Lihat ke Halaman Asli

Junaedi SE

Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

Inovasi dan Kreativitas Pengelola Perpustakaan Desa atau TBM

Diperbarui: 13 Juli 2021   10:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Gaung gerakan literasi tingkat pedesaan saat ini sudah cukup membuahkan hasil. Dalam Rakornas Perpustakaan Nasional tahun 2020 disebutkan bahwa jumlah perpustakaan desa secara nasional tercatat sebanyak 33.929 dari 83.441 desa/kelurahan seluruh Indonesia. Itu artinya sudah 40 persen desa yang tersentuh dunia literasi. 

Memang angka itu patut disyukuri sebagai pertanda literasi pedesaan mulai berkembang, namun harus kita akui masih jauh dari target ideal yang diharapkan. Terlebih jika kita telisik lebih mendalam, apakah 33.929 perpustakaan desa tersebut merupakan perpustakaan ideal sesuai dengan standar yang telah ditetapkan? Apakah kehadirannya sudah benar --benar mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat desa?

Belajar dari semangat Ruhandi (Kepala Desa atau Jaro Warungbanten) bersama para pemuda di desanya mengadakan musyawarah menggagas pendirian Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Kuli Maca pada tanggal 3 Juli 2014 di Rumah Adat Kasepuhan Cibadak  yang dihadiri para sesepuh adat dan tokoh masyarakat. 

Langkah pertama relawan literasi adalah membuat sebuah kesepakatan bersama masyarakat untuk mengumpulkan buku semacam keclengan (urunan) buku yang selanjutnya dinamakan "Gerakan Satu Rumah Satu Buku". Melalui gerakan literasi, para relawan TBM Kuli Maca telah berhasil membawa Desa Warungbanten dapat dikenal di tingkat nasional. 

Sejak didirikan tahun 2014 sampai dengan tahun 202, kisah perjalanannya telah berhasil meraih 9 penghargaan di tingkat Kabupaten maupun tingkat nasional, berkat kerja keras relawan sebagai bakti tanah kelahiran untuk tetap menjaga tradisi adat.

Bagaimana pengalaman pribadi Yusuf Ali Putro, yang membuat taman baca di desa agar lebih menyenangkan seperti yang diterapkannya saat menangani taman baca di Desa Balongpanggang, Kabupaten Gresik, dengan menggunakan konsep "CEK KEPO". CEK KEPO adalah singkatan CEK (Catatan Ekspresi Komunitas) dan KEPO ( Kompetisi Eksplor Pergerakan Objek). CEK KEPO adalah usaha cerdas yang bisa dikembangkan di berbagai Taman Baca Masyarakat (TBM) di desa -- desa. 

Dengan menggunakan prinsip CEK KEPO, maka TBM bisa memiliki perencanaan yang lebih matang  dan terukur guna meningkatkan kualitas perpustakaannya. 

Buku ini berisi kumpulan 25 karya esai pilihan peserta lomba esai perpustakaan, yang akan memanjakan semangat dan memberi pengetahuan baru kepada pembaca, di mana setiap karya memiliki ciri khas inovasi masing -- masing.

 Karena tujuan penerbitan buku kumpulan esai ini memang untuk dijadikan referensi dalam hal terobosan inovasi dan kreativitas baru dalam  membangun dan mengembangkan budaya literasi masyarakat yang pada akhirnya membangun literasi untuk kesejahteraan masyarakat desa.

Kelebihan dan  Kekurangan Buku

Buku kumpulan esai ini, sebagian besar adalah hasil elaborasi dari tokoh pejuang literasi di wilayah pedesaan terkait inovasi dan kreativitas yang sudah dilakukan serta beberapa gagasan dalam membangun kedaulatan literasi di wilayah pedesaan. Sehingga buku ini, layak untuk dimiliki dan dibaca oleh para pengelola perpustakaan desa/TBM agar dapat  mengekplorasi potensi pengelola dan pemustakanya  sehingga tidak berjalan sepihak (inisiatif pengelola semata).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline