Setiap orang pasti ingin dihargai oleh orang lain, apapun latar belakangnya. Namun, tidak semua orang bisa mendapatkan penghargaan, karena untuk mendapatkannya diperlukan perjuangan. Oleh sebab itu, hanya orang-orang terpilihlah yang layak mendapatkannya. Tentu saja dengan berbagai kriteria yang sudah ditetapkan.
Salah satu lembaga pemberi penghargaan bergengsi yang ada di Indonesia selain Museum Record Indonesia (MURI) dan ORI (Original Record Indonesia) adalah RHR (Record Holders Republic). Lembaga yang berkantor pusat di London Inggris ini sudah membuka kantor cabangnya di Indonesia, yaitu di Kota Bandung. Founder RHR adalah Mr. Dean Cloud, sedangkan President-nya adalah Dr. David Adamovich yang berkebangsaan Amerika Serikat.
Di Indonesia, RHR tergolong baru dan belum begitu dikenal. Lembaga ini mirip dengan The Guinness Book of Record yang berkedudukan di London Inggris atau di Amerika Serikat dikenal dengan nama The Guinness Book of World Record.
Pada 10 April 2017 Lia Mutisari secara resmi ditunjuk oleh Presiden of RHR sebagai adjudicator RHR di Indonesia. Peluang ini tentu tidak disia-siakan Lia dan merupakan sebuah kehormatan baginya. Semua ini tidak terlepas dari peran Agung Elvianto, President ORI yang saat itu mangajak Lia untuk menjalin kerja sama dengan RHR. Mereka mengadakan pertemuan di Bandung untuk membicarakan MOU antara ORI dan RHR. Setelah terjadi kesepakatan, President of RHR langsung menunjuknya sebagai adjudicator RHR atau perwakilan rekor dunia RHR untuk Indonesia.
"Tugas saya adalah menilai, mencatat, dan memutuskan masuk atau tidak masuknya sebuah kegiatan pemecahan rekor yang dilakukan oleh para calon creator," ujar Lia menjelaskan perannya sebagai adjudicator RHR ketika diwawancarai penulis.
Menyinggung tentang persyaratan apa saja yang bisa diajukan oleh calon creator untuk mendapatkan gelar "memecahkan rekor" atau "membuat rekor baru", Lia menjelaskan bahwa syaratnya tidak sulit, yaitu cukup dengan mengikuti aturan yang sudah ditetapkan oleh RHR dan memiliki skill khusus dibidang tertentu, seperti olahraga, seni budaya, pengetahuan, dan lain-lain. Adapun kategori rekor yang bisa dipilih oleh peserta adalah: tercepat, terlama, terbesar, terkecil, terberat, terbanyak, dan unik.
Wanita yang sebelumnya pernah menekuni dunia photography sejak 2003 itu kini sehari-harinya disibukkan dengan berbagai kegiatan yang bertujuan mensosialisasikan dan mempublikasikan RHR kepada berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Selain itu, tentu saja tidak melepas tugas pokoknya memberi penilaian terhadap berbagai ajuan rekor dunia dari perseorang atau lembaga yang bermaksud mencatatkan rekornya melalui RHR.
"Saya merasa senang bisa bergabung di RHR dan bisa membantu menyalurkan kreativitas anak bangsa serta memberi apresiasi berupa penghargaan kepada creator Indonesia yang berhasil memecahkan rekor dunia. Hal ini bukan saja berdampak positif bagi pribadi atau kelompoknya, tetapi juga bagi bangsa Indonesia di mata Internasional," ujar wanita kelahiran Majalengka, 1 Februari 1980 ini sambil tersenyum.
Meskipun memiliki jadwal yang cukup padat dalam kapasitasnya sebagai adjudicator RHR Indonesia, tetapi Putri dari pasangan Sherman (57) dan Sunarying (52) ini masih tetap menjalankan profesinya sebagai seorang fotografer. Biasanya profesi ini dikerjakannya disela-sela waktu kosongnya, karena tidak setiap saat ada even pencatatan rekor. Oleh sebab itu Lia harus pandai membagi waktunya, sehingga semua bisa tetap dijalankan dengan baik dan profesional.
Jika anda tertarik ingin mencatatkan prestasi anda untuk tingkat dunia, bisa mendaftarkan diri ke Lia Mutiasari melalui HP:082126127126, WA:081573307501 atau via email: lia_rhr@yahoo.com. Informasi lebih lanjut bisa dilihat di website: http://www.recordholdersrepublic.co.uk
***