Lihat ke Halaman Asli

Butler #6

Diperbarui: 24 Juni 2015   04:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Bagian 6

Jordan tahu, acara makan malam ini hanya sebentukan formalitas yang menyimpan segudang masalah. Raut wajah para tetua-tetua itu sangat tidak mengenakkan dipandang. Mereka lebih terlihat siap membawanya ke rumah pemotongan dibanding sekedar beramah-tamah seperti sekarang. Mungkin pikiran mereka saat ini sudah dipenuhi oleh ancaman pengadilan untuknya daripada sekedar mendiskusikan jalan keluar dari masalah yang Jordan hadapi sekarang.

Jun mampu merasakan kegelisahan di mata Jordan. Jujur, dia juga tidak rela Jordan menghadapi situasi ini. Tapi mau bagaimana lagi, pihak manajemen terus-terusan mendesaknya untuk memulihkan kredibilitas dan tentu saja pemasukan dari salah satu ikon produk terbesar mereka, Jordan. Kalau gagal, Jun tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada Jordan nanti. Pihak produser dan manajemen bisa di katakan mereka sama sekali tidak ingin dirugikan dari masalah ini, padahal mereka juga tahu Jordan berbeda dari yang selama ini dilontarkan media. Bukannya memberikan bantuan, mereka malah semakin memberi tekanan pada Jordan. Memikirkankan itu saja Jun sangat muak. Mereka kelihatan begitu agung di luar, tapi di dalam sangat kotor dan picik.

“Aku rasa aku tidak salah memilih restoran ini. Sea-foodnya memang luar biasa.” Sahut seseorang yang kelihatan lebih tua dari antara tiga orang pria paruh baya di sana. Pria itu mereka kenali sebagai pemimpin manejemen L’Olleal, tempat Jordan dan Jun bernaung.

Kedua pria lain tersenyum lebar dan mengangguk-angguk, formalitas yang membosankan menurut Jordan. Langsung saja ke topiknya, apa untungnya kalian beradegan seperti badut-badut opera? Jordan memberengut dalam hati.

“Bagaimana denganmu Jordan, kau suka semua ini?” kata pria itu lagi. Hah, aku bisa gila! pekik Jordan dalam hati. Jadi dia hanya memberikan senyum kepuasan yang hampa, lalu melanjutkan kembali makannya.

“Aku senang kau menyukainya.” Sahut pria itu merasa bangga. “Sudah lama kita tidak mengadakan acara seperti, sekali-sekali aku pikir ini ide yang bagus untuk meningkatkan persahabatan kita,” ujarnya penuh arti. Jordan berhenti dari kegiatannya dan kelihatan berpikir sejenak.

“Aku ragu dengan persahabatan seperti apa yang Anda maksud, Presdir Kang?” Jun pikir dia harus segera menyumpal mulut anak itu. Tapi terlambat, ketiga pria tua itu kini menatap Jordan seolah perkataan itu haram bagi mereka. “Aku pikir tidak ada gunanya kita melanjutkan basa-basi ini. Aku yakin sekali kalian hanya mencoba menggunakan cara-cara terhormat dan mungkin sia-sia. Bagaimanapun juga bagi kalian aku bukanlah orang yang pantas untuk diperlakukan demikian, bukan begitu?” Jordan menyudutkan bibir.

Presdir Kang kini menatapnya tajam, lalu tertawa lebar. Jun pikir itu bukan tawa menyenangkan, lebih mirip seringai. “Kau benar anak muda. Maklum, ini peraturan bagi kami yang tua. Tata-krama sangat perlu dijaga, dan hidup saling menghormati adalah simbolik kami. Tapi aku rasa hal ini sedikit membosankan juga, kau benar.”

Jun yang berfirasat situasi mulai memanas, berusaha mencairkan, “A…hahaha, untuk apa seformal itu pada kami, Presdir Kang. Tentu saja kami juga berpikiran sama dengan…”

“Yah, ini sangat membosankan.” sela Jordan. Jun menggigit bibir bawahnya dan melotot, memperingatkan Jordan. “Bagi kami yang muda, semua harus to the point, langsung ke sasaran. Sebab kami selalu membuat prioritas masalah dan membatasinya, mengedepankan solusi dan cara tercepat untuk mencapainya, adalah karakter kami.”

“Bagus jika memang begitu, aku senang mendengarnya.” Senyum itu kini berganti dengan wajah datar. “Aku langsung ke topik masalah.” Presdir Kang mengetukkan meja, seorang pria jakung_sekretaris Presdir Kang_langsung masuk ke tengah-tengah mereka dan menyerahkan masing-masing satu map lebar tipis kepada Jun dan Jordan. Jun menatap bingung ke arah map tersebut sebelum membukanya. “Aku harap kau bisa langsung menandatanganinya.”

Jordan menatap sekilas map tersebut, raut mukanya berubah masam. “Kau bermaksud membuat kontrak baru denganku?”

“Jangan salah. Aku tidak pernah mempermainkan kontrak kita. Aku hanya membubuhkan satu perjanjian lagi di antara kita.” Presdir Kang di mata Jordan seperti Lucifer, malaikat kegelapan. “Hidup saling menghormati dan mengedepankan solusi dengan cara tercepat. Kau lihat, aku bermaksud melindungimu.”

Kemudian mereka membuka dan membaca isi map tersebut, isinya sangat ringkas.

1.Kedua belah pihak setuju bahwa segala kerugian prosesi kegiatan promosi dan penjualan album akan menjadi tanggung jawab pihak kedua. Demikian pihak pertama tidak memiliki kewajiban memberikan kompensasi biaya maupun jasa terhadap kerugian produk jual.

2.Kedua belah pihak setuju bahwa apabila pihak kedua menolak atau tidak mampu memberikan kompensasi penuh atau setengah dari biaya pertanggung. Hal ini memberikan kewajiban terhadap pihak pertama untuk menjadi pihak pertanggungan. Berdasarkan hal tersebut diatas, pihak pertama berwenang memberikan persyaratan pembayaran kepada pihak kedua.

3.Sebagai PIHAK PERTAMA tercatat : Perusahaan Manajemen Keartisan L’Olleal dan sebagai PIHAK KEDUA tercatat : Jordan Park, Willherman.

Jun bisa mendengarkan gigi Jordan bergemeletuk, rahang Jun mengeras. “Apa-apaan ini?!” tanya Jordan dengan nada marah yang tidak bisa dibendung.

Presdir Kang mengangguk dan tersenyum, “Kalau masalah ini sampai mempengaruhi penjualan album barumu, aku ragu apa kita bisa menanganinya. Bisa kau bayangkan apa yang akan terjadi bukan? Aku tidak mau perusahaan harus merugi sebesar itu, bagaimanapun masa depan perusahaan menjadi tanggung jawab terpenting.”

Jun menelan ludah dengan susah payah, pihak manajemen mereka ternyata sudah menaruh keputusan tertutup dengan mereka. Apabila karir Jordan benar-benar jatuh dan penjualan album tidak berhasil mendongkrak karirnya lagi, Jun tidak bisa membayangkan berapa banyak kerugian yang harus mereka tanggung. Dan pihak manajemen memutuskan angkat tangan dalam masalah itu. Ini gila!

“Jadi aku hanya sekedar ingin memberi saran padamu. Sebelum penjualan album dilakukan pastikan tanggal jumpa pers secepatnya. Dan jika kau menolak, aku takut kita tidak akan bisa launch album maupun single terbarumu, aku tahu kau sudah selesai merampungnya. Bagaimana? Aku berikan kalian waktu untuk menjawab yang satu ini.”

“Baiklah kami setuju.” ujar Jun tiba-tiba.

What?!” sentak Jordan. “Are you nuts or something?!”

“Dimana aku harus tanda tangan?” Jun mengabaikannya, dia merogoh saku kemeja dan meraih penanya. “Apa di sini?” dia menunjuk salah satu kolom di bagian bawah kertas.

“Tunggu dulu. Kau lupa aku belum mengatakan apapun?!”

Jun tetap diam dan memasang wajah keras, tanpa peduli dia membubuhkan cap stempel nama Jordan di sana. “Aku pikir ini sudah cukup.”

“Tentu saja.” ujar Presdir Kang dan tersenyum penuh kemenangan.

“HELL YOU, DAMN IT !!!” Jordan bangkit dengan amarah yang meluap-luap dan meninggalkan mereka semua.

“Maaf, saya rasa pertemuan kita tidak bisa dilanjutkan.” Jun lalu memberi hormat kepada mereka semua dan bergegas menyusul Jordan meninggalkan mereka yang menatapnya bengong dengan aksi kilat.

“Hei! Jordan, tunggu!” Jun berusah mengejar pria itu hingga mencapai lobi parkir. Jordan mengacuhkannya, telinganya terlalu panas untuk bisa mendengarkan siapapun sekarang. “Hei! Kau juga tahu kita sama sekali tidak punya pilihan di dalam sana!”

Jordan langsung membanting pintu mobil itu setelah membukanya sesaat lalu, “What?! Kau yang sudah membuat semua pilihanku musnah, Jun. Itu kau, bukan mereka!” Jordan berusaha sebisa mungkin menahan intensitas suaranya, dia sadar mereka di depan publik saat ini. Tapi tetap saja amarahnya masih terlalu kuat untuk bisa diatasi, “Jadi enyahlah!” Dia membuka pintu itu lagi dengan kasar dan membantingnya lagi ketika dia sudah duduk di posisinya. Jun tidak berusaha menahannya ketika pria itu menekan pedal gas hampir maksimum dan melaju pesat dari hadapannya. Jun hanya bisa berdoa saja agar dia tidak mendapat kejadian buruk lagi di jalanan sana.

***

Jordan tidak bisa mengandalikan pikirannya, suhu diluar sudah cukup dingin tapi dia bertahan tidak menyalakan pemanas dalam mobil. Suasana hatinya yang sedang panas bahkan sanggup melelehkan salju beku di sungai Han. Gila! Benar-benar gila! Jordan tidak bisa percaya Jun mengkhianatinya.

Sonouvab**ch !” geramnya.

Ponsel Jordan berdering nyaring, kalau saja dia melihat nama Jun terpampang di layar ponsel yang akan dia lakukan selanjutnya adalah melemparkan benda itu keluar jendela. Beruntung, sang ponsel tidak harus meregang nyawa. Jordan menatap layar ponsel di atas dashboard dengan bingung. Meski tulisan hanggulnya masih buruk, Jordan bisa mengerti sebentukan tulisan itu. Kim Jeung-won. Dia langsung menekan tombol handsfree di telinga.

“Ya.”

Hyung, kau dimana?”

“Di mobil. Kau?”

“Club XX. Jun hyung barusan meneleponku, dia bilang…”

“Tunggu disana, dan jangan katakan apapun pada si brengsek itu. Mengerti?!” Jordan menutup ponselnya.

***

Hyung, pelan-pelan. Kau minum seperti minum air saja. Ini sudah botol yang ke tiga!” ujar Jeung-won dengan nada khawatir.

Just shut the hell up! Aku tidak akan segan-segan meninjumu, jadi diamlah!” Pria itu tidak berdaya menghentikan Jordan. Mereka menggunakan salah satu privat-room. Kehebohan sudah terjadi begitu Jordan memasuki lokasi Club, para wanita berubah menjadi ganas menyaksikan sosok Jordan Park muncul di tengah-tengah mereka. Sebenarnya banyak dari wanita-wanita itu ingin bergabung bersama mereka, tapi Jeung-won terpaksa menghentikan aksi nekat mereka dengan membawa Jordan ke salah satu ruang private-room. Jeung-won tahu bagaimana Jordan bila sudah diliputi amarah, dampaknya akan mengerikan.

Jeung-won sadar Jordan sudah kehilangan kendali, lebih baik meninggalkan pria itu sendirian dan biarkan dia melakukan sesuka hatinya.

Jeung-won, salah satu aktor traineer junior di manajemen Jordan, dia juga mengambil pekerjaan sampingan sebagai bartender di sebuah klub malam ini. Itu alasannya mereka sedekat sekarang, bahkan sampai tahu nomor pribadi Jordan. Bisa dikatakan dia teman hang-outterbaik Jordan. Terkadang Jun terpaksa melibatkan Jeung-won jika sudah menyangkut urusan Jordan. Seperti sekarang.

Hyung, aku mungkin tidak mengerti apa masalahnya. Tapi kau akan menyetir setelah ini. Aku harap kau ingat itu.”

Jordan terkekeh, “Panggilkan aku supir pengganti kalau begitu.”

“Bisa saja kulakukan itu, seandainya pelanggan yang mabuk ini bukanlah Jordan Park.”

“Aku bukan Jordan Park,” Jeung-won sangat yakin pria ini sudah jauh melewati ambang batas kadar alkoholnya. “Namaku Willherman Jordan bukan Park, aku orang Inggris dan berdomisili di London. Kau tahu?!” Jordan meneguk segelas lagi, “Aku..eumm… bukan Jordan Park, … hanya orang biasa…” begitu ucapnya dan langsung terkapar di atas meja.

Jeung-won menyerah, “Maaf hyung,” gumamnya sambil meraih ponsel lalu menekan tombol dial pada sebuah nama di daftar panggilan masuk.

Ponsel itu terhubung pada nada sumbang ketiga, “Halo?” suara Jun dari seberang.

“Jun hyung, aku tahu Jordan hyung mungkin tidak menyukai ini. Tapi dia terlihat sangat mengerikan.”

“Baiklah aku mengerti,” desah Jun. “Jeung-won maaf merepotkan, tapi tolong kau atasi situasinya. Aku akan sampai satu jam lagi.”

Jeung-won mengangguk, “Aku mengerti. Dia akan tetap bersamaku.”

“Jeung-won sekali lagi, terima kasih.”

“Iya, aku tahu. Tidak masalah.” ujar Jeung-won sebelum kemudian menutup ponselnya. Sekali lagi dia menatap seseorang yang terkapar di meja itu. Jeung-won menggeleng, “Benar-benar, deh…”

***

“Ah, aku tidak tahu harus bagaimana jika tanpa kau. Terima kasih, aku banyak tertolong berkatmu,” Jun mengatakan itu pada Jeung-won. Pria itu terpaksa ikut menolong Jun memboyong Jordan keluar dari klub, tidak ada seorang pengunjung pun yang berhasil mencium kepergian Jordan dari tempat itu hingga mereka sampai ke lobby parkiran, itu berarti mereka berhasil mengelabui mereka. Dengan sedikit taktik Jun, mereka mencari seorang sopir pengganti dengan tinggi sama untuk mengenakan pakaian Jordan sebelum dia ditugaskan membawa mobil Jordan, sementara itu mereka mengenakan Jordan pakaian lain. Tentu saja, taktik ini tidak akan berhasil apabila sang korban masih dalam kondisi sadar. Jordan _sedang terkapar di jok belakang_ sudah tewas dari sejam yang lalu. Jordan berada di mobil Jun, sementara sang sopir pengganti ditemani Jeung-won di Porsche Jordan. Sang supir kelihatan bergairah mendapat kesempatan tersebut.

“Aku tidak tahu bagaimana situasinya. Tapi aku rasa dia benar-benar bermasalah.” ujar Jeung-won begitu mereka sampai di apartemen Jun. Jordan sudah terdampar lepas di kasur Jun.

“Yah, sangat kompleks.” Jun mengangguk, jidatnya berkerut samar. “Orang-orang itu semakin gencar dan mereka semakin agresif, lengah sedikit saja, aku tidak akan tahu apa lagi yang bisa dialami anak ini setelah ini.” Jun memberikan sekaleng bir pada pria itu.

“Mengenai penyerangan itu, apa itu benar?” tanya Jeung-won saat menerima bir tersebut.

Jun mengangguk lemah, “Menurut analisaku, mereka semua adalah para Sinister.” Jun melemparkan tatapannya keluar jendela. Rahangnya mengeras, “Apa tidak bisa mereka membiarkan kami berdiam sejenak?!”

Jeung-won mengangguk mengerti, “Yah, aku tahu kelompok itu sedikit sadis. Ditambah lagi, fans Yoo-na lumayan berat.”

“Sedikit?!” Jun menggeram, “Aku berpikir untuk memasukkan mereka satu per satu ke penjara. Berani-beraninya mereka! Satu masalah pelik, aku tidak bisa menertibkan anak itu dan memastikan dia aman. Aku tidak tahu apa ada cara agar aku selalu bisa mengawasinya.”

“Pakai saja bodyguard,” jawab Jeung-won asal.

“Apa? Darimana kau dapatkan idemu?”

Hyung ingin mengawasi dan memastikan Jordan hyung aman, bukan? Aku kira itu tugasnya bodyguard.” Jeung-won heran karena sepertinya Jun berminat dengan ide tersebut.

“Ah, menurutku pihak manapun bisa memperkerjakan private bodyguard. Masalahnya, aku tidak berpengalaman mencari guard yang sesuai untuk manajemen keartisan?”

“Itu sih bukan masalah, aku dengar banyak juga perusahaan yang memiliki basis keamanan seperti itu. Mereka seperti punya kontrak dengan pihak independen. Yah, mirip perusahan layanan jasa.”

“Aku tidak pernah dengar ada pihak independen yang melayani jasa bodyguard?” ungkap Jun bingung.

“Yah, memang pada kenyataannya itu seperti kontrak tertutup.”

Jun bergidik, “Maksudmu organisasi hitam? Mafia?”

“Tidak juga, beberapa pelanggan VIP ditempatku pernah membicarakannya. Mereka hanya perusahaan layanan jasa biasa, kontrak itu tertutup kemungkinan untuk menjaga privasi pengguna jasa, tidak lebih. Kalau hyung tertarik aku akan mencarikan informasi..” ujar Jeung-won.

“Tentu saja,” jawad Jun cepat. Terlalu cepat bahkan. “Jeung-won, kau boleh saja terlihat pendiam, tapi lihai dan pendengar yang tajam,” puji Jun. Jeung-won tersenyum tipis. Jun menatap pintu kamar selama beberapa saat, ada berbagai ekspresi yang berkelebat di sana.

“Aku percaya padanya. Jordan yang kukenal, dia bukan pecundang.” Jeung-won berkata demikian memecah keheningan yang terjadi.

“Hmm, aku juga.” balas Jun tanpa berpaling.

***

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline