Lihat ke Halaman Asli

Pak Jokowi, Politik Luar Negeri Bebas Aktif Tidak Cocok untuk Indonesia

Diperbarui: 14 Januari 2016   14:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagaimana kita tahu Indonesia menggunakan politik luar negeri bebas aktif, bebas artinya tidak memihak ke salah satu 1 blok, aktif artinya ikut aktif dalam menjaga perdamaian dunia sebagaimana yang telah digariskan.

Mengapa Politik Bebas aktif saya katakan tidak cocok, karena Indonesia adalah negara berkembang yang belum mapan, butuh dukungan yang kuat. Ibarat bayi, Indonesia masih tertinggal bila dibandingkan negara-negara maju bahkan di Asean sekalipun juga masih tertinggal. Pendapatan perkapita Indonesia, index pembangunan dan sumberdaya manusia masih kalah dengan Singapura, Malaysia, Thailand dan kini Vietnam mulai menyusul.

Ibaratnya indonesia adalah balita yang tertatih dan terseok2 dalam perjalanan sehingga perlu dukungan dari orang lain yang lebih kuat

Hal ini sesuai dengan konsep art of war Tsun Zu : “if u cannot defeat them, join them to achieve your goal”.  Jika kamu tidak bisa mengalahkanya maka bergabunglah dengannya untuk mecapai tujuanmu.

Karena itu menjalin aliansi dengan salah satu blok/negara adidaya akan memperoleh banyak manfaat dan keuntungan bila dibandingkan dengan berjalan diatas kaki sendiri yang masih rapuh dan banyak masalah

Sederhana saja, seperti game Clash Of Clan (game android yang lagi populer), bila base (negara) anda tidak bergabung dengan klan yang lebih kuat maka anda akan dihajar dan menjadi bulan-bulanan negara lain.

Contoh: di era Sukarno, hubungan kita dengan Uni sovyet sangat erat, sehingga saat terjadi konfrontasi dengan Belanda untuk merebut Irian Jaya, maka mesin-mesin perang tercanggih mampu dihadirkan ke Indonesia..tercatat Indonesia mempunyai kekuatan militer terbesar di belahan Utara Dunia, Amerika pun nge-per dan menelepon belanda untuk segera hengkang dari papua, karena kekuatan Belanda di papua tidak seimbang dengan kekuatan militer Indonesia saat itu.

Saat itu Sovyet mempunyai “murid” China, Korut dan Indonesia. Cina dan Korut berhasil mengembangkan teknologi misil, Nuklir dan pesawat terbang. Sedangkan indonesia prothol ditengah jalan karena kekisruhan politik ’65, sarjana2 kita yang dikirimkan Bung Karno tak bisa pulang dari sovyet, program alih teknologipun terhenti.

Beberapa negara yang menjalin aliansi

Malaysia dan Singapura mempunyai Five Power  Defence Arrangement 

(FPDA).  Artinya siapapun yang akan menyerang malaysia akan berhadapan dengan Inggris, New Zealand,Australia dan Singapura. Karena itu Malaysia percaya diri dalam memcaplok sipadan ligitan, manuver di ambalat, serta ikut berebut kepulauan spratly dengan negara besar RRC. Hal ini juga menjadi deterrent effect dan pesan terselubung bagi indonesia. “Indonesia jangan macam-macam bila ingin mengganyang malaysia”

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline