Lihat ke Halaman Asli

Jumarni

Hanya Manusia Dhaif

Jangan Sampai Kekalapan Ini Ditunggangi Syahwat Ego Semata

Diperbarui: 2 Mei 2020   22:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tebar Hikmah Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Pandemic covid19. Kehadiran labeling ini membuat orang-orang menjadi bersikap tidak biasa.  Virus corona membuat kita berpikir keras untuk segera menyesuaikan diri dengan keadaan yang akan dihadapi kedepan oleh masyarakat bahkan oleh diri kita sendiri. Mungkin saya akan ulas sedikit pertama soal adab terhadap orang tua dan yang kedua adalah soal kebutuhan pangan. 

Diperlukan formulasi dalam menentukan keputusan yang tepat agar tetap bisa bernafas dalam keadaan lockdown. Baik sumber penghasilan, sumber makanan, dan lain sebagainya. Keadaan ini dapat saya analogikan kita sedang berjalan dan memilih sepeda sebagai kendaraan. Tentu membutuhkan tenaga yang ekstra dan terus menggayuh agar selalu bisa berjalan dengan normal dari rumah ke lokasi tujuan kita. Begitulah analogi saya. Dan sebenarnya memang dalam hidup kita tengah berjuang. Namun pandemic membuat kita menjadi insan yang lebih kreatif lagi dalam menata hidup.

Kembali ke pembahasan awal soal adab terhadap orang tua. Ketika sebelum wabah kita dianjurkan untuk sopan santun, salam, peluk, tegur sapa. Namun karena teori penyebaran virus ini begitu cepat melalui sentuhan, melalui droplet, sehingga sangat tidak dianjurkan untuk bersalaman, berpelukan, cipika-cipiki, ke orang tua maupun kepada rekan sekitar kita. Mengapa  ke orang tua tidak boleh ? karena virus ini rentan tertular ke orang tua dan orang yang memiliki penyakit bawaan. Hindari orang tua anda, karena kita tidak tau siapa diantara kita ada yang carier (pembawa virus) atau mungkin kita tengah positif akan virus ini. Tetapi dalam hal ini tetap menjunjung tinggi sopan santun meski tidak bersentuhan.

Kemudian yang kedua adalah soal kebutuhan pangan. India, korea, china menjadi Negara yang memiliki ketakutan akan kehabisan stok makanan sehingga terjadi kekalapan dari masyarakat tidak terkecuali rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia pun turut kalap terhadap makanan. Mulai menimbun persediaan makanan agar tidak kehabisan. Kekalapan yang terjadi menjadikan manusia tengah memperlihatkan kondisi mental yang tidak stabil. Timbul reaksi dari suatu tekanan pikiran sehingga dapat berakibat stress.

Corona virus ini menjadi bagian dari ujian keimanan. Dimana kita tetap bergantung kepada Allah. Menyakini bahwa Allah tetap bersama hambanya dalam keadaan apapun. Kekalapan ini merupakan bagian dari reaksi pula terkait keimanan tadi. Apakah kita tidak yakin bahwa Allah akan mengatur rezeki kita dalam keadaan apapun itu.? Menggantungkan diri hanya kepada Allah. Doa dibarengi dengan ikhtiar. Kalau saja keimanan yang notabenenya adalah suatu prinsip yang paling fundamental ini telah terpatri secara radiks, maka saya rasa tidak akan terjadi kekalapan yang sangat bengis. Kalaupun dari penimbunan makanan tadi habis, tidak mubadzir, tidak masalah. Kalaulah penimbunan makanan tersebut membuat kita saling memikirkan satu manusia ke manusai lainnya. Saya rasa tidak masalah. Yang menjadi soalan adalah apabila kekalapan yang penuh ambisi syahwat. Sehingga hanya memikirkan ego pribadi, tetapi tidak memikirkan orang lain.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline