Masih terpatri jelas dalam pikiran dan ingatan. Sepulang Sekolah, tiba di rumah. Melanjutkan hari dengan bermain di halaman rumah. Bersama kawan-kawan Sekolah menengah pertama bersorak-sorai dan berlomba apa saja, menunjukkan siapa yang kuat, menang, dan berkuasa. Hari beranjak pukul empat sore, Ibu memanggil.
Sebuah susunan rantang wadah tempat makan, sebutannya Bontot. Tolong, antarkan bontot ini untuk bapakmu di Pabrik. Pesan Ibu sambil memberikan rantang bersusun itu.
Mengendarai sepeda menuju pabrik di mana bapak bekerja lembur. Waktu itu bulan puasa, jadi bapak dipaksa untuk bekerja melebihi jamnya. Ya, itulah kisah nyata, aku saksi, aku anak buruh, betapa buruh dipandang sebagai pekerjaan enteng bagi para penguasa. Tulisku!
BURUH ADALAH SETIAP ORANG YANG BEKERJA DENGAN MENERIMA UPAH ATAU IMBALAN DALAM BENTUK LAIN, UU No. 13 Tahun 2003.
Tanggal 17 April 2019 lalu merupakan pemilihan umum yang diputuskan menjadi hari libur nasional agar semua masyarakat di seluruh pelosok negeri ini berjalan kaki membawa diri ke bilik suara untuk memilih wakilnya di tingkat dua, tingkat satu, bahkan di Senayan dan tentunya sang nahkoda dan wakilnya, presiden dan wakil presiden. Dan sejarah mencatat bahwa pesta demokrasi yang diamati oleh lembaga-lembaga riset dari negara-negara di dunia itu mengisahkan duka cita mendalam.
Kelelahan dan ketidaksiapan lembaga pelaksana serta hitungan penghematan yang mengada-ngada telah mengantarkan para pahlawannya ke istana terakhirnya, ketenangan, kematian, kehidupan yang kekal. Kesedihan pasti masih terasa serta menyelimuti suasana keluarga. Duka terdalam diucapkan pada mereka yang ditinggalkan oleh kekasih hatinya.
Petugas-petugas yang gugur itu adalah buruh. Buruh yang mensukseskan pemilu 17 April 2019. Namun, dua kubu yang bertarung laiknya petinju masih saja saling melemparkan opini di media pemberitaan, seperti gelandang pemain sepak bola juga, mengarahkan opini ke arah yang membuat para penontonnya bersorak-sorai, bengong, membingungkan, keanehan, lucu dan tertawa. Siapakah yang bersalah? Kasihan, lembaga pelaksana seakan-akan dihina bahkan dicaci maki seenaknya saja.
Ahhh...biarlah hakim-hakim suci di Mahkamah Konstitusi saja yang memutuskan nantinya, siapa yang akan menjadi pemenangnya, bukan? Berakhirlah perseteruan ini. kejujuran dan kebenaran akan selalu ada, hidup selama-lamanya. Hanya saja kebohongan menjadi rival utamanya.
Tanggal 1 Mei 2019 dalam kalender akademik kampus bertanda merah tebal, libur nasional, ya. Di bagian bawah tertulis "Hari Buruh".
May Day is not holiday, sebuah kalimat sederhana dan mengandung arti penting. Satu Mei adalah hak bersuara bagi buruh. Siapakah buruh itu? Kita semua adalah buruh. Mahasiswa bukan buruh? Mahasiswa adalah buruh.
Semua harus turun ke jalan pada hari buruh. Bersama buruh dan mahasiswa, kita suarakan betapa melejitnya harga uang sekolah. Benar, orang miskin dilarang sekolah. Orangtua dari siswa adalah buruh. Mengapa kita tak bergabung saja dengan mereka? Orasi bersama, bernyanyi bersama, teatrikal bersama, biarlah para pengusaha pemegang modal menutup telinga. Hak-hak ayah dan ibu harus kita gemakan.