Jero Wacik, boleh dibilang sosok mantan menteri yang fenomenal. Bayangkan saja, selama berkarier di dunia politik, belum genap satu tahun, dirinya berhasil menduduki jabatan sebagai menteri. Dan itu sebagai representasi dari partai politik. Dalam sejarah kementerian pun dapat kita catat, belum pernah ada seorang menteri dalam sejarah Kementerian yang ditugaskan dua periode berturut-turut.
Di era SBY, Jero Wacik menjadi salah seorang menteri yang sangat dibanggakan. Dibanggakan karena prestasi kerjanya yang nyata. Tanpa pamrih akan iming-iming, uang, atau posisi-posisi yang mengenakkan hidupnya. Jabatan menteri yang pernah diembannya dia jalankan dengan penuh dedikasi dan loyalitas tinggi.
Jabatannya sebagai menteri kala itu memang benar-benar dia dedikasikan untuk negara. Bahkan bisa dibilang, dia orang yang sangat loyal untuk negara. Keluarganya pun sempat terabaikan. Loyalitas yang Jero Wacik lakukan tidak minta hitung-hitungan. Semua dilakukan dengan semangat, loyalitas, dan kerja cerdas. Ya, semangat mengemban amanah rakyat. Orang-orang seperti beliaulah mestinya diperbanyak di negara ini, bukan di “singkirkan”.
Selama bertugas dan menjabat sebagai menteri, semua urusan kenegaraan dan hal-hal yang menyangkut pekerjaan, beliau lakukan sesuai prosedur. Mungkin tidak pernah yang namanya terbersit mengambil uang rakyat. Jero Wacik bukan orang yang seperti itu. Dia sangat memegang teguh prinsip. Bahwa yang bukan haknya tak akan beliau sentuh. Beliau mengambil yang memang menjadi haknya, tidak lebih.
Secara mengejutkan, dirinya dijegal dengan beberapa pasal yang berkaitan dengan emban jabatan selama dirinya bertugas menjadi menteri. Jaksa Penuntut Umum KPK mendakwa dirinya dengan beberapa pasal selama mengemban tugas sebagai menteri. Pasal-pasal yang didakwakan dan dituntut kepadanya adalah pasal 12 huruf e di Kementerian ESDM dengan dakwaan pemerasan, memaksa bawahan, merugikan keuangan negara Rp10,3 M, pasal 11 menerima gratifikasi, pasal 3 di Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, yaitu penyalahgunaan DOM, merugikan keuangan negara Rp8,4 M
Pasal 12 huruf e, Pemerasan di Kementerian ESDM dan Memaksa Bawahan, ini menjadi tanda tanya. Karena biasanya pemerasan berkenaan dengan karakter, kebiasaan, juga perjalanan (track record) seseorang. Dari kaca mata saya, Jero Wacik bukan orang yang seperti itu. Hal ini sangat bertolak belakang dengan kebiasaan beliau. Di Bali, beliau dikenal sebagai pemangku, yaitu pemimpin tertinggi umat Hindu di Pura. Pastinya, tindakan-tindakan tersebut tidak diajarkan dan justru dijauhkan.
Teman-teman beliau yang melakukan kunjungan Rutan Cipinang pun memasang mimik muka yang tak percaya, kok Jero Wacik dituduh memeras. Beliau, sebagai menteri menanamkan nilai-nilai etos kerja yang sangat tinggi. Beliau selalu meminta kepada jajarannya untuk bekerja secara baik, mengabdi untuk negera, bekerja keras, menaati semuan undang-undang, peraturan, dan selalu meminta dirinya untuk terus diingatkan agar tidak melanggar rambu-rambu pemerintahan.
Sebagaimana diketahui, di Kementerian ESDM pada saat dirinya menjabat sebagai menteri, ada sekitar 7.000 pegawai. Tetapi, tak satupun mengatakan bahwa dirinya sebagai pemeras dan meminta-minta unang dari bawahannya. Sementara, itu bukan budaya yang tertanam dalam diri Jero Wacik. Memaksa, itu baginya sangat memalukan.
Memaksa bawahan bukan tipikal Jero Wacik. Meminta Kick Back kepada rekanan pun apalagi. Dirinya didakwa memaksa eselon 2 (Rida, Didi, Susyanto, Arif, Sri Utami, Dwi Purwanto, Ego melalui Waryono Karno Sekjen ESDM untuk meminta kick back kepada rekanan.
Dari hal ini khususnya para saksi yang menjadi fakta persidangan, kick back sudah dilakukan mulai awal tahun 2010. Sementara, PPK tahun 2010 dijabat oleh Ahmad Sudaryanto, dengan coordinator Sri Utami, dan PPK tahun 2011 dijabat Dwi Handono, dengan rekening atas nama Indah Pratiwi (swasta, yang menjadi teman Sri Utami), dan uang kick back sudah masuk berjumlah 15 M. Sedangkan Jero Wacik saat itu belum menjadi menteri ESDM.
Pastinya, dia (Jero Wacik) secara akal sehat, tidak bisa memerintahkan Sekjen ESDM di awal 2010 sedangkan beliau dilantik menjadi menteri oleh SBY pada 19 Oktober 2011 (ketika SBY me-resuffle kabinet). Tuduhan maksa bawahan GUGUR! Waryono Karno mengaku takut secara psikologis membantah dan melawan atasan (ini kata-kata yang dikarang oleh WK, dan berpura-pura saja). Padahal, pada Januari 2010, uang sudah dikumpulkan oleh WK, tetapi WK justru berkata disuruh oleh Jero Wacik, anehnya lagi, mengapa penyidik percaya? Ada apa dengan ini? Jero Wacik tidak pernah menyuruh menyamakan DOM ESDM dengan DOM yang ada di KEMENBUDPAR.