Lihat ke Halaman Asli

Junaedi

Pencangkul dan Penikmat Kopi

Di Jombang, Masjid dan Gereja pun Satu Tembok!

Diperbarui: 16 Mei 2023   07:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masjid dan Gereja Berdampingan. (Dok. Pribadi)

SAYA tak habis pikir, apa yang menyebabkan “konflik” di Ciketing , Bekasi hingga menimbulkan peristiwa berdarah-darah. Saya tak ingin berdebat siapa yang salah, siapa yang benar, siapa yang memancing di air keruh, atau bahkan siapa yang membuat air itu menjadi keruh. Tetapi sungguh saya semakin terheran-heran, beragama kok pakai berantem sampai berdarah-darah, apapun motivasinya. Apalagi ini di Bekasi yang notabene dekat dengan Jakarta yang dianggap pusat "modernitas", pusat "peradaban" Indonesia. Saya ingin menunjukkan kampung kelahiran saya, Jombang bagian selatan.

Walaupun Jombang dikenal sebagai kota santri, kota dengan ratusan pesantren, dengan 4 pesantren besar yang “memagari” kota. Di timur ada pesantren Darul ‘Ulum, di selatan ada pesantren Tebuireng, di sebelah barat ada pesantren Denanyar, dan di sebelah utara ada pesantren Bahrul ‘Ulum. Namun, di kota ini umat agama selain Islam (Kristen, Hindu, Konghucu, Budha) tetap bisa berkembang dan hidup berdampingan secara akur. Belum pernah seumur-umur saya mendengar ada konflik yang berdimensi atau menyangkut isu-isu keagamaan. 

Di Jombang, terutama Jombang bagian selatan yang meliputi kecamatan Mojowarno, Ngoro, Bareng dan Wonosalam, tiga agama bisa berkembang secara signifikan tanpa ada gesekan dan benturan, yaitu Islam, Kristen (Protestan) dan Hindu. Bahkan di Desa Mojowangi Kecamatan Mojowarno jumlah pemeluk Islam dan Kristen jumlahnya hampir seimbang. Bangunan masjid dan gereja pun jaraknya tak terlalu jauh. Beberapa puluh meter di sebelah selatan gereja tua Mojowarno dan merupakan gereja bersejarah di Jombang, berdiri dengan kokoh bangunan masjid. Sementara itu di Bongsorejo [sebelah timur Tebuireng, Cukir, Diwek] bangunan masjid dan gereja juga saling berdekatan. Begitu juga di Kertorejo, Kecamatan Ngoro. Bahkan di Dusun Ngepeh, Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro, bangunan pura, masjid dan gereja hampir berdekatan. Kehidupan masyarakat Ngepeh pun tetap harmonis, bahkan menarik perhatian seorang wartawan Kompas, Ingki Rinaldi, yang kemudian mengangkatnya ke dalam tulisan. Silahkan baca tulisannya Ingki Rinaldi ini “Kebersamaan Beragama di Dusun Ngepeh”.

Bahkan yang lebih “ekstrim”, di Dusun Mutersari, ada bangunan masjid dan gereja yang temboknya menjadi satu. Tempat ibadah yang terletak di pinggir Jalan Raya Mojoagung-Wonosalam ini hanya tersekat oleh tembok masjid yang sekaligus menjadi pembatas dengan halaman gereja, sementara halaman masjid tersekat oleh tembok yang menjadi dinding gereja. Beberapa hari yang lalu saya sempat lewat di depan tempat ibadah itu. Di depan gereja masih tampak spanduk ucapan Idul Fitri dari saudara-saudara kita dari Jemaat Gereja Kristen Jawi Wetan di Dusun Mutersari.

Sungguh menyaksikan pemandangan di Jombang selatan ini, ada kesejukan tersendiri di tengah “bara” kehidupan beragama di Indonesia akhir-akhir ini. Kehidupan beragama yang seharusnya penuh kejujuran dan tak ada dusta di antara para pemeluknya, kini mulai "terkoyak". Akankah "bara" kehidupan beragama kita semakin membara? Saya tak berharap demikian!




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline