Lihat ke Halaman Asli

Junanto Herdiawan

TERVERIFIKASI

Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Krisis di Akhir Hidup Seibu

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

12925942032147391639

[caption id="attachment_78570" align="alignleft" width="300" caption="Antrian Sale Seibu / by JH"][/caption] Seibu Department Store akhirnya tak mampu menahan deraan krisis ekonomi global. Seven & I Holding, pemilik Seibu, memutuskan untuk menutup outlet mereka yang terletak di daerah Ginza Yurakucho, Tokyo. Mulai tanggal 25 Desember 2010 ini, Seibu Yurakucho akan tinggal kenangan. Seibu, yang didirikan pada tahun 1984, sempat menjadi trendsetter para konsumen di Jepang pada jamannya. Namun, krisis global telah menyeretnya ke dalam kerugian besar. Tahun 2009 lalu, Seibu mencatat kerugian sebesar 2,2 miliar Yen. Dengan kerugian itu, Seibu harus berjuang keras untuk bertahan hidup. Penjualan yang menurun, ongkos operasional yang mahal, persaingan dari departement store lain maupun peritel murah yang marak di Tokyo, menjadi penyebab kerugian dan alasan penutupan tersebut. Seminggu sebelum penutupan, Seibu Yurakhucho pun menggelar “fire sale” untuk barang-barang yang tersisa. Dan sejak pagi hari, di sekitar stasiun Yurakucho, warga kota Tokyo ramai mengantri untuk mendapatkan sisa-sisa barang-barang yang didiskon hingga 80% tersebut. Penutupan outlet Yurakucho ini dilakukan menyusul penutupan outlet Seibu lain, seperti di Sapporo pada tahun 2009 lalu. Selain Seibu, department store Jepang seperti Matsuzakawa, Mitsukoshi, dan Takashimaya, juga mulai melakukan penutupan outlet di beberapa tempat. Takashimaya misalnya, telah menutup outlet mereka di New York, bulan Juni 2010 lalu. Krisis ekonomi global yang melanda negara maju memang telah menurunkan sisi permintaan secara drastis. Bukan hanya di Jepang, tapi juga di Amerika dan Eropa. Di Irlandia misalnya, pusat-pusat perbelanjaan mulai banyak yang tutup. Angka pengangguran meningkat dan banyak generasi mudanya yang pergi ke luar negeri mencari pekerjaan. [caption id="attachment_78571" align="alignright" width="300" caption="Penjualan Department Store / sumber: BoJ"]

1292594281280078896

[/caption] Di Jepang sendiri, konsumsi swasta memang stagnan dalam beberapa tahun terakhir ini. Hasil Tankan Survey yang dikeluarkan oleh Bank of Japan pekan ini (15/12) menunjukkan bahwa kepercayaan pelaku usaha menurun drastis di akhir tahun ini. Dunia usaha memandang tahun 2011 sebagai tahun yang berat bagi perekonomian Jepang. Menguatnya mata uang Yen yang berakibat pada ekspor yang lesu menjadi salah satu penyebab suramnya ekonomi Jepang. Di sisi konsumsi, para konsumen semakin menunda belanja mereka. Para konsumen di Jepang telah mengalihkan konsumsi mereka ke barang-barang murah. Membeli tas bermerek ataupun barang-barang mewah, bukan menjadi pilihan lagi di jaman krisis. Paradigma masyarakat Jepang yang menyukai barang-barang bermerek kini juga mulai bergeser. Mereka mulai beralih ke ritel-ritel murah dan pasar barang second hand. Muncullah toko-toko seperti "Book Off" yang menawarkan barang second dengan harga murah. Munculnya peritel murah seperti toko pakaian  "Uniqlo" yang marak di setiap penjuru kota, juga menjadi ancaman yang  menyebabkan department store besar sulit bersaing. Penutupan Seibu Yurakhucho menjadi penanda bahwa krisis ekonomi global masih belum usai sepenuhnya. Tahun 2011 akan menjadi tahun yang penuh ujian bagi Jepang, maupun perekonomian global. Langkah meneruskan stimulus dari pemerintah dan kebijakan ultra easy monetary policy dari Bank of Japan diperkirakan akan terus dilakukan guna menghindarkan negeri Jepang dari krisis. Lain di negeri kita, lain di negeri maju, krisis ekonomi global membawa cerita yang berbeda. Semoga kita bisa belajar dan mengambil momentum dari krisis tersebut. Salam. [caption id="attachment_78572" align="aligncenter" width="533" caption="Seibu Ginza - Yurakucho, Tokyo / photo JH"]

1292594387183173145

[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline