Lihat ke Halaman Asli

Kambing Kurban dan Sepotong Hati

Diperbarui: 6 November 2017   10:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: https://lakonhidup.com/

Orang-orang masih duduk berkumpul di  teras masjid. Seorang takmir yang juga ikut nimbrung dengan pujian penuh  kebahagiaan bercerita tentang sedekah Pak Aris. Pada mulanya Pak Aris  memang pelit. Tapi, kini ia ingin berkurban pada hari raya kurban. Hanya  Pak Aris satu-satunya warga yang memberikan  sapinya. Selain itu, kadang hanya tiga ekor kambing. Ada yang urunan.  Tapi, Kurnia selalu rutin memberikan kambing ternaknya untuk kurban pada  hari raya.

Di tengah embusan angin perbincangan  sebagian huruf-huruf meniupkan aroma yang membuat Kurnia harus  menanggung malu. Seorang warga selalu memuji Pak Aris dengan hewan  kurbannya yang tak tanggung-tanggung. Dua ekor sapi. Tapi, di tengah  pujian itu, ada kata-kata yang memang sengaja mengejek Kurnia karena  hanya berkurban satu ekor kambing setiap tahun. Itu pun kambing kurus.

Kurnia hidup pas-pasan. Satu tahun,  kadang kambingnya hanya beranak tiga ekor. Paling banyak empat ekor.  Tapi, satu persatu kambing-kambing yang gemuk dijual untuk mencukupi  kebutuhan hidup sehari-hari. Anaknya hanya satu yang masih duduk di  sekolah menengah. Sudah tentu membutuhkan biaya yang lumayan banyak.

Mendekati hari raya kurban, kambing  Kurnia tersisa tiga ekor. Sudah dewasa semua. Dua ekor kambing betina  yang tidak begitu gemuk dan satu pejantan yang gemuk dan besar. Kurnia  lebih memilih memberikan kambing betina untuk kurban di masjid karena  perhitungan finansial keluarganya. Tapi, kata-kata yang memukul hatinya  pun mencederai niat mulianya untuk berkurban di hari raya. Siapa yang  tidak malu jika hewan kurbannya karena kurus dihina? Tentu sakit hati.

"Andaikan aku jadi Si Anu. Aku pasti  memberikan hewan ternak yang terbaik dan gemuk berdaging," kata  seseorang sembari melirik ke arah Kurnia.

"Kamu itu hanya pandai meremehkan, Mas... Gak usah begitu," kata takmir.

"Ya, kan tanggung gitu. Masak orang  disuruh makan tulang? Lihat tuh Si Aris. Dua ekor sapi gemuk-gemuk  pula," kata lelaki setengah baya itu.

"Sudah, lah Mas... Niat baik tidak harus diremehkan. Mas sendiri kan tak pernah kurban pada hari raya," kata takmir masjid.

Raut wajah lelaki itu tampak tak masam  dengan kilah takmir masjid. Ia pun berpaling dan pulang sembari tetap  bicara tentang dua ekor sapi Aris dan kambing Kurnia yang kurus pada  temannnya. Kurnia hanya menundukkan kepala dengan wajah yang tampak  lusuh. Pasi. Seakan tak ada cairan merah yang mengalir di  pembuluh-pembuluh darahnya. Takmir masjid mengerti perasaan Kurnia. Ia  sudah tentu terpukul oleh pembicaraan lelaki tadi.

"Mas Kurnia," tiba-tiba takmir masjid menghampiri Kurnia yang duduk terpaku.

Kurnia hanya mendongak dengan tatapan  nanar. Sementara sang takmir masjid menepuk-nepuk pundak Kurnia. Ia  mengulas seutas senyum.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline