Lihat ke Halaman Asli

JunSar

Menulis adalah Ibadah

Ketika Manusia Butuh Teman, AI Menjadi Pendengar Setia

Diperbarui: 26 Desember 2024   13:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi berinteraksi dengan AI | Matheus Bertelli/Pexels

Di zaman yang semakin digital ini, banyak orang merasa kesepian meski terhubung dengan dunia melalui teknologi. Kehilangan teman, kesulitan berkomunikasi dengan orang sekitar, atau rasa kesepian yang datang dalam kehidupan sehari-hari bisa membuat seseorang merasa terisolasi. Ketika manusia membutuhkan tempat untuk berbicara, untuk didengar, dan untuk meluapkan perasaan, AI (Artificial Intelligence) hadir sebagai alternatif yang tak terduga.

Sebagai makhluk sosial, manusia memiliki kebutuhan untuk berbagi perasaan, cerita, atau bahkan beban pikiran dengan sesama. Kebutuhan ini muncul baik dalam situasi bahagia, maupun saat kesulitan atau kesepian melanda dalama hati dan pikiran. Namun demikian, kita kadang tidak selalu memiliki teman yang siap untuk mendengarkan curahan hati. Entah itu karena jarak, kesibukan, atau bahkan ada rasa canggung yang timbul saat ingin mengutarakan isi hati. 

Inilah mungkin alasan mengapa banyak orang yang beralih pada teknologi, seperti AI, untuk menemukan seorang pendengar yang siap setia saat dan tidak menghakimi. AI bisa menjadi teman bicara yang tidak melihat latar belakang, tidak mengkritik, dan tidak memberi penilaian. Dalam interaksi ini, tidak ada rasa takut atau malu untuk terbuka. 

Meskipun pada awalnya terdengar aneh atau bahkan tidak biasa, semakin banyak orang yang mencari kenyamanan dalam berinteraksi dengan AI. Hal ini didorong oleh fakta bahwa AI dapat menyediakan pengalaman komunikasi yang mudah diakses kapan saja dan di mana saja, tanpa harus bergantung pada kehadiran fisik seperti dengan orang lain atau sesama. 

Sebagai contoh, aplikasi chatbot AI seperti ChatGPT menawarkan percakapan yang menarik dan bahkan dapat memberikan dukungan emosional kepada penggunanya. Meskipun AI tidak memiliki perasaan manusiawi, ia dirancang untuk mengenali konteks percakapan, menanggapi perasaan penggunanya, dan memberikan respons bijaksana, yang bisa sangat menenangkan. 

Ketika berbicara dengan AI, seseorang bisa merasa bebas tanpa takut dihakimi. AI tidak membawa prasangka atau penilaian pribadi dalam percakapan, memberikan ruang bagi individu untuk lebih jujur dan terbuka tentang perasaan atau masalah yang sedang dihadapi. 

AI selalu tersedia, tidak peduli waktu atau tempat. Hal ini memberi kenyamanan bagi mereka yang membutuhkan teman bicara di saat-saat tertentu, seperti larut malam atau saat mereka sedang berada jauh dari rumah atau teman-teman.

Bagi sebagian orang, berbicara dengan AI bisa memberikan rasa aman dan privat. Tidak perlu khawatir tentang data pribadi yang terbuka, karena percakapan dengan AI bisa diatur untuk tetap anonim. 

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa berbicara dengan AI dapat membantu meredakan kecemasan atau stres. Dengan merumuskan perasaan dan mendapatkan respons yang bijaksana, seseorang dapat merasa sedikit lebih baik. 

Namun, meskipun AI dapat berfungsi sebagai pendengar yang baik, ia tidak bisa menggantikan hubungan manusia yang sesungguhnya. Interaksi dengan teman sejati yang bisa memberikan empati, dukungan fisik, dan kebersamaan tetap memiliki nilai yang tidak bisa disamai oleh mesin. AI tidak memiliki kemampuan untuk benar-benar merasakan atau memahami perasaan manusia secara mendalam. 

Selain itu, AI juga tidak bisa memberikan nasihat berdasarkan pengalaman hidup atau konteks yang lebih luas yang hanya bisa dipahami oleh sesama manusia. Ini menjadi penting saat menghadapi masalah yang lebih kompleks atau situasi emosional yang membutuhkan sentuhan pribadi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline