Lihat ke Halaman Asli

Krisis Komunikasi Marketing 01

Diperbarui: 9 Januari 2018   09:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Finansial. Sumber ilustrasi: PEXELS/Stevepb

Up to date, kisah ini baru terjadi dirumah saya. Saya kedatangan petugas surpaiyor sebuah BUMN yang bergerak  dibidang  telekomunikasi. Sebagai pengguna internet yang cukup intens saya membutuhkan jaringan rumahan yang handal. Atas permintaan saya mereka datang, awalnya sangat simpatik, ketika komunikasi pemasaran dimulai mereka dengan logika dangkal mulai berulah. Rumah bapaak jauh dari tiang pal yang sudah kami miliki dan membutuhkan biaya tambahan ba bi bu.... yang jumlahnya lebih dari setengah jutaan. Saya terdiam yang terbayang dibenak saya sebagai konsultan SDM, betapa bersepekulasinya BUMN  ini melepas tenaga marketingnya dengan modal komunikasi dan negosiasi yang pas-pasan. Mungkin karena penempatan didesa dianggap tidak beresiko.

Menjual jasa pelayanan, kata kuncinya diselesmenship, Kecerdikan selesmen menentukan kwalitas negosiasi yang berujung pada terjualnya produk perusahaan dengan illegan. Pendekatan regulasi dengan tetek bengek aturan main yang disampaikan kemasyarat kampung tidaklah bijak.  Logika sederhananya, saya butuh jasa sambungan internet yang cepat dan canggih dari provider yang bunafide. Bukankah sah-sah saja kalau calon  pelanggan  minta dilayani dengan cepat dan service excallens?

Dalam  sekema penjualan prodak jasa pasti ada yang disebut prodak inti dan prodak tambahan yang tentunya membutuhkan  penjelasan yang berbeda, skala penjualan tahap pertama pasti meloloskan prodak inti terlebih dahulu. Prodak tambahan kita susulkan dengan cara yang sedikit agresifpun akan laku terjual kalau  calon pelanggan kita sudah simpati dan manggut-manggut. Celah sepeti ini kurang diperhatikan oleh pihak personalia dalam mendidik salesmennya. Komunikasi dan  fsikologi masa jangan diabaikan dalam mendidik calon penjual baru.

Sebagai penjual baru mereka pasti masih gagap dengan spesifikasi prodak. Saya melihat ego sektoral karena perusahaan sudah berendid dengan produk yang sudah mapan maka perhatian terhadap sumber daya terabaikan. Lambat laun sikap seperti ini pasti merugikan perusahaan. Pilihan prodak sejenis yang ditawarkan sekarang ini banyak, pelanggan akan memilih jasa pelayanan yang santun dan tidak arogan. Baju sergam perusahaan saja tidak cukup menjanjikan penjualan yang elegan dan beretika. Ayo kita koreksi cara mendidik marketer kita.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline