Lihat ke Halaman Asli

Pak Ua

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

TV tabung 21 inchi itu sudah ikut kami kira-kira 18 tahun lamanya, kalau gadis remaja, usia itu bisa jadi sedang ranum-ranumnya, atau kalau memakai istilah Pakde Kartono "Matang Manggis". Namun untuk sebuah TV, dia sudah pantas untuk disebut WULan (alias warga usia lanjut) alias uzur.

Lalu beberapa minggu lalu tanpa aba-aba atau petunjuk apapun hari itu dia tiba-tiba berbunyi: zzzttt, buuzz... Meledaklah dia disusul terciumlah bau sangit komponen elektronik terbakar.

Kaget sejenak, untuk kemudian memaki #*@$€¥£±%, "Astaga... ini sih bakal keluar duit lagi", ujarku dalam hati...

Kemudian dibawalah TV yang sakit itu ke tukang reparasi dekat rumah, ternyata tukang reparasi itu angkat tangan alias menyerah dan bilang bahwa ongkos reparasi+komponennya cukup mahal, jadi lebih masuk akal kalau membeli yang baru saja... Apaaa? Teriakku dalam hati.

Lalu kubawalah TV itu pergi dengan perasaan dongkol, sampai akhirnya aku menemukan tukang reparasi lain di dekat rumah juga.

"Kenapa nih?" Tanyanya ramah, ketika aku datang sambil menggotong TV.

"Ga tau pak, tiba-tiba waktu dinyalain meledak!" Jawabku.

"Ooh, coba dilihat dulu ya?" Katanya sambil mengambil obeng, dan mulai membuka casing TV-nya.

"Ahh ini TV S*ms*ng, biasa yang kena IC-nya, bisa... Bisa yaa besok lah" Lanjutnya lagi "Berapa ongkosnya pak?" Tanyaku penasaran.

"Sekian" Jawabnya menyebut angka, seperlima dari angka yang diminta tukang reparasi pertama pada tulisan ini.

"Ditinggal aja (TV-nya), saya tidur (tinggal) di sini juga kok" Lanjutnya seakan menjawab keraguan di mukaku.

"Baik, saya ambil besok" Ujarku "Saya yang hubungi atau Bapak menelpon saya?" Tanyaku lagi. "Siapa nama bapak biar saya catat nomer telponnya juga"

"Nama saya Pak Ua, nanti saya telpon saja kalau sudah selesai, soalnya HaPe saya yang biasa saya pakai lagi rusak, saya catat saja nomer telpon Bapak" Kata tukang reparasi itu menutup percakapan

Betul juga, keesokan hari-nya selepas tengah hari, ada nomer telpon tak dikenal tertera di layar HaPe.

"Pak Jun?" Tanya suara di ujung sana.

"Iya saya sendiri," Jawab saya.

"Ini yang mbetulin TV pak, TV-nya sudah selesai, kapan mau diambil?" Lanjut suara di ujung sana lagi.

"Oo baik pak, sebentar saya ambil" Jawabku senang.

Singkat cerita, TV itu sudah sehat seperti sedia kala.

Pak Ua yang tukang reparasi itu bukan tukang reparasi biasa, selain memang dia telah berhasil membangkitkan TV kami yang tewas (karena dia memang tukang reparasi), Pak Ua melakukan semua pekerjaan reparasi TV itu hanya dengan satu tangan, membuka casing, melepas mur, menyolder dan pekerjaan lain.

Ya betul, beberapa tahun lalu sebuah kecelakaan telah merenggut tangan kanan dan mata kanannya.

Pak Ua memang telah kehilangan tangan dan matanya, namun tidak semangat dan harapannya. (JPR)

20:05:32

Mon, Apr 14, 2014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline