Lihat ke Halaman Asli

Johan Budi Merajuk KPK Nyaris Ambruk

Diperbarui: 17 Juni 2015   10:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kenapa ada kesan Polri begitu menjadi-jadi menyerang KPK? Perseteruan KPK VS Polri sebenarnya sudah relatif adem sajak terakhir terjadi di jaman Pak SBY. Konflik terjadi lagi ketika KPK menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka. Penetapan ini tidak saja menohok Budi Gunawan sebagai tersangka dan Polri secara keseluruhan lebih dari itu juga Kompolnas sebagai lembaga kepercayaan Presiden dalam hal pemilihan kapolri. Jadi tidak heran jika serangan ke KPK begitu kuat dilakukan beberapa anggota Kompolnas. Hal ini membuat serangan dari pihak Polri seperti mendapat angin.

Banyak orang menanggapi kekacauan ini secara njlimet. Banyak yang mengaitkannya dengan kepentingan politik tertentu, ada yang mengaitkan dengan perebutan jabatan di Polri, bahkan ada yang menghubung-hubungkan dengan kepentingan mafia migas. Wallahu a’lam.

Tetapi pernahkah kita berpikir bahwa sebenarnya konflik KPK Polri ini bisa saja disebabkan oleh suatu sebab yang remeh-temeh saja?

Kondisi KPK Polri yang adem ayem sebelumnya ternyata menyimpan bara di dalamnya. Dan bara itu tinggal menunggu pemicu untuk menjadi ledakan.

Di antara pimpinan KPK sendiri sebenarnya sudah konflik batin. Meskipun ini tidak terlalu besar tetapi bisa sangat berpengaruh membentuk wajah KPK secara keseluruhan.

Seperti kita ketahui beberapa waktu yang lalu jubir KPK Johan Budi menyatakan mengundurkan diri sebagai juru bicara KPK. Alasannya adalah ingin berkonsentrasi penuh pada tugasnya sebagai Deputi pencagahan KPK. Tidak ada orang yang menganggap janggal pengunduran diri tersebut. Namun saya menganggap pengunduran diri tersebut bukan perkara biasa. Beberapa waktu sebelumnya ketika jumpa pers ada wartawan yang menanyakan kenapa Johan Budi mengatakan A sedangkan Abraham Samad mengatakan B. Pada waktu itu beliau mengeluh kenapa wartawan selalu mengonfrontasi pernyataannya dengan pernyataan ketua KPK Abraham samad. Berdasarkan itu saya beranggapan bahwa pengunduran diri Johan budi sebagai jubir KPK bukan semata-mata ingin berkonsentrasi pada tugasnya sebagai deputi pencegahan KPK tetapi sebab seringnya ketidaksinkronan antara jubir dengan pimpinan. Memang kita lihat meskipun KPK mempunyai jubir tetapi sering kali ketua KPK Abraham Samad juga memberikan pernyataan sendiri dan ini membuat penyampaian informasi di KPK tidak efektif.

Setelah pengunduran Johan Budi maka juru bicara KPK diambil alih langsung oleh ketua KPK Abraham Samad dan Bambang Wijayanto. Inilah sebenarnya penyebab malapetaka di KPK. Abraham samad, Bambang wijayanto dan Johan budi bisa jadi punya isi kepala yang sama tetapi masing-masing mempunyai gesture yang berbeda sehingga ketika menyampaikan sesuatu bisa menimbulkan kesan yang berbeda bagi orang yang melihat. Gesture ini bersifat natural dan khas.

Abraham Samad ketika menyampaikan sesuatu dari senyuman dan tatapan mata terlihat sinis.

Bambang Wijayanto dengan suara yang keras, bersemangat dan cenderung mengulang-ulang perkataan untuk memperjelas apa yang dimaksud, ekspresi wajahnya gembira maka terlihat seperti orang yang sombong/pongah.

Sedangkan Johan Budi mempunyai ekspresi yang dingin dan datar, hampir tidak ada bedanya antara susah, senang, suka, benci dan lain-lain oleh karenanya ada yang menganggapnya kurang pandai atau kurang berani.

Seorang juru bicara KPK boleh saja merasa senang telah berhasil mengungkap perkara korupsi, tetapi ingat ketika seseorang menjadi tersangka itu belum bisa dikatakan dia pasti salah. Oleh karena itu ada etika yang khusus di antaranya penyebutan nama seseorang harus menggunakan inisial dan lain-lain.

Jika kita mengikuti sidang praperadilan Budi Gunawan tentu kita masih ingat tim pengacara Budi Gunawan menunjukkan rekaman video pengumuman penetapan Budi Gunawan sebagai tersangka oleh KPK. Mereka menyebut mimik muka Abraham samad dan Bambang Wijayanto seperti mengejek. Rekaman video tersebut tidak berhubungan sama sekali dengan materi kasus tetapi sudah membuktikan bahwa cara KPK mengumumkan Budi Gunawan sebagai tersangka cukup mempengaruhi pisikologis Budi Gunawan dan Polri pada umumnya.

Saya beranggapan seandainya pengumuman itu disampaikan oleh Johan Budi mungkin sensitivitas Polri tidak sehebat seperti ketika pengumumamn itu disampaikan Abraham Samad ataupun Bambang Wijayanto, sebabnya karena keduanya tidak memiliki gesture seperti yang dimiliki Johan Budi.

Wallahu a’lam

Postingan yang lain :

http://politik.kompasiana.com/2015/02/17/konflik-kpk-polri-sing-salah-kudu-seleh-sing-bener-ojo-dumeh-702266.html

http://politik.kompasiana.com/2015/02/18/jokowi-harus-membentuk-pasukan-elit-pemberantas-korupsi-702288.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline