Lihat ke Halaman Asli

Junaedi Eddy

Tak ada yang perlu diterangkan. Saya adalah rakyat Indonesia.

MATAHARI

Diperbarui: 17 Agustus 2020   18:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

MATAHARI- Jun Noenggara

Akhirnya kereta itupun pergi. Membawa matahari. Meninggalkan aku sendiri

Peron sepi. Stasiun sepi. Tiba-tiba kota ini menjadi kota mati. Para penghuninya menggali lubang dalam sekali. Menciptakan gap, menganga jurang mengubur diri

Dan jalan-jalan lengang kulalui sendiri

Rumah sepi, tak ada penghuni. Kemana engkau pergi? Aku mencari-cari memecahkan sebuah misteri

Tengah malam kesepian semakin menjadi-jadi. Hujan turun sejak tadi. Kucoba membuat sebuah puisi. Tak jadi jadi

Ketika pagi-pagi aku pergi, mencari matahari. Terasa cuma aku sendiri. Tak ada yang lain hadir di sini. Di hati

Begitu berhari-hari. Begitu berhari-hari

Bila engkau kembali? Betapa kuncup bunga mekar berseri. Betapa kicau burung riang bernyanyi. Dan betapa seharusnya engkau sadari bahwa kuncup bunga yang mekar berseri, kicau burung yang riang bernyanyi adalah bisikan hati: "Betapa sepi ketika engkau pergi. Aku rindu sekali. Rindu berbincang dari hati ke hati. Dari hari ke hari" 

Ciampea, Bogor

Catatan: Sajak MATAHARI ini bisa didengarkan di platform digital: Anchor,  Spotify, iTune(desktop),  Apple Podcast, and Other

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline