[caption id="attachment_330265" align="aligncenter" width="640" caption="Syaharani & Queenfireworks Menghangatkan Bromo di Acara Jazz Gunung 2014 / photo Junanto Herdiawan"][/caption]
Jazz Gunung 2014 terlihat berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Selain keunikan tema, yaitu Sedekah Bumi, pengunjung yang datang tahun ini sungguh membludak. Tema Sedekah Bumi, menurut Sigit Pramono, salah satu penggagas Jazz Gunung yang juga Ketua Perbanas, mengajak masyarakat untuk kembali ke alam. Kita sudah banyak mengambil dari alam, saatnya kita mengembalikan benih kebaikan pada alam.
Sigit mengajak kita semua untuk mencintai lingkungan, tidak merusak alam, dan jangan membuang sampah sembarangan. Sedekah Bumi juga bisa dilakukan dengan Bunyi. Di sinilah bunyi musik jazz yang menyatu dengan alam memberi makna pada keindahan dan kesejukan udara di pegunungan Bromo tadi malam.
Ya, di bawah udara sejuk pegunungan, secangkir kopi hangat, dan sederetan penyanyi terkenal, menyaksikan jazz gunung bagai ritual yang harus saya lakukan setiap tahun di Gunung Bromo.
Tahun 2014 ini adalah kali keenam event Jazz Gunung digelar di Bromo. Semakin tahun pengunjung yang datang semakin ramai, dan jazz gunung mulai terdengar hingga mancanegara. Semalam (21/6), pengunjung membludak hingga sekitar 1.700 orang. Pergelaran yang diselenggarakan di Amphitheater Java Banana Bromo, Kabupaten Probolinggo, sejak tanggal 20 hingga 21 Juni 2014 tersebut, sungguh penuh sesak dengan penonton.
Hawa dingin pegunungan yang menusuk tidak menghalangi meriahnya para penonton dan pemusik untuk menghangatkan malam. Tahun ini, udara cerah hingga pertunjukkan usai. Berbeda dengan tahun lalu, yang sempat turun hujan sehingga pertunjukan sempat dihentikan sementara, semalam pertunjukan berjalan lancar di bawah gemerlap langit berbintang.
Pertunjukan Jazz Gunung bagi saya sungguh sangat menghibur dan menyenangkan. Pembawa acara adalah ruh dari hidupnya petunjukan malam itu. Butet Kartaredjasa, bersama dengan Alit dan Gundhi tampil luar biasa, lucu menghibur melontarkan ceplosan yang ringan tapi menyentil ke sana sini, mulai dari pemerintah, khususnya pembangunan infrastruktur akses Bromo, para pemusik, hingga suasana menjelang pilpres saat ini.
Beberapa artis yang tampil di Jazz Gunung 2014 selama dua hari kemarin juga bukan sembarangan. Di hari kedua, saya terkesan dengan penampilan dari Nita Aartsen Quatro dan Yeppy Romero, yang tampil sungguh ciamik. Kecepatan tangan Nita di atas piano membawakan musik klasik yang dikomposisi bernuansa latin mampu menghibur penonton. Tembang Turkish March klasik, lagi Chick Korea dibawakan dengan piawai. Yeppy Romero tampil membawakan gitar klasik ala penyanyi Spanyol. Dengan jubah merahnya, petikan gitarnya membawa penonton ke dalam suasana kota Madrid di tengah pertandingan para matador.
Djaduk Ferianto bersama Ring of Fire Project adalah highlight pertunjukan malam itu. Mereka tampil bersama Nicole Johänntge, seorang saxophonist dari Jerman. Nicole tampil sungguh luar biasa. Tiupan saxophone, mengiringi musik Djaduk, membius penonton. Lagu-lagu, seperti Ritme Khatulistiwa, dibawakan secara dinamis, saling bersahutan antara perkusi tradisional dengan tiupan saxophone Nicole.
[caption id="attachment_330266" align="aligncenter" width="538" caption="Tiupan Saxophone dari Nicole Membuai Penonton Jazz Gunung / photo Junanto"]
[/caption]
Puncak acara malam terakhir Jazz Gunung 2014 adalah penampilan ESQI:EF - Syaharani and Queenfireworks. Di bawah udara yang semakin dingin menusuk, Syaharani membakar para penonton. Diawali lagu lembut lawas “Di Bawah Sinar Bulan Purnama”, ia mulai menghentak dengan lagu-lagu berirama riang dari album-albumnya. Penonton ikut terbakar, menyanyi, bergoyang bersama. Meriah, sungguh meriah.
Saat lagu “Happy” dari Pharrel William dinyanyikan juga oleh Syaharani, penonton semakin bergairah. Mereka bersahut-sahutan dan saling menari ke kiri dan ke kanan.
Jazz Gunung tahun 2014 ini terhitung sukses dan semakin menyematkan diri sebagai satu dari sekian pertunjukan musik di Indonesia yang punya kelas internasional. Bintang lain yang tampil tahun 2014 ini antara lain adalh The Overtunes, Monita Tahalea & The Nightingales, , Indro Hardjodikoro The Fingers, Bintang Indrianto Trio, Jazz Ngisoringin, serta Sanggar Genjah Arum Banyuwangi.
Satu lagi yang membuat pertunjukan kali ini berbeda adalah kehadiran pak Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi, untuk menyaksikan Jazz Gunung kali ini. Bersama pak Sigit, saya sempat berbincang singkat, dan pak Bupati menyampaikan maksudnya untuk memboyong Jazz Gunung ke Banyuwangi. Ya, bulan November nanti, Banyuwangi akan menggelar juga pertunjukan jazz semacam ini, di pantai Banyuwangi.
Ini adalah sebuah berita bagus. Apabila beberapa daerah mampu menyelenggarakan event-event berkelas internasional, dan mendatangkan berbagai artis lokal maupun global, ekonomi kreatif Indonesia akan semakin tumbuh. Bukan hanya di pusat, tapi juga di daerah-daerah.
Jazz Gunung adalah sebuah penanda, semoga ia bisa menebarkan semangat kreativitas, dan kepedulian, ke seluruh daerah di Indonesia. Salam semangat.
[caption id="attachment_330270" align="aligncenter" width="538" caption="Bersama Bupati Banyuwangi Pak Azwar Anas (tengah), dan Pak Sigit Pramono di Jazz Gunung 2014"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H