Lihat ke Halaman Asli

Yesaya Sihombing

Pembelajar Seumur Hidup

Ternyata Saya Reaktif!!

Diperbarui: 8 Juni 2020   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Malam itu tiba-tiba telpon WA saya berdering. Ternyata panggilan masuk dari teman saya yang beberapa hari lalu divonis reaktif setelah menjalani rapid test. Reaktif artinya antibodi sudah ada di dalam tubuh, sehingga seseorang dianggap sudah pernah kemasukan virus corona. 

Setelah menjalani rapid test dan hasilnya reaktif, teman saya harus menjalani swab test. Tes tersebut perlu dilakukan untuk mengetahui seseorang terbukti positif atau negatif corona. 

Walaupun setelah diswab ia terbukti negatif covid-19, namun ada anggota keluarganya yang positif. Kebetulan malam itu dia ingin mengumpulkan berkas administrasi untuk suatu urusan dan saya menjadi salah satu pool untuk mengumpulkan berkas tersebut.

Agak was-was juga sih untuk bertemu secara langsung dengan orang itu. Tapi ya gimana lagi.. Mau ga mau harus saya temui dengan berhadapan muka.

Kalau menurut protokol kesehatan, untuk menjaga dari hal-hal yang tidak diinginkan, ketika menerima tamu di rumah kita harus pakai masker. Namun berhubung rasa sungkan saya lebih mendominasi, maka saya putuskan untuk tidak pakai masker.

Saya merasa tidak enak hati kalau-kalau perasaan teman saya tersinggung. "Wah gara-gara kemarin reaktif jadi pakai masker nih temen saya" Saya takut teman saya berpikir seperti itu dan kemudian menganggap saya menjaga jarak dari dia, berstigma negatif tentang dia, dan mendiskriminasinya. 

Begitu tho yang didengungkan oleh para aktivis kesehatan selama masa pandemi ini : jangan mendiskriminasi pasien covid-19, hilangkan stigma negatif penderita corona di masyarakat. Saya tidak mau dicap seperti itu.

Jadi saya mulai menyiapkan strategi kalau-kalau teman saya sampai harus masuk ke dalam rumah dan duduk di ruang tamu, apakah saya akan memberikan suguhan teh manis dan roti kering, atau merekayasa cerita agar teman saya cepat pulang.

Kalau diberi suguhan, nanti droplets-nya dia bisa nempel dong di gelas, nanti kalau gelasnya saya cuci, wah tangan saya bisa kena dong, kalau tangan saya kena dan saya tidak membersihkannya dengan benar lalu pegang sana sini, keluarga saya bisa kena dong. Yah, pikiran saya sampai sejauh itu..

Kalau merekayasa cerita, saya punya dua pilihan. Saya akan beralasan saya sedang mengerjakan deadline tugas, atau alasan klasik lain, keluarga saya sudah tidur, jadi maaf tidak bisa menemani lama-lama.

Namun demikian, syukurlah teman saya juga sadar diri dan hanya ingin bertemu di depan gerbang saja. Fyuh.. lega rasanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline