Surat Cinta untuk Ayah
Pagi ini dan memang setiap paginya, ayahku selalu mengantarkanku dan adikku, Rafa, ke sekolah dengan motor butut kebanggaanya.
Setiap aku bertanya kenapa ayah tidak membeli motor yang baru, ayah selalu bilang, bahwa motor ini masih bisa digunakan dan tentunya biaya sekolahku jauh lebih penting.
Ayahku adalah orang yang selalu mendukung dan memotivasiku untuk menjadi yang terbaik di sekolah.
Apapun yang aku butuhkan menyangkut pendidikanku, ayah tidak pernah mengabaikannya. Bagi kedua orang tuaku, pendidikan bagi anak-anaknya sangatlah penting.
Pernah suatu ketika ayah berkata bahwa dia memiliki harapan besar agar aku dan adikku bisa mengenyam pendidikan yang tinggi serta menjadi orang yang sukses kelak, tidak seperti halnya dirinya dan ibuku.
"Udah sampai! " Kata ayah seraya menghentikan motor kebanggaannya tepat di depan pintu gerbang sekolahku. Aku bergegas turun dan meraih tangan ayah serta mencium punggung tangannya.
"Nara masuk dulu ya, yah" Pamitku sedikit terburu-buru karena pagi ini aku piket kelas.
"Nanti ayah jemput ga, Ra? " Tanya ayah yang jaraknya sudah agak jauh dariku, karena aku sedikit berlari meninggalkannya menuju gerbang.
"Ga usah yah, Nara naik angkot aja! " Aku sedikit mengeraskan suaraku agar memperjelas perkataanku di pagi yang cukup bising itu.
Sepertinya ayah mendengarku, karena seketika itu ayah menyatukan jempol dan telunjuknya, mengisyaratkan 'ok'. Kemudian, memacu motor kesayangannya lagi untuk mengantar Rafa ke sekolahnya.