Lihat ke Halaman Asli

Jilbab Polwan Kembali Terhadang Isu ISIS

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Polwan berjilbab (sumber foto: www.intelijen.co.id)

[caption id="" align="aligncenter" width="595" caption="Ilustrasi: Polwan berjilbab (sumber foto: www.intelijen.co.id)"][/caption] Pada akhir tahun 2013 adalah Wakil Kepala Kepolisian RI, yaitu Komjen Oegroseno, yang membatalkan ijin penggunaan jilbab bagi polwan yang sempat dikeluarkan oleh Kapolri Jenderal Sutarman. Legitimasi Wakapolri sepertinya pada waktu itu lebih kuat dibandingkan legitimasi Kapolri yang memang baru diangkat. Entah apa yang terjadi di dalam lingkungan institusi kepolisian pada saat itu, pembatalan suatu ijin yang sudah disambut suka cita oleh sebagian anggota kepolisian kontan menimbulkan polemik. Polemik pun berkembang semakin liar dengan munculnya berbagai pernyataan dari komponen masyarakat dan beberapa penggede institusi pemerintah dan DPR. Alasan Komjen Oegroseno yang mengemuka pada saat itu itu sangat sederhana adalah masalah keseragaman bentuk dan warna yang belum diatur. Tersiar kabar, konon pembatalan ijin jilbab itu terkendala ketiadaan anggaran. Harusnya masalah-masalah itu bisa cepat diatasi. Entah alasan mana yang benar, faktanya penundaan ijin penggunaan jilbab tak kunjung ditinjau kembali. Waktu berlalu, Komjen Oegroseno pun tak lagi di tampuk kepemimpinan Polri. Pensiun menjemputnya dari puluhan tahun pengabdian di dalam tubuh institusi penjaga ketertiban dan keamanan nasional. Dugaan pun muncul, penggunaan jilbab bagi polwan akan muncul kembali. Belum sempat muncul ke permukaan lagi, merebaknya isu ISIS 2 bulan terakhir ini jelas membuat keinginan beberapa orang polwan untuk menggunakan jilbab pasti terhadang kembali. Sepak terjang dan semangat mendirikan negara Islam yang muncul di Timur Tengah ternyata mudah menular di tanah air. Penularan ideologi eksklusivisme berbasis agama menjadi bukti betapa rentannya NKRI oleh pergerakan bawah tanah para militan sektarian. Ancaman terhadap dasar negara dan falsafah hidup bangsa Indonesia kini sangat nyata. Tak terbayangkan bagaimana sensitifnya aparat pada institusi yang mengklaim dirinya sebagai penjaga persatuan dan kesatuan bangsa ini muncul di tengah-tengah masyarakat dengan lambang-lambang agama tertentu. Apabila persatuan dan kesatuan NKRI menjadi prinsip yang utama, penggunaan jilbab oleh polwan memerlukan syarat yang sangat mendasar. Negara harus terbebas dari gerakan politik yang berafiliasi dengan agama tertentu karena kekuasaan merupakan tujuan dari setiap gerakan politik. Syarat ini tak mungkin bisa dipenuhi. Bercermin dari sejarah perkembangan politik di Indonesia, tak mungkin mengharapkan perpolitikan yang terbebas dari gerakan yang berafiliasi agama. Pengenaan lambang-lambang agama tetap dimungkinkan apabila kepolisian telah mengubah jati dirinya dengan menghilangkan predikat sebagai institusi penjaga persatuan dan kesatuan NKRI. Hal ini juga tak mungkin. Tak mungkin suatu institusi yang telah mapan ingin membonsai dirinya sendiri. Dengan kondisi yang terjadi, perjalanan ijin penggunaan jilbab bagi polwan masih akan menempuh jalan yang panjang dan berliku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline