Lihat ke Halaman Asli

Jero Wacik, Semangat dan Antusiasme yang Terus Membara

Diperbarui: 16 Agustus 2016   11:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Salah satu buku tentang Jero Wacik: Catatan Tercecer Selama Sewindu. Foto: Dok. Pribadi

Jujur saja, jika saya berada di posisi yang menurut saya “tidak bersalah”, pastinya segala sesuatu akan saya tempuh demi mendapatkan kebenaran yang hakiki. Hal itu sebagai bentuk tindakan untuk mendapat keadilan yang seadil-adilnya. Meski negara ini adalah negara hukum, akan tetapi pola-pola penegakan hukum yang dibuat seakan dibuat main-main. Seseorang yang menjadi “pesakitan” akan ditambah-tambah agar tetap dalam keadaan sakit hingga akhirnya “Menyerah” dan tak mampu berbuat apa-apa.

Kasus yang menimpa Pak Jero Wacik dalam kaca mata saya, sangat memberikan pelajaran berharga dalam hidup saya. Hal itu terlihat terutama dalam penegakan hukum untuk dirinya. Semestinya, penegakan hukum harus dipisahkan dan terbebas dari beragam urusan maupun kepentingan politik. Menarik penegakan hukum ke dalam episentrum politik yang  pada akhirnya akan memperlemah upaya pemberantasan korupsi atau justru mengorbankan orang-orang yang tidak berdosa dan tidak melakukan korupsi menjadi terdakwa atau pelaku. Ini sungguh tidak adil jika tidak dicermati secara jeli, terutama oleh penegak hukum dalam hal ini, Jaksa dan hakim sebagai pemutus persidangan. 

Penegakan hukum menjadi imparsial dan cenderung menguntungkan pihak-pihak tertentu yang memegang kendali atau kekuatan politik tertentu. Pemerintah harus mengevaluasi kembali posisi atau jabatan strategis di bidang hukum agar terbebas dari kepentingan politik tertentu.

Pada kasus Jero Wacik ini, putusan pengadikan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 9 Pebruari 2016 yang dimintakan banding. Sebagaimana isi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 20 Juni 2016, Menerima permintaan banding yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum KPK. Lantas, apakah cara mengadili sudah dijalankan sebagaimana mestinya, dan apakah  pengadilan telah melampaui batas kewenangannya, tipikor dalam hal ini apakah sudah sesuai dengan kewenangannya untuk koruptor? Terpenting lagi, apakah hakim sudah melakukan  tindakannya dengan benar atau tidak? Apa ukuran yang benar-benar dapat dipertanggungjawabkan dan adil untuk Jero Wacik?

Proses pengadilan Jero Wacik dapat dilanjutkan ke tingkat Mahkamah Agung. Bukan Jero Wacik yang meminta untuk naik ke tingkat MA, akan tetapi ada rasa ketidakpuasan JPU KPK yan belum puas hati jika Jero Wacik belum mendapatkan hukuman seperti yang dituntut JPU. Menurut saya, ketidakpuasan JPU KPK ini seperti orang yang sedang “mencari-cari” salahnya orang yang tidak melakukan perbuatan kejahatan.  Kasus yang disangkakan kepada dirinya untuk tindakan pemerasan di kementerian ESDM. Jero Wacik dijadikan tersangka pertama pada tanggal 3 September 2014 untuk tuduhan pasal 12E pemerasan dan memaksa anak buah mengumpulkan danafeedback.

Jero Wacik dituduh meminta uang kepada bawahannya di kementerian ESDM untuk keperluan pribadi hingga  jumlahnya mencapai angka fantastis RP10,381 Miliar selama tahun 2011-2013. Sementara tuduhan yang dilontarkan KPK tidak benar.

Begini saja, berpikir sederhananya, kalau orang tidak melakukan perbuatan memeras, tetapi tetap dituduh memeras, pastinya orang yang disangkakan akan terus melawan dan menyatakan tidak melakukan dengan cara apapun. Ketika saksi-saksi dihadirkan untuk dimintai keterangan di hadapan para hakim, semua mengatakan TIDAK pernah memberikan uang untuk kepentingan pribadi kepada Jero Wacik. Ini harusnya menjadi penguat ketidakbenaran KPK dalam mengungkap kasus. Buper (bukti pertama) yang dicari-cari KPK saja sudah tidak benar.

Sebagaimana yang pernah dilontarkan oleh Prof. Romli, “Banyak penetapan tersangka ketika Abraham Samad menjadi Ketua KPK untuk bukti-bukti permulaan itu ngawur”. Dari lontaran kalimat Prof. Romli saya berpikir, KPK harus  benar-benar jeli untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka dengan bukti-bukti yang nyata dan saksi-saksi pendukung yang dapat dipertanggung jawabkan.

Jika dari sini saja KPK sudah salah menetapkan orang sebagai tersangka, orang yang benar akan jadi salah dan sebaliknya. Hakim-hakim TIPIKOR tidak buta mata untuk langsung menerima tuntutan JPU dengan bukti-bukti permulaan yang lemah dan tidak dapat dipertanggungjawabkan untuk dikuatkan sebagai bukti.

Dari raut wajahnya ketika saya berkunjung ke Cipinang, terlihat menahan amarah atas tuduhan tersebut. Saksi-saksi yang dihadirkan seperti tak dianggap. Dalam hal ini termasuk kesaksian Wakil Presiden Jusuf Kalla. JPU tetap minta Jero Wacik dihukum 9 tahun dan tak rela jika Jero Wacik lepas begitu saja.

Dari bukti-bukti yang ada dan kesaksian para saksi di persidangan, sudah seharusnya Jero Wacik tidak dapat dijadikan sebagai tersangka. Dari penetapan tersangka untuk dirinya pun sudah salah. Seharusnya, 20 hari setelah dirinya dijadikan tersangka, mestinya sudah harus diadili. Lha, kenyataannya tidak.  Sepertinya, KPK masih mencari-cari kesalahan lagi untuk dirinya agar dapat dijadikan bukti baru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline