Lihat ke Halaman Asli

Junaedi

Pencangkul dan Penikmat Kopi

Bagaimana Mengurangi Sampah Makanan di Bulan Ramadan?

Diperbarui: 18 Maret 2024   22:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sampah Makanan (Sumber: Sutterstock)

BOLEH setuju boleh juga tidak bahwa bulan Ramadan itu identik dengan makanan, atau lebih ekstrimnya makanan yang berlimpah. Padahal, idealnya bulan Ramadan adalah pengurangan porsi makanan seiring dengan pelaksanaan ibadah puasa yang hanya boleh mengonsumsi makanan pada malam hari saja. Dan sesungguhnya bulan Ramadan memberikan kita kesempatan untuk merefleksikan konsumsi makanan kita dan terutama bagaimana kita dapat mengurangi sampah makanan.

Mengapa? Berdasarkan Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada 2022 volume sampah makanan di Indonesia mencapai 35,92 juta ton, meningkat 21,92% dibandingkan pada tahun sebelumnya (2021) yang menghasilkan sampah makanan sebanyak 29,46 juta ton. Dan hampir setengah atau sebesar 40,64% sampah makanan menyumbang proporsi terbesar dari total sampah nasional. Sumber sampah makanan secara nasional berasal dari rumah tangga, pasar tradisional, dan dunia usaha, dengan kontribusi rumah tangga sebesar 38,4% dari total sampah makanan. Sementara itu juga, ketika Ramadan sampah makanan dari berbagai laporan menyebutkan bahwa ada peningkatan sekitar 20 % dibanding bulan-bulan diluar Ramadan.

Salah satu penyebab utama sampah makanan selama Ramadan adalah kecenderungan untuk memasak atau membeli makanan dalam jumlah yang berlebihan. Terkadang, kita tergoda untuk mempersiapkan lebih banyak makanan daripada yang kita butuhkan dengan berbagai alasan.

Tidak hanya itu, tren meningkatnya konsumsi makanan di luar rumah selama Ramadan juga berkontribusi timbulnya sampah makanan. Restoran-restoran, kedai-kedai dan warung makan sering kali menghadapi tantangan dalam memperkirakan jumlah makanan yang dibutuhkan, yang sering kali berujung pada kelebihan stok yang tak termakan dan berujung pada tempat sampah. 

Oleh karena itu perlu ada upaya pengurangan sampah makanan dan langkah-langkah konkrit yang dapat diambil untuk mengatasi sampah makanan selama Ramadan. Pertama adalah membuat perencanaan makanan yang baik, termasuk memperkirakan berapa jumlah makanan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga kita.

Selain itu, kita dapat mencermati kebiasaan membuang makanan yang tidak terpakai dan mencari cara untuk menguranginya. Misalnya, kita dapat mengolah sisa makanan menjadi hidangan baru seperti nasi goreng atau memberikan kepada orang yang lebih membutuhkan.

Selanjutnya, perlunya edukasi dan penyadaran dalam mengurangi sampah makanan selama Ramadan. Melalui edukasi dan penyadaran, kita dapat memahamkan orang lain bahwa sampah makanan mempunyai dampak negatif, baik dampak sosial maupun dampak ekonomi dan ekologi. Secara ekonomi misalnya, akibat sampah makanan kerugian yang ditimbukan per tahun mencapai Rp 213 triliun sampai Rp 551 triliun, atau setara dengan 3-5 % Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Demikian juga secara ekologi sampah makanan menyebabkan pengurasan sumberdaya alam dalam rangka memproduksi pangan atau timbulkan gas metan yang diakibatkan proses pembusukan sampah makanan yang tidak dikelola dengan baik.

Dengan demikian, dengan mengambil langkah-langkah tersebut, kita memastikan bahwa Ramadan tetap menjadi waktu yang berkah tanpa sampah makanan yang berlimpah, sebab Ramadan adalah fasting, bukan feastingSemoga kita semua dapat menjalani ibada puasa Ramadan dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab, terutama soal makanan dan sampah makanan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline