Lihat ke Halaman Asli

Jumarni

Hanya Manusia Dhaif

Dibimbing Rektor

Diperbarui: 7 Mei 2021   11:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Apa yang sudah saya alami tidak pernah saya khayalkan.

Sudah menjadi rahasia umum mahasiswa akan kesulitan bertemu dengan jajaran petinggi kampus.

4,4 tahun selama di kampus, sembari organisasi mungkin ekspektasi orang, akan sering bertemu dengan petinggi universitas namun ketika menjelang demisioner saya bertanya pada diri saya 'siapalah aku bertemu jajaran rektor dengan mudah'. Pernah waktu itu, ketika wisuda, dan penerimaan mahasiswa baru. Ya, begitulah adanya. Mentok-mentok bertemu dengan WR3 karena memang ada hubungan organisasi yg sama dulunya dengan beliau. Tapi ya tetap saja jarang.

Ini hanya sekadar coretan ketidaksangkaan dari realitas yang sudah saya alami.
**
Mulai dari mendapatkan musyrif (pembimbing) Tugas Akhir (TA) selama di PKU. Ya, beliau pembimbing saya, ust Hamid Fahmy Zarkasyi. 

Bermimpi untuk itu saja tidak pernah, adanya nangis, takut tidak maksimal, deg-degan dsb. Hal ini efek dari beberapa cerita mentor akan koreksi mahasiswa Pascasarjana yang dicoret-coret. Disatu sisi coretan itu tanda cinta pembimbing katanya. Tapi saya tidak sanggup membayangkan ketika itu.


Mudahnya bertemu beliau ketika selesai shalat Maghrib, hal ini kapanpun saya siap dan beliau tidak sedang mengajar dari kampus putri.
Tinggal chat dan dipersilahkan utk bertemu di hari yg beliau berkenan. Dengan ditemani mentor akhwat, kami berangkat. Kalau di kampus saya boro-boro ngechat di balas, punya kontaknya aja ga. Kondisinya ketika itu saya sih bukan anak BEM dimana mereka akan memiliki kontak pada petinggi kampus untuk demo atau aksi di kampus.

Kemudian, konsultasi perdana itu terjadi setelah tiga kali revisi dengan mentor pembimbing saya. Coret sana sini, dan harus bagus versi beliau kemudian baru boleh takdim ke musyrif.

Revisi, dicoret sampai tak bisa terbaca tulisan beliau, biasa aja sebenarnya, yang penting saya aman di musyrif, pikir saya.

Gejolak ketakutan saya ketika ustadz Hamid mencari saya lewat WR3 sekaligus direktur PKU, dan menyampaikan ke staff. Dan saya pun miang (read:pusing). Staffnya 3 atau empat orang sepertinya. Kemudian ketika kajian ba'da subuh direktur PKU tersebut menyampaikan langsung ke saya "dicari ustadz Hamid" ini sudah kali kedua, pekan sebelumnya ketika hanya ditanya 'ada yang belum konsultasi? Penutup beliau ketika kajian. 'ana ustadz'. "Siapa musyrifnya?" "Ustadz Hamid ust, Afwan, ana masih revisi ustadz".


Akumulasi kejadian itu membuat saya merasa  jadi buronan rektor  (Hal ini tersirat saya tuliskan di naskah serah terima PKU Unida Gontor ke Pemprov Kaltim tempo hari).
**

Ada hal yang cukup menarik.
Ketika itu takdim pertama saya. Sudah menunggu didepan rumah beliau dan ketika itu beliau muncul dengan diikuti mahasiswa doktor AFI sejak dari masjid. Namun ketika itu, beliau menolak permintaan itu dan mempersilahkan kami masuk ke teras rumah beliau. Sontak mentor yang membersamai saya bergumam "MasyaAllah, demi anak-anak PKU".
Dalam hati saya "ya Allah, siapalah kami".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline