).

Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan di era Kosasih menunjukkan bahwa pimpinan Siliwangi menunjukkan dirinya sebagai tentara loyal kepada perintah atasan, tetapi sebagai warga Jawa Barat mereka berupaya menunjukkan kepekaan terhadap permasalahan politik dan sosial yang dihadapi rakyat di teritorialnya. Ketika kepentingan itu berbenturan para perwiranya berupaya mencari jalan tengah dan melakukan pendekatan berbeda yang cenderung lebih mencari solusi. Sejarah membuktikan hal itu terjadi lagi pada masa berikutnya.

Irvan Sjafari

NB: Mohon Maaf Bandung 1957 ke 7 diposting lebih belakangan dibanding Bandung 1957 (8) karena data yang harus masuk untuk tema ini cukup banyak.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline