Lihat ke Halaman Asli

Jumari Haryadi Kohar

TERVERIFIKASI

Penulis, trainer, dan motivator

Pemudik di Era Wabah Corona Bagai Makan Buah Simalakama

Diperbarui: 1 April 2020   04:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Petugas menawarkan mudik gratis menggunakan bus kepada penumpang yang turun dari KM Umsini di Dermaga Jamrud UtarPetugas menawarkan mudik gratis menggunakan bus kepada penumpang yang turun dari KM Umsini di Dermaga Jamrud Utara, Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (24/12/2019). PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III menyediakan angkutan bus gratis untuk mudik Hari Natal 2019 dan Tahun baru 2020 bagi penumpang kapal laut yang pulang ke kampung halamannya.(ANTARA FOTO/DIDIK SUHARTONO)

Mengadu nasib di kota besar bukanlah pekerjaan mudah. Selain butuh modal finansial yang tidak sedikit, juga butuh semangat, keberanian, dan bermental baja. Memang tidak mudah untuk bisa bertahan hidup dan menggapai sukses. Apalagi jauh dari keluarga, famili, dan handai tolan. 

Perjuangan hidup untuk mengubah nasib dengan bekerja atau berusaha di kota besar memerlukan waktu dan pengorbanan. Tidak sedikit orang yang sukses dan berhasil mengubah kehidupannya menjadi lebih baik. Namun, tidak sedikit juga orang yang gagal dan terpuruk hidupnya. Dalam kondisi seperti ini, masih bisa makan dan bertahan hidup saja sudah bagus.

Virus Corona Menjadi Mimpi Buruk
Kini, bencana yang tidak diharapkan oleh siapapun di muka bumi ini pun terjadi. Dunia heboh dengan berjangkitnya sebuah penyakit menular yang berbahaya yaitu berjangkitnya pandemi virus corona atau Covid-19. Penyakit yang mulai mewabah dari Kota Wuhan, Tiongkok ini dalam waktu singkat menjalar ke seluruh dunia, termasuk Indonesia. 

Ribuan orang terpapar Covid-19. Berdasarkan data yang dilansir dari Worldometers yang dikutip dari laman Kompas.com (31-03-2020) di seluruh dunia terdapat 781.485 kasus, 164.762 orang dinyatakan sembuh, dan 37.578 orang meninggal dunia. 

Kondisi ini tentu membuat semua negara menjadi kalang kabut, termasuk Indonesia. Sejumlah negara kemudian mengambil kebijakan dalam meminimalisir berkembangnya wabah Covid-19 di negaranya dengan memperlakukan lockdown, yaitu mengunci rapat-rapat suatu wilayah negara. 

Beberapa negara yang memberlakukan lockdown di antaranya adalah Tiongkok, Italia, Denmark, Prancis, Spanyol, Inggris, India, Filipina, dan Malaysia. 

Presiden Indonesia Joko Widodo justru memilih opsi lain yaitu Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB dan Darurat Kesehatan yang disampaikannya pada 31 Maret 2020 melalui kanal YuoTube Sekretariat Presiden.

Penularan Covid-19 yang begitu cepat membuat semua orang terkesima. Virus ini dapat menyebar melalui sentuhan langsung antar manusia atau sentuhan tak langsung melalui benda yang pernah tersentuh oleh penderita Covid-19. 

Oleh sebab itu kebijakan untuk menjaga jarak (social distance) minimal satu meter itu sudah tepat karena percikan batuk seorang penderita Covid-19 yang terkena kepada orang yang berada di dekatnya bisa menyebabkan orang lain tersebut ikut tertular.

Salah satu cara memutus mata rantai penularan Covid-19 adalah mengurangi interaksi sosial secara fisik. Oleh sebab itu pemerintah menghimbau masyarakat unttuk tetap berada di rumah jika tidak ada kepentingan yang bersifat mendesak. Himbauan tersebut juga diiringi dengan kebijakan bekerja dari rumah atau Work from Home (WFH) dan belajar dari rumah atau Study from Home (SFH). 

Sumber Ilustrasi: mathlaulanwar.or.id

Dampak Kebijakan Bekerja dari Rumah
Tidak semua orang bisa bekerja dari rumah. Profesi pegawai negeri atau pegawai swasta yang biasa bekerja kantoran dan memiliki gaji tetap tentu saja tak masalah jika mereka harus bekerja dari rumah. 
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline