Lihat ke Halaman Asli

Jumar Paryadi

Mahasiswa

Pengawasan Kurang, Investasi Bodong Marak, Konsumen Jadi Korban?

Diperbarui: 13 September 2020   23:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

by Dr. Firman Turmantara Endipradja, S.H., S.Sos., M.Hum

Saat pandemi Covid-19 ini, tingkat penggunaan, bahkan ketergantungan/kecanduan (adiksi) masyarakat Indonesia dan dunia terhadap internet & media sosial (WhatsApp, Instagram, Twitter, Facebook, Line, hingga menggunakan YouTube) meningkat.

Di Indonesia sendiri, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kepala Departemen Medik Kesehatan Jiwa RSCM FK Universitas Indonesia Kristina Siste Kurniasanti, ketergantungan internet pada orang dewasa meningkat selama pandemi covid-19. Terdapat 4.734 partisipan orang dewasa. Berdasarkan survei, peningkatan kecanduan internet meningkat 5 kali lipat pandemi, yakni menjadi 14,4% dari sebelumnya hanya 3%. Adapun, 96% mengakses smartfone, dan rata-rata durasi 10 jam perhari.

Hal tersebut juga dapat dilihat dari lanskap komunikasi yang berubah semakin luas menjangkau, dengan perkembangan Information and Communication Technology (ICT) yang tentunya juga disambut baik oleh mereka yang bermaksud melakukan bisnis investasi bodong yang kemudian mempublikasikanya menjadi iklan. Dengan kata lain, peluang ini tentunya tidak akan luput dari target bisnis pelaku usaha, termasuk perusahaan investasi bodong.

Seperti perkembangan yang terjadi akhir2 ini, media sosial dimanfaatkan oleh pelaku investasi ilegal (bodong) dalam menjerat korbannya.

Media sosial itu memberikan peluang kepada perusahaan investasi bodong untuk menawarkan "produknya" kepada masyarakat secara cepat dan komperhensif. Permasalahan yang dipertanyakan adalah bagaimana quality of product & corporate credibility nya.

Kasus investasi bodong kembali merebak viral di media sosial Twitter. Banyak masyarakat/konsumen tertipu oleh bujuk rayu perusahaan investasi bodong. Bahkan, jumlah korban investasi bodong tersebut sangat besar dengan nilai kerugian mencapai ratusan miliar.

Investasi bodong ini seringkali menduplikasi website entitas yang memiliki izin sehingga seolah-olah website tersebut resmi milik entitas yang memiliki izin. Kebanyakan konsumen tergoda oleh profit yang menggiurkan dalam perangkap investasi bodong.

Di sisi lain, dalam kondisi wabah yang belum tahu kapan berakhir ini, membuat masyarakat mencari cara memperoleh pendapatan tanpa harus bekerja keras di luar rumah.

Dalam kondisi tersebut para pemangku kepentingan perlu melakukan literasi media untuk konsumen. Hal ini dilakukan dengan harapan agar konsumen akan lebih mempertimbangkan atau berhati-hati dalam menerima informasi dari mana pun, termasuk memilih investasi.
Korban praktik investasi bodong yang pada umumnya dengan menggunakan skema usaha model MLM, Ponzi atau Piramida, sudah sejak lama banyak berjatuhan.

Beberapa waktu yang lalu kasus-kasus investasi bodong seperti MeMiles di Jawa Timur; Investasi bodong Pandawa Group; kasus Cipaganti; First Travel; CSI Cirebon; Akumobil di Bandung; Kasus Investasi Ilegal PT Cakrabuana Sukses Indonesia adalah contoh-contoh kasus investasi bodong yang cukup menghebohkan dan berdampak terhadap ekonomi.

Pertanyaannya, sejauhmana fungsi pengawasan terhadap investasi bodong ini berjalan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline