Lihat ke Halaman Asli

Jumari Haryadi Kohar

TERVERIFIKASI

Penulis, trainer, dan motivator

Cerpen | Cinta di Titik Nadir

Diperbarui: 23 April 2020   09:46

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi (sumber: www.quizony.com)

Sudah tiga bulan Yon Hu Gelisah. Kelakuan istrinya sama sekali berubah. Sifatnya benar-benar lain, dingin laksana gumpalan es dalam freezer. Entah apa yang merasuki pikiran Lie Tian, wanita yang sudah dinikahinya selama 25 tahun itu.

Pagi ini Lie Tian sudah bersolek. Ibu dua anak itu dandanannya begitu menor. Rambutnya dibiarkan terurai bergelombang. Bibirnya dihiasi lipstik merah menyala. Harum tubuhnya menyebar kemana-mana, membuat siapa saja yang mencium aromanya bisa terpesona.

Yon Hu hanya bisa memandang istrinya dengan seribu tanda tanya. Ia masih duduk terpaku tak jauh dari televisi, sambil memainkan handphone-nya. Sementara istrinya sejak tadi kerap lalu lalang dihadapannya, tanpa ada sepatah kata pun terucap dari bibirnya yang seksi.

"Mau pergi kemana Ma? Kok kelihatannya sibuk sekali," tegur Yon Hu mencoba membuka percakapan.

Lie Tian cuma menoleh sebentar dengan wajah sedikit masam. Lalu kembali lagi ke kamar seperti sebelumnya. Sesekali dia mengaca sambil memperbaiki dandanannya, seolah-olah belum yakin dengan penampilannya sendiri. Kemudian ia memeriksa isi tas berwarna merah marun kesayangannya. 

Lima menit kemudian wanita paruh baya yang masih terlihat awet muda itu sudah keluar dari kamarnya. Dia berjalan agak cepat bak peragawati papan atas, berlalu di depan suaminya yang masih duduk termangu. Kemudian ia membuka pintu depan dan langsung menuju mobil sedan berwarna silver di garasi rumah mereka. Selanjutnya segera tancap gas dan pergi entah kemana.

Lelaki lulusan perguruan tinggi negeri teknik tertua di Kota Bandung yang bekerja di perusahaan tambang asing itu hanya bisa diam membisu, seperti orang bodoh. Rasa kesal, marah, dan sedih bercampur menjadi satu. Tak terasa butiran air jernih berlinang di pelupuk matanya. Namun, buru-buru disapunya menggunakan sapu tangan  agar tidak tumpah dan membasahi pipinya yang mulai berkerut.

***

Dua minggu berselang, Yon Hu pulang dari tugas luar kota. Dia langsung masuk rumah dan bergegas menuju kamarnya. Saat sudah mendekati kamar, terdengar suara tawa membahana dari dalam. Langkah kakinya pun diperlambatnya, lalu berhenti persis di depan pintu. Terdengar dengan jelas suara percakapan mesra istrinya dengan seorang lelaki melalui handphone yang sengaja diperbesar volumenya. 

Andrenalin Yon Hu segera naik bak speedometer yang berada dilintasan balap. Denyut nadinya bergerak kencang. Giginya gemeretak menahan emosi. Matanya nanar, terbelalak semakin membesar, bagai harimau lapar yang siap menerkam mangsanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline