Lihat ke Halaman Asli

June

nggak banyak yang tahu, tapi ya nulis aja

Kalimat "May Day is Fun Day" yang Sungguh Menyinggung Perasaan

Diperbarui: 1 Mei 2018   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Immaterial Labour and Data Harvesting

1 Mei diperingati sebagai Hari Buruh Internasional. Hari ini juga disebut sebagai May Day karena peringatannya tepat pada hari pertama di bulan Mei. Lantas apakah Hari Buruh itu? Apakah hari pesta senang-senang, santai-santai bagi para buruh? Bukan. Hari Buruh merupakan peringatan atas kemenangan kelompok buruh di Haymarket Chicago, Amerika Serikat. 

Menang atas perjuangan mereka dalam memangkas jam kerja para buruh yang sebelumnya mereka harus bekerja 20 jam dalam satu hari, menjadi 8 jam kerja dalam satu hari.  Demonstrasi besar-besaran itu terjadi pada tanggal 1 Mei 1886.

Perhitungan 8 jam kerja ini ditentukan oleh para buruh saat itu dengan perbandingan 3/24 jam. 8 jam waktu kerja, 8 jam waktu istirahat, dan 8 jam waktu untuk rekreasi. Bayangkan saja bila waktu kerja ini tidak diperjuangkan oleh para buruh kala itu. Dengan waktu kerja 20 jam, maka kehidupan para buruh hanya seputar pabrik dan kerja, hanya punya waktu 4 jam untuk istirahat.

Penetapan 1 Mei sebagai Hari Buruh ini ditetapkan di Paris oleh Kongres Sosialis Dunia pada tahun 1889. Di Indonesia 1 Mei ditetapkan sebagai Hari Buruh dan juga sebagai hari libur nasional baru pada tahun 2013, tepatnya 29 Juli 2013 melalui Keputusan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2013. Hingga kini terdapat 92 negara yang turut menetapkan dan merayakan tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh.

Meski dalam sejarah mencatat dan mengatakan bahwa May Day atau Hari Buruh sebagai peringatan kemenangan para buruh dalam memperjuangkan kemanusiaan dalam kerja, namun itu adalah kemenangan saat itu. Bagaimana dengan konteks saat ini? Bukanlah perkara yang sukar bagi kita untuk melihat perbudakan terhadap buruh di dunia kapitalis ini.

Banyak perusahaan yang mengeksploitasi tenaga para buruh. Mereka bekerja dengan ditetapkan waktu kerja ataupun targetnya. Dan apakah mereka menerima gaji yang sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan?

Tidak! Hal seperti ini paling mudah kita temukan pada perusahaan atau pabrik besar, yang kebanyakan bergerak pada barang pakai seperti sepatu, tas, pakaian, dsb. Untuk menyelesaikan satu item buruh dihargai hanya seberapa saja. Padahal ketika dilepaskan ke pasar, harga item tersebut melonjak sangat jauh. Bisa puluhan kali lipat, atau bahkan ratusan kali lipat dari nilai uang untuk si buruh. Ironi? Sepertinya begitu!

Bagai langit runtuh! Beberapa waktu yang lalu Menteri Ketenagakerjaan RI, Hanif Dakiri, membuat usulan agar Hari Buruh dirayakan dengan aktivitas yang menarik, dengan berbagai kegiatan postif. Namun bukan itu yang saya rasa menjadi masalah. Masalahnya saya temukan pada munculnya kata "Fun Day", kata yang disandingkan dengan "May Day".

May Day atau Hari Buruh bukanlah hari senang-senang, namun PERINGATAN atas PERJUANGAN para buruh di masa lalu di negeri Paman Sama sana. Hari Buruh adalah hari perjuangan kelas. Belum lagi melihat fakta tersembunyi bagaimana pemuja kapitalisme oleh kaum borjuis mengekploitasi para pekerjanya. Sopankah? Santunkah? Bijakkah? Fun Day?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline