Lihat ke Halaman Asli

June

nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Film Adaptasi Rentan Menyebabkan Kekecewaan

Diperbarui: 5 Februari 2020   20:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: steemkr.com

Perkembangan dunia perfilman Indonesia belakangan semakin membaik. Hal ini ditunjukan dengan banyaknya produksi film Indonesia dan penyangannya.

Beberapa film dengan genre dan cerita tertentu sempat mengalami masalah untuk mendapatkan izin edar dan tayang, seperti film "Kucumbu Tubuh Indahku".

Film yang disutradarasi oleh Garin Nugroho ini dilarang untuk tayang di Indonesia. Sementara di Indonesia "Kucumbu Tubuh Indahku" dikecam oleh sejumlah pihak, di luar negeri film ini justru menuai prestasi yang membanggakan.

Harus diakui bahwa dunia sinema Indonesia beberapa tahunyang lalu memberikan warna buruk bagi dunia perfilman Indonesia, karena hanyamenjual sensasi dan mempertontonkan daya tarik vulgar semata, tanpa dibarengidengan cerita yang bagus untuk ditonton.

Orang-orang pergi menonton film horor Indonesia bukan karena ingin merasakan ketegangan yang memang tercipta dari genre horor tersebut, melainkan untuk menikmati adegan-adegan panas berbau seksual.

Namun, pada akhirnya stigma "film porno katanya horor" diIndonesia tersebut diputuskan oleh sejumlah seniman perfilman lainnya yangmemang dengan tekun dan passion padadunia film.

Sebut saja Joko Anwar, yang telah mengakhiri stigma "film horor Indonesia = film porno". Mengemas ulang dan membangkitkan ulang film lawas Indonesia berjudul "Pengabdi Setan" dengan alur cerita yang disesuaikan dan teknologi produksi film yang semakin baik, membuat penonton puas dengan hasilgarapannya tersebut.

Selain itu, sinema Indonesia juga banyak menampilkanfilm-film yang diadaptasi dari dokumentari, biografi, hingga cerita dari novel.

Fenomena film adaptasi tidak hanya terjadi di Indonesia saja. Fenomena film adaptasi terjadi di negara-negara lainnya.

Sebut saja "Harry Potter", "Hunger Games", "Fantastic Beast", "Percy Jackson", dan masih banyak lagi. Di Indonesia contohnya ada "Ayat-Ayat Cinta", "Laskar Pelang", "Terlalu Tampan", dan banyak lagi.

Bila sutradara sudah berani untuk memproduksi film adaptasi dari novel ataupun webtoon, mereka harus sudah siap untuk melampaui ekspektasipenontonnya nanti.

Film adaptasi secara teknik bisa dikatakan lebih mudahkarena terpangkas di ide cerita. Penulis dan tim produksi lainnya hanya dimintauntuk mengembangkan atau menerjemahkan tulisan-tulisan tersebut ke dalampenggambaran visual.

Kekuatan dari film adalah audio visualnya. Sedangkan kekuatan dari tulisan adalah imajinasi liar yang bisa diproduksi pembaca didalam pikirannya.

Bila film yang diadaptasi dari novel tidak sanggup mengalahkan imajinasi ataupun mewaraskan imajinasi liar dari pembaca novel tersebut ketika menonton film itu, maka hanya akan membuat penonton kecewa.

Kekecewaan penonton pada film adaptasi umumnya juga disebabkan karena ada core story yang penting di dalam novel tidak dimunculkan, atau tidak memberi penonjolan yang kuat seperti apa yangtersaji di novel.

Unggulnya novel adalaha setebal apapun novel tersebutpastilah cukup detail. Namun, film memiliki ukuran waktu, dan untuk menikmatifilm ibaratnya dalah satu kali pakai, tidak ada pause.

Sehingga kebanyakan film adaptasi tidak menampilkan keseluruhan plot dari novel. Hal ini yang cukup banyak membuat penonton kecewa,karena adegan yang ia harapkan dari novel, justru tidak ditampilkan di dalamfilm.

Lebih dari 50% penontonnya merasa tidak puas. Tidak sampai 10% yang merasa puas, dan umumnya adalah penonton yang belum pernahmembaca novelnya.

Meski demikian, hal ini berbanding terbalik bila dilemparkanpertanyyan "apakah mereka akan tetap kembali menonton film adaptasi?", angkayang menjawab "ya" juga lebih dari 50%.

Dan hanya berkisar 13% yang tidak akanmenonton film adaptasi kembali. Keinginan untuk menonton film adaptasi dimulaidengan rasa suka pada novel. Kemudian berlanjut pada rasa penasaran akanseperti apa tokoh-tokoh divisualisasikan dalam film, dan penasaran dengan alurcerita versi filmnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline