Lihat ke Halaman Asli

Junjung Widagdo

TERVERIFIKASI

Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Gentrifikasi dan Paradoks Kedaulatan Pangan: Pengalaman dari Kota Kami

Diperbarui: 21 Oktober 2023   13:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: KOMPAS.com dari SHUTTERSTOCK.com/JET ROCKKKK 

Dalam upaya mengatasi krisis pangan di tengah arus perubahan modernisasi perkotaan yang terus bergulir, mari bersama-sama menjelajahi pengalaman di kota kami.

Di kota kami, kami menyaksikan bagaimana lahan pemukiman terus menyusut, dampak gentrifikasi yang tak bisa dihindari, serta transformasi perilaku generasi muda yang terpaut oleh kemajuan teknologi informasi.

Masa lalu kami penuh kenangan indah, dengan mata kami pernah dimanjakan oleh panorama luas areal persawahan yang membentang tanpa batas di kota ini. Namun, hari ini, pandangan kami terhenti pada dinding-dinding beton menjulang yang menggeser hamparan hijau. Urbanisasi yang berkecamuk telah meninggalkan jejak yang tak terbantahkan.

Gentrifikasi, dengan semua kemajuan dan perkembangan infrastruktur yang dibawanya, memunculkan suatu paradoks menarik. Bagaimana mungkin kami terus mendeklarasikan pentingnya kedaulatan pangan sementara gentrifikasi merenggut lahan-lahan yang semula subur menjadi zona pemukiman yang begitu mengesankan? Lahan-lahan pertanian yang dulu subur dengan hasil panen kini telah berubah menjadi pemukiman mewah, menyapu bersih kenangan-kenangan hijau nan indah.

Kota kami mencerminkan bahwa mengatasi krisis pangan dari pekarangan rumah adalah upaya yang tak mudah. Namun, dalam pengalaman kami, kami juga memahami bahwa pemerintah harus ambil langkah tegas jika kami ingin menjalankan upaya ini dengan sungguh-serius. Mereka harus mengambil tindakan yang berkelanjutan untuk melindungi lahan pertanian dan menyadari bahwa gentrifikasi tak seharusnya mengorbankan lahan yang subur dan produktif.

Tak lupa, pengalaman kami juga menegaskan pentingnya mengaitkan upaya mengatasi krisis pangan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

SDG ke-2, "Zero Hunger," menekankan pentingnya akses makanan yang cukup dan bergizi bagi semua. Oleh karena itu, kami meyakini bahwa mengatasi krisis pangan dari pekarangan rumah harus menjadi komponen yang tak terpisahkan dalam rencana pembangunan berkelanjutan yang tengah diusahakan. Seluruh warga di kota kami memiliki peran penting dalam menjawab tantangan ini, dan saatnya untuk bertindak adalah sekarang.

Dalam perjalanan melawan arus gentrifikasi yang menghantam kota kami, kami berhadapan dengan dua tantangan utama yang mempengaruhi kedaulatan pangan: tergerusnya lahan pertanian dan pudarnya semangat menjadi petani. Mari jelajahi kedua tantangan tersebut.

Pertama, Tergerusnya Lahan Pertanian

Dilema yang dihadapi dalam mengatasi krisis pangan memang tak bisa dianggap enteng. Di satu sisi, kami memahami prinsip bahwa lahan pertanian adalah hak pribadi pemiliknya dan mereka memiliki kebebasan untuk mengelola lahan tersebut sesuai kehendak mereka. Maka tak heran jika pemilik lahan memilih untuk mengubahnya menjadi pemukiman atau menjualnya kepada pengembang. Semua tindakan ini sah dan berdasar pada hak milik mereka.

Namun, di tengah urgensi yang tak bisa diabaikan dalam mempertahankan kedaulatan pangan, permasalahan lahan pertanian harus menjadi prioritas utama. Kami tak bisa mempertahankan kedaulatan pangan tanpa lahan yang cukup untuk bertani. Sehingga, inilah sektor yang harus disikapi dengan serius.

Solusi terkait regulasi perlu menjadi sorotan pemerintah dalam menghadapi masalah ini. Regulasi yang dapat melindungi lahan pertanian produktif perlu dipertimbangkan, mengingat kepentingan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Selain itu, mencari solusi yang menguntungkan semua pihak perlu diupayakan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline