Lihat ke Halaman Asli

Junjung Widagdo

TERVERIFIKASI

Guru SMAN 1 METRO, LAMPUNG

Pelabelan adalah Persangkaan terhadap Rabb Semesta Alam

Diperbarui: 31 Agustus 2022   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://pixabay.com/id/photos/kartu-hadiah-pembungkus-kado-1835447/

Beberapa kebiasaan yang tidak kita sadari kadang menjadi label bagi diri kita, maka selayaknya kita wajib waspada pada setiap tindak tanduk tingkah laku yang kita lakukan setiap waktu. Ada di dekat sekitar lingkungan  penulis seseorang yang selalu menjulurkan lidahnya "melet" tiap beberapa menit sekali, maka jadilah dia diberikan julukan "tukang melet", dan "merek" itu menjadi seolah olah seperti kesepakatan bersama bagi setiap orang yang tinggal berada bersama dengan "tukang melet" tersebut. Agak seram ya, kita diberikan label sesuai dengan apa yang sering kita lakukan yang kadang tanpa kita sadari. Sebenarnya juga hal-hal tersebut harusnya menjadi pemicu bagi kita untuk tidak berbuat sesuatu yang negatif berulang kali, ada sisi positifnya jika memang kebiasaan yang kita lakukan adalah kebiasaan kebiasaan yang baik. Contoh "entengan tangane" (ringan tangan) adalah pelabelan bagi orang yang sering dengan mudahnya membantu orang lain. Dengan pelabelan tersebut, maka orang tersebut juga akan lebih terpacu untuk selalu membantu orang lain. Tapi bagaimana jika pelabelan itu untuk sesuatu yang negatif? "tukang bolos" misalnya, sangat berbahaya jka pelabelan ini terjadi, seorang siswa yang di labeli sebagai "tukang bolos' bisa jadi berontak dan frustasi karena dirinya di labeli sebagai "tukang bolos", justru pelabelan ini membuat dirinya untuk malah pasrah dengan keadaan, beranggapan bahwa memang dia adalah tukang bolos, dan setiap orang tahu bahwa dia adalah tukang bolos, ngapain harus masuk kelas lagi? serem kan ya.

Maka narasi di atas bisa jadi benang merah, mengapa kita diminta untuk berkata yang baik-baik terhadap anak kita sendiri. Hal di atas menjadi contoh, siswa yang dilabeli sebagai tukang bolos maka dia akan memproyeksikan dirinya beneran sebagai siswa yang tukang bolos. Jangan sampai kita melabeli siapapun terlebih anak kita sebagai anak bodoh, karena pelabelan yang jelek ini justru membuat anak semakin frustasi, marah terhadap pelabelan tersebut, alih-alih kita berharap dia menjadi pintar karena terpacu dilabeli siswa bodoh justru mereka dalam frustasinya tersebut memproyeksikan diri sebagai siswa yang benar-benar bodoh.

Berlaku juga untuk diri kita sendiri, jangan sampai kita melabeli diri kita ini tentang sesuatu yang negatif, karena pelabelan ini merupakan stimulan otak untuk menjalankan perintah menyajikan diri kita dalam pelabelan yang sedang kita lakukan. Labeli diri dengan sesuatu yang positif, bahwa saya bisa, saya mampu, saya baik, jangan berikan label yang negatif terhadap diri kita. Sesekali ajak dialog diri kita sendiri, dan katakan bahwa saya bisa, saya mampu saya kuat maka setiap sel yang ada di tubuh kita akan membuat koordinasi sempurna memproyeksikan stimulan pelabelan yang kita lakukan bahwa kita memang bisa, mampu dan kuat. 

Pelabelan ini adalah sebuah persangkaan, baik itu persangkaan baik ataupun buruk terhadap Rabb Pencipta Alam Semesta. Dalam sebuah hadits di sebutkan bahwa "ALLAH itu sesuai dengan persangkaan hambaNya", maka mulai sekarang yok lah kita labeli berikan persangkaan yang baik untuk diri kita, anak kita dan juga orang-orang yang berada di sekitaran kita, semoga dengan pelabelan/ atau persangkaan yang baik ini menjadi doa agar kita dan mereka bertumbuh baik sesuai dengan persangkaan tersebut.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline