Lihat ke Halaman Asli

Nafian Faiz

Membangun Komunitas

Ironi Kemakmuran Warga Pulau Tabuan Lampung

Diperbarui: 9 Juli 2022   16:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dermaga beton yang gagah itu  dibangun dengan biaya puluhan milyar, sejak dibangunnya sekira tujuh tahun lalu sampai saat ini belum difungsikan sebagaimana mestinya.

Dermaga ini  terlalu tinggi, hanya cocok untuk kapal berukuan besar dan tinggi, sementara warga di Pulau itu umumnya hanya punya jukung perahu,  jangankan jukung, kapal motor kayu (klotok) milik warga pun tidak  bisa  sandar di dermaga ini.

Satu-satunya keberkahan bagi warga,  adalah banyaknya ikan kecil seperti ikan Tanjan, Pepirang dan ikan kecil lain yang biasa hidup bergrombol/berkelompok sering mendekat hidup nyaman di bawah dermaga.

Kehadiran ikan-ikan kecil itu, mengundang banyak ikan besar mendekat,  bahkan para penduduk di pulau itu juga pun mendekat.
Pada pagi atau sore hari dermaga menjadi ramai dikunjungi warga. Warga bisa memancing ikan atau menjala ikan kecil yang ada.

Para pemancing dapat memancing ikan Simba, bahkan ikan tongkol dan tenggiri, biasanya ikan besar itu sedang berburu ikan kecil. Kalau hari-hari libur kerja ada beberapa pemancing mania dari luar pulau datang memancing di dermaga ini.

Tapi setahun terakhir dermaga itu jadi sepi,  pasalnya ikan kecil sudah lama pergi dan  tak datang lagi,  konon kata warga, itu akibat maraknya pengunaan bahan peledak Bom ikan  di pulau tersebut, bila tak ada ikan kecil, ikan yang besar pun tak akan datang.

Patut disayangkan ada saja oknum warga pulau dan orang luar pulau yang mengambil ikan dengan jalan pintas, menggunakan bahan peledak bom ikan, akibatnya ikan-ikan mati secara massal termasuk juga jenis ikan kecil yang sering  mampir ke dermaga.

Tempat peledakan BOM Ikan tak dekat dengan dermaga bahkan jauh dari perkampungan penduduk, tapi tetap saja ini berpengaruh terhadap ekosistem dan mengancam kehidupan laut disekitarnya.

Ironi hidup di Pulau ini semakin bertambah, sejak  sekitar 20 tahun lalu--saat orentasi bertani warga pulau berubah menjadi nelayan--untuk kebutuhan dapur rumah tangga warga pulau seperti sayuran, cabe, tomat, bawang  dan lainya harus beli dan didatangkan dari luar pulau--apalagi beras dan padi.

Padahal pulau ini hutannya lebat dan subur.

Kini untuk makan ikan pun warga pulau itu harus membeli dari luar pulau, atau nelayan akan mencari ikan jauh meninggalkan pulau, karena sulitnya warga mendapatkan hasil memancing di pulaunya sendiri.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline