Lihat ke Halaman Asli

Junaedi SE

Crew Yayasan Sanggar Inovasi Desa (YSID)

The Best Practice dari "Pejuang Literasi Nasional"

Diperbarui: 10 Juli 2021   11:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Autobiografi Pejuang Literasi dari Gresik

Hingga suatu hari, datanglah guru ini. Dia diangkat menjadi PNS di sekolah ini. Sejak saat itu, suasana sekolah jadi berbeda, ketika dia dipercaya menjadi pembina OSIS, lalu menjadi kesiswaan, dua tahun kemudian pergerakannnya di bidang literasi semakin terasa. Akhirnya, sekolah ini yang awalnya biasa saja, menjadi sekolah model lietrasai. Dari sekolah tak berprestasi menjadi sekolah sang juara [hlm 18-19]

Sekolah ini tidak hanya mampu memaksa siswa berliterasi, tidak hanya membeli buku, tapi sekolah ini juga mampu membuat karya. Siswa dan guru mampu membuat buku yang bisa dibaca kapanpun juga. Itulah bukti literasi sekolah ini.  Pak Yusuf bukan sekedar guru bagi kami. Dia lebih dari itu. Tidak hanya mengajar kami tentang pelajaran di kelas. Tapi mendampingi kami dari titik 0 sampai kami mampu sukses. Awalnya sekolah kami bukan sekolah literasi. Kejuaraan pun tak pernah kami raih. Terlebih kami anak pedesaan sangat sulit bermimpi menjadi sang juara. Pada mulanya kami takut untuk menunjukkan jati diri di depan siswa perkotaan, palagi menjadi juara nasional. Tapi dengan motivasinya, kehadiran Pak Yusuf selalu menjadi penggerak di saat bersama kami, menjadi sahabat saat kami mengalami kesulitan, dan selalu memberi dorongan saat kami macet berfikir," ujar Nabila [hlm 23-24].

Beberapa buku Karya Yusuf Ali Putro, antara lain : Agility Its Mine, Hujan Semusim di Mahameru, Kain Hitam Imortal, Sukses itu Aku, Garuda Terbang Membelah Angkasa, Doakan Aku Jadi yag Terbaik, 1000 Kuntum Mawar Putih Terakhir, dan Negeri di Ujung Batas.

Tokoh Pejuang Literasi dari Lombok 

Perempuan itu bernama Nursyida Syam. Takdir telah memilihnya untuk terlahir di bumi Lombok Utara, sebuah negeri yang minus dari peradaban. Angka putus sekolah dan buta aksara yang tinggi, budaya pernikahan dini yang merajalela, hingga kemiskinan dan keterbelakangan yang tergambar jelas dari wajah --wajah manusianya. Tak ada yang menyangka, anak istimewa yang terlahir disleksia ini suatu saat namanya akan membumi  ditengah-tengah masyarakat, karena ruhnya benar-benar ia berikan untuk dunia yang ia cintai; dunia literasi [hlm 2].

Nursyida kecil adalah anak yang beruntung. Meski lahir dengan gangguan membaca, ayahnya yang seorang wartawan berhasil membuatnya jatuh cinta pada dunia membaca. Sang Ayah sering membuat kliping tokoh-tokoh terkenal dari koran-koran yag dibacanya sebagai bacaan bagi Nursyida.  Ayahnya sangat bersahaja memilih mewariskan kecintaan membaca pada anaknya, karena itu jauh lebih berharga daripada mewariskan harta benda."Teruslah membaca, karena melalui membaca kau akan temukan keajaiban", begitulah pesan sang ayah yang selalu membekas di benak Nursyida [hlm 3].

Maka Nursyida pun tumbuh menjadi pribadi yang haus membaca, tak peduli pada segala keterbatasan. Bahkan saat duduk di bangku kuliah di Fakultas Sastra Universitas Negeri Yogyakarta, seorang pemilik toko buku terpaksa mengusirnya secara halus. Karena ia datang ke toko buku berkali-kali hanya untuk menumpang membaca, namun tak mampu membeli buku. Segala keterbatasan itu akhirnya menumbuhsuburkan cita-cita nya untuk mendirikan ta man baca yang bisa dijangkau oleh masyarakat. Cita-cita mulia itu kemudian menjadi sebuah syarat pernikahan yang diajukannya pada Lalu Badrul, lelaki yang datang meminangnya. Ia meminta agar lelaki itu bersedia mendukung sepenuhnya cita-citanya untuk mendirikan taman baca. Berkat kegigihan dan semangat Nursyida dan juga rekan relawan Klub Baca Perempuan, dalam kurun waktu 10 tahun, telah berdiri 24 Taman Baca Masyarakat  yang tersebar di berbagai dusun di lombok Utara dengan buku yang tersalur lebih dari 17.000 eksemplar [hlm 6].

Begitu banyak pemerhati literasi yang melirik perjuangan Nursyida dan bersedia mengulurkan tangan untuk bersinergi. Bahkan Kegiatan Klub Baca Perempuan kini telah menjadi sorotan media . Nursyida bahakan sering diundangke berbagai talkshow dan seminar untuk memberi inspirasi ke seluruh negeri. Klub Baca Perempuan bisa jadi sebuah lembaga kecil yang dijalankan sekelompok ibu-ibu rumah tangga biasa. Namun Nursyida berharap, lembaga kecil ini dapat memberi dampak pada masalah-masalah sosial di sekitar. Karena mengajak orang lain membaca harus disertai dengan kesediaan memberi solusi untuk masalah apapun yang mereka hadapi. Karena sejatinya literasi erat hubungannya dengan kepekaan sosial dan kemanusiaan.

Kelebihan dan Kekurangan Buku

Buku ini layak untuk dimiliki dan layak untuk dibaca, karena ada 15 kisah nyata yang merupakan  best practice dari 15 tokoh pejuang literasi  nasional,  yang meliputi tokoh perempuan, tokoh pendidikan/guru, anak muda dan orang desa yang peduli akan perkembangan literasi di desanya masing-masing.  Terdiri dari 15 cerita menarik, unik, kreatif dan inovatif para pejuang literasi nasional yang mewakili tokoh perempuan, pemuda, guru dan orang desa yang mempunyai cita-cita mengembangkan literasi di desanya masing-masing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline