Lihat ke Halaman Asli

Junanto Herdiawan

TERVERIFIKASI

Kelompok Kompasianer Mula-Mula

Katanya Puasa, Kok Harga Naik?

Diperbarui: 26 Juni 2015   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_222657" align="alignleft" width="300" caption="Cabe / foto : kompas.com"][/caption] Menurut ajaran agama, puasa adalah saatnya menahan diri. Di siang hari kita menahan untuk tidak makan dan minum. Dengan begitu permintaan makanan dan minuman akan menurun di bulan puasa. Namun kenyataannya tidak demikian. Fenomena klasik yang terjadi adalah, setiap bulan puasa dan lebaran, harga-harga malah meningkat. Dan yang menarik, peningkatan itu selalu terjadi di komponen makanan. Permintaan makanan justru lebih tinggi di bulan puasa. Kenaikan harga di hari-hari raya keagamaan adalah fenomena yang kerap terjadi di berbagai negara. Di India, harga-harga juga meningkat pada setiap perayaan Monsoon. Di Amerika Serikat dan Inggris, ada yang dinamakan “Christmas Inflation”, atau kenaikan harga barang karena perayaan Natal. Saat itu, setiap warga berbelanja barang-barang dan hadiah guna memeringati hari raya. Kenaikan harga pada tingkat tertentu sebenarnya tidak menjadi masalah, sepanjang terkendali. Peningkatan permintaan di hari-hari tertentu juga diperlukan guna melumasi perekonomian, khususnya yang sedang dilanda kelesuan. Namun yang menjadi masalah adalah apabila kenaikan harga tersebut terjadi secara persisten dan menyulitkan kehidupan masyarakat. Apalagi bila kenaikan tersebut mengakibatkan angka inflasi yang sudah diproyeksikan bank sentral terlampaui. Dampaknya adalah menurunnya kesejahteraan dan daya beli masyarakat. Para ibu rumah tanggapun mulai mengeluh saat harga meningkat di hari raya. Oleh karenanya, upaya menangani sumber-sumber kenaikan harga menjadi strategis untuk dilakukan. Di Indonesia, kenaikan harga di bulan puasa biasanya terjadi pada komponen makanan. Faktor lain yang dapat memicu kenaikan harga adalah ketidakseimbangan permintaan penawaran, dan kenaikan harga barang yang dikendalikan pemerintah, seperti harga BBM, TDL, ataupun Elpiji. Namun kalau kita lihat data, maka peningkatan harga sampai dengan pertengahan 2010 didominasi oleh tekanan yang bersumber dari kelompok makanan, khususnya beberapa komoditas favorit masyarakat Indonesia, yaitu cabe merah, cabe rawit, bawang merah, dan bawang putih, serta komoditas beras. [caption id="attachment_222661" align="alignleft" width="300" caption="Graph 1: Kenaikan harga bahan makanan / sumber: BI"][/caption] Hal menarik adalah, apabila terjadi kenaikan harga pada satu jenis makanan, maka hubungannya saling berjalin kelindan. Beras akan memengaruhi bumbu-bumbuan, lalu bumbu-bumbuan akan memengaruhi buah-buahan dan sayuran, termasuk ke umbi-umbian, dan seterusnya. Efek ini berputar terus sampai ke produk makanan turunan. Kalau harga beras naik, maka lontong dan ketupat ikut naik. Mengapa hal itu bisa terus-menerus terjadi? Realita yang terjadi adalah bahwa struktur konsumsi bangsa kita, infrastruktur, dan rantai distribusi yang begitu kompleks, memengaruhi permintaan dan penawaran akan bahan makanan. Negeri Indonesia yang luas, berkepulauan, dan berpenduduk banyak tentu memiliki tantangan dalam berbagai hal tadi. Selain itu, bahan makanan juga sangat tergantung pada musim dan waktu waktu tertentu yang memengaruhi perilaku masyarakat, seperti misalnya bulan puasa ini. [caption id="attachment_222664" align="alignleft" width="300" caption="Graph 2: Kenaikan harga 4 komoditas makanan utama / sumber: BI"][/caption] Data sejak tahun 2002 menunjukkan bahwa harga komoditi makanan di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun (lihat grafik 1). Dan yang menarik, kenaikan itu selalu mengalami lonjakan di setiap perayaan keagamaan, seperti puasa, lebaran, dan natal (lhat Grafik 2). Empat komoditas utama masyarakat Indonesia, yaitu cabe merah, cabe rawit, bawang putih, dan bawang merah, juga selalu menunjukkan trend meningkat (Cabe Rawit di Grafik 3). [caption id="attachment_222668" align="alignleft" width="300" caption="Graph 3: Kenaikan Cabe Rawit dari tahun ke tahun / Sumber: BI"][/caption] Dari hasil analisis terlihat bahwa kenaikan harga komoditas di tahun 2010 sebagian di antaranya diakibatkan oleh kendala cuaca yang mengakibatkan pasokan dan distribusi terganggu. Memasuki bulan puasa, di kala permintaan mulai meningkat, maka masalah pasokan yang langka menjadi semakin serius. Langkah penanganan masalah ini membutuhkan kesabaran dan kesiapan semua pihak. Dari sisi pengambil kebijakan, upaya Pemerintah untuk terus menerus mengatasi masalah pasokan dan distribusi, menjadi penting. Operasi pasar untuk beras, pengadaan beras untuk rakyat miskin, crash program penanaman cabe, hingga impor daging, telah dilakukan. Namun di lapangan, kepanikan masih terjadi karena mahalnya harga dan langkanya beberapa kebutuhan. Meningkatnya permintaan di bulan puasa, telah melahirkan pula dugaan perilaku spekulan yang mencari keuntungan di tengah permasalahan. Mereka mempermainkan pasokan dan harga sehingga  semakin memperkeruh suasana. Di sisi lain, pembangunan dan perbaikan infrastruktur menjadi semakin mendesak agar distribusi makanan dapat berjalan lancar, khususnya di hari raya. Ketersediaan energi, khususnya listrik, juga dibutuhkan untuk mengurangi biaya-biaya. Di sisi lain, Bank Indonesia juga dituntut untuk mampu menjaga ekspektasi, mengendalikan likuiditas di pasar, dan menjaga kestabilan rupiah. Kerja sama tersebut menjadi kunci dalam kestabilan harga. Tanpa langkah konvergen dan sinergis tersebut, kenaikan harga yang merepotkan akan terus menerus terjadi, dan menjadi tradisi bagai tamu rutin yang datang setiap hari raya. Selamat menjalankan ibadah puasa. Semoga kita semua diberikan keberkahan. Mohon maaf lahir bathin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline