Lihat ke Halaman Asli

Jumari Haryadi Kohar

TERVERIFIKASI

Penulis, trainer, dan motivator

Tahukah Anda Cara Pengawetan Bambu Secara Alami?

Diperbarui: 4 April 2017   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Pohon bambu (sumber: http://www.bahanalam.com)"][/caption]

Bambu atau dalam bahasa Inggris disebut bamboo termasuk salah satu jenis rumput-rumputan yang memiliki rongga dan ruas di batangnya. Menurut hasil penelitian ahli botani, terdapat sekira 1.250 jenis bambu di dunia dan sekira 150 jenisnya berada di Indonesia.

Selain dikenal dengan nama bambu, orang Indonesia ada yang menyebutnya dengan sebutan buluh, aur dan eru. Tanaman ini termasuk jenis tanaman yang pertumbuhannya paling cepat di dunia. Hal ini disebabkan karena di dalamnya terdapat rhizoma-dependen unik. Dalam sehari saja bambu mampu  tumbuh sekurangnya sepanjang 60 cm, bahkan sampai 100 cm, terkandung jenis spesies, kondisi tanah dan kondisi alam di sekitarnya (sumber:id.wikipedia.org)

[caption caption="Macam-macam jenis bambu (sumber: http://www. Basic-24.com)"]

[/caption]

Setelah berusia setahun, umumnya pertumbuhan bambu berhenti, batangnya tidak akan lagi bertambah tinggi atau bertambah besar. Saat yang paling tepat memanen bambu adalah ketika batangnya sudah  berusia tiga hingga tujuh tahun.

Banyak sekali manfaat bambu. Orang Indonesia sudah sejak lama menggunakannya untuk berbagai keperluan, seperti untuk membangun rumah, sebagai alat musik tradisionil, perabotan rumah tangga, alat pertanian, kerajinan, senjata dan sumber makanan. 

Sayangnya, masih banyak orang yang tidak mau memakai bambu karena bahannya dianggap mudah rusak atau cepat rapuh. Tanpa perlakuan khusus, umumnya bambu yang sudah ditebang dan dimanfaatkan sebagai kebutuhan hidup manusia paling lama bertahan maksimal tiga tahun. Padahal, jika mengetahui cara pengawetannya, bambu bisa bertahan lebih lama.

Berbeda dengan tanaman keras lainnya seperti misalnya kayu Jati atau kayu Meranti, struktur batang bambu tidak memiliki unsur toksik atau racun, serta terdapat banyak unsur zat gula di dalamnya. Hal inilah yang sering mengundang mikroorganisme hadir di dalamnya dan menyebabkan kerusakan, seperti pelapukan, retakan atau pecah dan timbulnya noda atau lubang pada batangnya. Jika sudah rusak, maka akan mempengaruhi kegunaan, kekuatan dan nilai bambu tersebut.

Menurut Frans, agar bambu bisa awet, ada perlakuan khusus saat memanennya. Pemerhati budaya Sunda keturunan Tionghoa yang bermukim di Garut ini memberikan tips sebagai berikut:

  • Bambu sebaiknya di panen kalau usianya sudah cukup, artinya tidak tidak terlalu muda, juga tidak terlalu tua.
  • Dalam setahun, bambu hanya boleh dipanen selama satu bulan.
  • Dalam sebulan, bambu hanya boleh dipanen selama 18 hari.
  • Dalam sehari, bambu hanya boleh dipanen selama 2 jam.
  • Waktu panen dalam sehari tidak boleh sembarangan, melainkan hanya pada waktu pukul 14.00-16.00 WIB.

Frans menambahkan, ketika pagi hari tumbuhan terkena sinar matahari dan mengalami proses fotosintesis, sama seperti manusia yang butuh makanan untuk keperluan nutrisi tubuhnya. Saat pagi hari hingga sore pukul 14.00 merupakan saat bambu menyerap makanan dan memprosesnya hingga menjadi daging. Itulah sebabnya mengapa bambu sudah siap dipanen pada waktu tersebut.

[caption caption="Bambu yang sudah ditebang dan siap diawetkan (sumber:http://www.harianjogja.com)"]

[/caption]
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline