Lihat ke Halaman Asli

Jangan Pernah Meminta Maaf

Diperbarui: 26 Februari 2016   07:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Junaidi Khab di Jatim Park"][/caption]Oleh: JUNAIDI KHAB*

Mungkin kita semua sudah tahu dan merasakan bahwa meminta maaf itu mudah diucapkan. Namun, kadang juga sulit dilantunkan. Tetapi, hal yang sangat sulit yaitu memaafkan orang yang meminta maaf, alias orang yang bersalah bagi kita. Ini merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dihindari dari kehidupan manusia. Jika seseorang bersalah dan dia ingin memperbaikinya, maka minta maaf sangatlah mudah. Namun jika orang yang bersalah dan dia sombong, maka minta maaf juga terasa sulit jika yang bersalah merasa benar. Ini sikap subjektif yang harus menjadi introspeksi diri. Ingat, memaafkan itu tidak mudah. “Memaafkan seh iya, tapi lupa tidak”. Ungakapan Gus Dur (KH. Abdurrahman Wahid) pada acara Kick Andy.

Saat seseorang meminta maaf, berarti dia merasa berbuat salah, meski kenyataannya seakan-akan dia tetap berargumen tidak merasa bersalah meski meminta maaf. Dari sekian permintaan maaf yang aku tahu, ada dua kategori minta maaf. Pertama, minta yang memang lumrah, yaitu minta maaf karena diri merasa bersalah dan berdosa atas apa yang telah kita perbuat. Kedua, minta maaf untuk mendapatkan sebuah kasih sayang, perhatian, atau apalah agar diri ini semakin hari semakin baik. Minta maaf yang kedua ini bisa dilakukan kapan saja tanpa harus menunggu kita berbuat salah atau dosa.

Sekali-kali, kita harus berusaha agar “Jangan Pernah Meminta Maaf”. Jangan meminta maaf dengan cara tidak berbicara, bertingkah, atau melakukan sesuatu yang salah. Hindari sebisa mungkin hal-hal yang mendorong kita meminta maaf, seperti memukul orang, melukai perasaan orang, menyinggung, dan menjaga lisan dari ocehan yang bisa mengiris hati orang. Memang sulit menghindari sikap, perbuatan, dan pembicaraan agar kita terhindar dari meminta maaf.

Sudah paham kan? Ada banyak hal yang mendorong kita untuk meminta maaf. Namun, secara umum, orang meminta maaf karena bersalah. Nah, di sini kita harus hati-hati dengan sikap, tingkah, dan pembicaraan agar tidak salah. Meminta maaf hakikatnya bukan hanya sekadar dari omongan, tapi dibuktikan dengan perbuatan. Benar-benar minta maaf atau tidak? Jika benar-benar minta maaf, seseorang tidak akan mengulangi kesalahan yang menyebabkan dia meminta maaf.

Kita harus berusaha, jangan sekali-kali menyakiti hati seseorang dengan ucapan yang keluar dari mulut. Memang sangat sulit, namun jika bisa dibiasakan, maka akan mudah untuk menjaga lisan. Sebisa mungkin menjaga lisan. Ingat, sejauh aku tahu, banyak orang terjerumus ke dalam jurang kehancuran hanya karena tidak pandai menjaga lisan. Dari lisan-lisan itulah kesalahan dan keresahan bermula. Lalu menjadi sebuah tindakan yang menggelincirkan kita pada hal-hal yang merusak, baik bagi diri sendiri atau orang lain.

Maka dari itu, jauhilah sebisa mungkin berbuat salah agar kita tidak usah repot-repot meminta maaf kepada banyak orang. Meski secara tidak langsung kita dianjurkan meminta maaf walau tidak berbuat salah. Mari kita belajar berbenah diri dengan merenungi setiap apa yang kita lakukan, ucapkan, dan yang kita refleksikan. Jika ada yang kurang baik bagi diri sendiri dan orang lain, maka kita harus mengubah dan memperbaikinya. Jangan bersikap seenaknya sendiri, alias sombong, tanpa peduli pada orang lain.

Surabaya, 15 Desember 2014

CATATAN: Tulisan ini saya juga memostingnya di Junaidi Khab. Mari kita budayakan mengutip tulisan atau apa pun karya orang lain dengan menyebut nama penulis dan sumbernya. Terimakasih.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline