Kamis siang kemarin, ketika beberapa warga kampung saya bergotong royong. Gotong royong bukan kali ini, bukan untuk bersih-bersih lingkungan. Khusus untuk menggali liang lahat, untuk seorang remaja yang pukul 10.00 WIB tadi, menghadap Ilahi Rabbi. Bukan pemakaman ala covid, tetapi pemakaman biasa seperti pada umumnya.
Tanpa disadari, beberapa warga yang turun. Iya, menurut adat kampung kami, bahwa yang turun membuat liang lahat tdak boleh keruyukan (bareng-bareng) tetapi harus satu per satu, bergiliran, Lha, ndilalahnya, ada seorang warga yang berkelakar seperti pernah ramai di video. Kelakarnya begini, "Orang kaya seperti apa, ketika mati yang dibutuhkan hanya liang lahat berukuran panjang 2 meter dan lebar 70 centimeter".
Kemudian diganti orang lain, orang tersebut juga ikutan menanggapi candaan tadi,"Ho oh, sekarang waktunya tobat, karena orang mati itu seperti nunggu antrian". Sebetulnya masih banyak candaan para sukarelawan gali kubur ketika sedang bergotong royong menggali kubur. Sayangngnya, candaan tinggal candaan. Realita, apakah candaan yang tidak berujung pangkal ini, akan membekas di hati sanubari para sukarelawan penggali kubur.
Mengapa saya tuliskan cerita ini, sebagai sumber pengetahuan pojok Jum'at. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa : "Cukuplah mati sebagai pelajaran (guru) dan keyakinan sebagai kekayaan (HR. Tabrani). Ada ilmu pengetahuan ketika kita mengingat mati (dzikrul maut), yang paling umum memotovasi kita untuk mempersiapkan bekal amal jariyah (amal shalih). Dengan dzikrul maut semakin mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan amar ma'ruf nahyi munkar.
Dengan dzikrul maut, menambah keyakinan kita bahwa mati adalah salah satu takdir dari Allah, sesuai dengan bunyi QS Al-A'raf ayat 34 yang artinya sebagai berikut : "Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya".
Lebih lanjut QS Ali Imron ayat 185, menyebutkan bahwa : "Setiap jiwa pasti merasakan kematian". Tidak ada kata yang tidak pantas untuk semua manusia di dunia ini untuk mata. Ada yang di dahului dengan sakit, ada yang tidak. Ada yang sudah lanjut usia, banyak juga yang masih bayi. Ada meninggal saat olah raga, ada juga yang kecelakaan laka lantas. Ada yang sedang sholat ada juga yang sedang maksiat. Ada yang karena Covid, ada juga yang karena penyakit lainnya.
Coronavirus Disease-19 membuka tabir keyakinan kita, akan kekuasaan Allah SWT. Corona mendekonstruksikan harta, tahta dan keluarga jika diniati dengan amal shalih, dengan niat ibadah demi mencari ridha Allah maka akan bernilai ibadah. Hal ini semakin mempertegas bunyi hadits Rasulullah SAW berikut ini : "Jika seseorang anak adam meninggal dunia, maka terputuslah semua amalannya kecuali 3 perkara (yaitu) : shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak yang shalih yang selalu mendoakan orang tuanya" (HR. Muslim).
Satu lagi, bahwa di masa pandemi Covid-19, bahwa kematian itu tidak semata-mata karena paparan covid saja, faktanya yang terjadi pada tetatngga saya. Masih muda, sehat-sehat saja, pada Kamis kemarin pukul 10.00 WIB meninggal dunia karena kecelakaan laka lantas tunggal. Jangan terlalu takut pada covid-19, tetapi jangan terlalu berani juga menantang Covid-19 dengan abai pada protokol kesehatan. Takutlah kepada Allah yang menciptakan Covid, bukan pada Covid sebagai makhluk ciptaan Allah. Percayalah bahwa jodoh, rizqi dan mati adalah takdir dari Allah SWT.
(Pojok Jum'at, 20/8/2021 - JUNAEDI,SE)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H