Setuju sekali, jika toilet dijadikan salah satu indikator kebersihan bahkan mutu sebuah sekolah. Sayangnya, toilet yang kotor (mohon maaf) seolah telah menjadi kearifan lokal kita, pesing, bau, berlumut, dan jauh dari kata layak. Ironisnya, kondisi ini sering kali dianggap wajar dan dibiarkan begitu saja.
Padahal, toilet yang bersih bukan sekadar fasilitas tambahan, melainkan kebutuhan mendasar yang mencerminkan pola pikir dan budaya warga sekolah.
Lingkungan yang higienis menciptakan suasana belajar yang sehat dan nyaman. Sebaliknya, toilet kotor hanya menjadi sumber penyakit dan menunjukkan kelalaian kita dalam menjaga lingkungan sekolah yang seharusnya menjadi tempat pendidikan karakter, termasuk soal kebersihan.
Di banyak tempat, toilet fasilitas publik keadaannya memang demikian. Akibatnya, banyak orang menganggap toilet yang jorok sebagai sesuatu yang biasa dan tidak perlu dipermasalahkan.
Hingga saat ini, toilet belum menjadi salah satu faktor utama dalam keputusan orang tua memilihkan sekolah untuk anak-anak mereka. Setidaknya, itu yang terjadi di kota kami. Orang tua masih sibuk berebut sekolah dengan "peringkat" tinggi, unggulan atau tidak unggulan.
Mungkin hal ini berbeda di kota-kota besar, di mana pilihan sekolah, baik negeri maupun swasta, jauh lebih banyak. Bisa jadi, di sana sudah ada orang tua yang mempertimbangkan toilet bersih sebagai salah satu alasan memilih sekolah.
Namun, khusus di Kota Metro, saya belum pernah menemui orang tua yang memilih sekolah anaknya karena alasan kebersihan toilet.
Meski demikian, saya sepakat bahwa toilet yang bersih merupakan salah satu indikator penting pengelolaan sekolah yang baik. Kebersihan toilet mencerminkan perhatian warga sekolah terhadap kebersihan secara keseluruhan.
Belum Jadi Indikator Utama
Kebersihan toilet sering dianggap angin lalu. Dalam berbagai pemeriksaan atau evaluasi terhadap sekolah oleh sejumlah lembaga pengawasan, seumur-umur saya belum pernah mendengar toilet menjadi bahasan serius.