Lihat ke Halaman Asli

Buah Hati 01, Cahaya Suci yang Agung

Diperbarui: 27 Desember 2017   23:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

2 Mei 1991 si sulung lahir. Istri saya stay di Sumbawa hinggakehamilan bulan kedelapan. Hingga pada akhirnya Bunda meminta untuk diantar pulang melahirkan di Jepara namun tabrakan dengan waktu ujian murid-murid saya di SMA.Akhirnya setelah berembuk, saya sepakat mengantar Bunda namun setelah itu harus kembali lagi dengan konsekuensi kelahiran si sulung tidak bisa ditunggui.Melalui perjalanan laut yang cukup melelahkan, akhirnya kami sampai di Jepara.Saya hanya bisa menunggui selama tiga hari karena harus segera kembali menunaikan kewajiban saya sebagai guru.

30 April 1991, Bunda mengirim telegram bahwa hasil analisis dokter, calon bayi saya posisinya sungsang padahal sudah memasuki fase aktif untuk melahirkan. Kami hanya bisa berharap keajaiban.Semoga tidak ada kendala yang nantinya kami hadapi.Karena secara finansial kami belum mampu saat itu. Untuk makan saja susah, perlengkapan bayi pun belum terbeli.

Sepulang ngajar sore itu, suatu hari saya ikut Bapak dan Ibu saya nginap disawah.Saya ceritakan kondisi istri pada mereka.Dengan bijak mereka menenangkan dan berinisiatif untuk berdoa bersama setelah maghrib demi proses kelancaran kelahiran bayi kami. Malam itu saya sempatkan shalat tahajjud di gubuk sawah sederhana.

Sulit tidur kepikiran Bunda yang menghadapi sakitnya persalinan disana sementara saya sebagai suami tidak bisa menunggui.Pagi hari saya berangkat ngajar dengan perasaan yang tidak karuan. Lemas dan gontai karena ini pengalaman pertama saya akan memiliki anak. Saya begitu kusut sampai-sampai beberapa teman guru mengkhawatirkan kondisi saya.

Malam 2 Mei 1991, di sepertiga malam setelah tahajjud saya mulai berserah berpasrah semoga Allah mudahkan kelahiran anak saya, selamatkan ibunya, namun keputusan apapun yang terbaik menurut-Nya, hamba ini pasrah.

Pagi sesampainya di sekolah, rutinitas mengajar berjalan seperti biasa.Entah mengapa hari itu saya seolah memiliki energi positif yang membuat saya sangat optimis dan bersemangat.Menjelang ashar saya menerima telegram dari keluarga di Jepara.Saat itu saya putuskan untuk menyimpan telegram tersebut untuk membacanya setelah shalat.

Setelah shalat saya masih merasa ketakutan untuk membaca telegram tersebut.Saya berinisiatif keruang BP dan meminta tolong kepada teman, Bu Umi, Guru BP, untuk membuka dan membaca telegram tersebut.Sontak beliau menjabat tangan saya dan mengucapkan selamat atas kelahiran putri pertama saya. Guru-guru lain menyusul berhamburan untuk mengucapkan selamat.

Nun jauh berpisah pulau, di Rumah Sakit Mardi Rahayu Kudus, 2 Mei dipagi buta bayi perempuan pertma saya lahir normal.Masya Allah, Terima kasih ya Rabb.

Saya sudah menjadi ayah.Keesokan harinya saya sangat bersemangat.Mengajar di sekolah, memanen disawah, walau sendiri seharian tidak ada rasa lelah terbayang wajah polos bayi saya.Satu minggu panen mampu saya kerjakan sendiri, masuk minggu kedua baru dibantu keluarga.Alhasil panen belum selesai, baru dapat separuh sorenya langsung saya jual untuk bekal saya ke Jawa.Malam harinya saya naik bus malam menuju jepara.Dua hari perjalanan terasa lama sekali.

Sesampainya dirumah mertua, saya dapati bayi saya tertidur pulas sementara Ibunya didapur.Refleks langsung saya cium dan gendong sepuas-puasnya.Bunda datang dan kaget, sengaja kepulangan tidak saya beritahukan sebelumnya biar menjadi kejutan. Saya berikan nama terbaik yang telah saya rencanakan dari Sumbawa. Yang artinya Cahaya Suci yang Agung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline