Rezim hari ini merupakan sisa-sisa Orde Baru yang mana mulai menghidupkan militerismenya. Padahal buruh Indonesia berjuang hanya persoalan sejengkal perut. Tidak hanya itu, para petani di daerah berjuang mempertahankan tanahnya hanya karena perut. Kekuatan hari ini yang sedang berkuasa, kenyataanya mereka tidak lagi berpihak kepada rakyat itu sendiri seperti contoh kebijakan Subsidi Tarip Dasar Listrik yang mulai dicabut. Kebijakan Munculnya PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang isinya tidak lagi melibatkan buruh dalam proses penghitungan kenaikan upah setiap tahunnya. Pemerintah juga kerap kali mengabaikan masalah-masalah yang terjadi terhadap kalangan buruh di tingkatan pabrik. Padahal pemerintah sering kali mengkampanyekan bahwa buruh-buruh silahkan untuk membentuk serikat pekerja di tingkatan Pabrik dan itu merupakan hak untuk pekerja dalam memperjuangkan kesejahtraannya.
Buruh, Petani, Masyarakat Adat, Guru Honorer dan Mahasiswa yang baru saja memperingati jatuhnya rezim Orde Baru 21 Mei 2017 kemarin. Peringatan itu berlangsung di Tuguproklamasi dan mereka berkumpul untuk bersama-sama mengingatkan rezim otoriter yang berkuasa selama 32 tahun di Indonesia.
Menurut Nining Elitos Ketua Umum KASBI yang menyampaikan Orasinya "ketika masa Orde Baru buruh membangun serikat di Pabrik tidak mudah. Di mana ketika buruh, Mahasiswa berkumpul dan bersuara sudah pasti dibubarkan. Tidak jarang mereka yang berkumpul direfresif dan di Intimidasi. Itulah yang terjadi pada masa itu.
Hal ini tentu tidak ada bedanya dengan kondisi yang terjadi sekarang. Di mana kaum buruh dan rakyat Indonesia yang harus melawan sisa-sisa orde baru yang anti Demokrasi. Kondisi sekarang diperparah dengan kelompok buruh yang mengaku progresif akan tetapi mendukung feodalisme.
Kawan-kawan buruh bisa melihat dan merasakan itu sendiri" Pungkas Nining.
Banyak perjuangan rakyat yang masih konsisten. Seperti contoh salim kacil yang dibunuh karena menolak proses tambang, Tidak hanya itu, perjuangan Ibu Patmi yang menjadi mantir untuk menolak berdirinya Pabrik Semen. Tentunya rakyat tidak boleh lagi berdiam. Serikat-serikat buruh yang progresif harusnya percaya dengan kekuatannya sendiri dan tidak lagi mengabdi kepada kepentingan-kepentingan modal. Hal itu terjadi dalam kondisi hari ini, dimana banyak kekuatan serikat buruh gadungan yang mendukung fasisme. Jika kekuatan buruh yang progresif tidak percaya diri maka perlahan akan tergerus oleh pemilik modal itu sendiri. Sudah saatnya kekuatan itu bersatu dengan gerakan rakyat lainnya.
Kebutuhan Hidup Layak buruh hari ini semakin melambung tinggi dengan kondisi upah buruh yang semakin murah ditekan. Padahal dalam kampanyenya Presiden Jokowi kerap kali menyuarakan Kerja layak, hidup layak, upah layak tapi faktanya yang terjadi rakyat Indonesia tidak hidup layak seperti yang mereka kampanyekan. Tentunya kelompok buruh harus menjadi kekuatan massa dan membuka diri bersatu dengan gerakan rakyat lain yang konsisten dalam berjuang untuk kehidupan lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H