Bacaan ini membicarakan mengenai konflik agama yang terjadi di Indonesia. Dalam bacaan ini tak hanya memaparkan konflik agama semata, namun juga ada konflik etnis dan ekonomi di dalamnya.
Kekerasan yang menyeret agama, etnis, ekonomi, serta kaitannya dengan kelompok-kelompok tertentu yang bermain tangan dan bisa disebut sebagai penanggung jawab atas konflik yang terjadi.
Dalam bacaan ini juga dimuat bahwa ada dugaan bahwa konflik agama dan etnis yang terjadi di Indonesia sebagai permaianan dari kelompok elit tersebut.
Agama dianggap sebagai penyebab konflik utama (yang paling sering menyebabkan) di Indonesia. Mulai dari awal pembentukan negara ini, perdebatan asas negara ini sudah dibuka dengan perdebatan apakah asasnya ialah negara Islam, atau negara yang berlandaskann pada "The One True God".
Konflik seperti ini senantiasa tidak pernah absen dari beberapa pembabakan masa, mulai dari masa Orde Lama, Orde Baru, hingga Reformasi (bahkan mungkin setelah masa Reformasi konflik semacam ini langgeng di Indonesia).
Masa yang paling tampak mendapat "kutukan" adalah masa Orde Baru. Pada awal pembentukkannya dan berakhirnya masa Orde Baru terjadi pecahnya konflik horizontal dan vertikal. Konflik ini dimainkan oleh aktor-aktor elit.
Konflik yang terjadi merupakan permainan politik, dengan memajang konflik horizontal seperti agama dan etnis yang dicurigai sebagai kabutnya. Sepanjang masa Orde Baru dipenuhi dengan konflik-konflik dan kekerasan hinggan kejahatan kemanusiaan.
Konflik agama yang terjadi di Ambon antara orang-orang yang beragama Islam dengan orang-orang yang beragama Kristen mendapat campur tangan elit di dalamnya.
Konflik horizontal yang sensitif ini menyisakan ketegangan bahkan paska konflik, bisa dikatakan bahwa masih ada konflik dingin yang tertanam kuat dalam diri korban kekerasan yang mengalami langsung peristiwa tersebut. Trauma tersebut juga direproduksi ke kerabat dan keluarga, sehingga tetap menyisakan sensitifitas horizontal.
Dugaan bahwa agama dan etnis menjadi "kambing hitam" dari kelompok elit untuk menggiring atensi masyarakat agar menaruh atensi pada kekerasan horizontal tersebut, dan melepaskan atensi dari apa yang aktor-aktor tersebut coba untuk lindungi.
Aktor-aktor ini paham bahwa agama dan etnis merupakan hal yang paling mudah dibenturkan, dan paling mudah untuk menarik fokus masyarakat untuk terlibat di dalamnya.