Lihat ke Halaman Asli

Jumari Haryadi Kohar

TERVERIFIKASI

Penulis, trainer, dan motivator

Berwisata ke Kota Para Sultan

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1393656855916889322

[caption id="attachment_325379" align="aligncenter" width="630" caption="Tari Topeng Khas Cirebon (Sumber :http://www.deviantart.com)"][/caption]

Oleh : J. Haryadi

Bersadarkan manuskrip Purwaka Caruban Nagari, Cirebon adalah sebuah kota tua yang terbentuk sejak abad ke 15 yang terletak di pantai Laut Jawa. Semula, tempat ini hanyalah sebuah desa kecil bernama Muara Jati. Ketika itu banyak sekali kapal dagang asing yang singgah ke desa ini untuk melakukan transaksi bisnis dengan penduduk setempat. Kemudian Ki Gedeng Alang-Alang ditunjuk oleh penguasa Kerajaan Galuh (Padjadjaran) sebagai Pengurus Pelabuhan.

Pada masa itu Islam mulai berkembang dengan pesat di wilayah ini. Atas gagasan Ki Gedeng Alang-Alang, pemukiman penduduk dipindahkan ke Lemahwungkuk, yaitu suatu tempat yang berjarak 5 km ke arah selatan, mendekati kaki bukit menuju kerajaan Galuh. Selanjutnya Ki Gedeng Alang-Alang diangkat sebagai kepala pemukiman yang baru dengan gelar Kuwu Cerbon.

Beberapa tahun kemudian, putra Prabu Siliwangi yang bernama Pangeran Walangsungsang, ditunjuk menjadi Adipati Cirebon dengan gelar Cakrabumi. Pangeran inilah yang berjasa dalam mendirikan Kerajaan

[caption id="attachment_325381" align="alignright" width="270" caption="Lukisan kaca khas Cirebon (Sumber :http://cirebonarts.com)"]

1393657157509010885

[/caption]

Cirebon.

Sejarahnya dimulai ketika Pangeran Walangsungsang melakukan perlawanan terhadap Raja Galuh dengan tidak mengirimkan upeti kepadanya. Hal ini membuat Raja Galuh naik pitam dan segera mengirimkan pasukan perangnya ke Cirebon untuk menggempur Adipati Cirebon. Sayangnya upaya ini gagal, karena pasukan Adipati Cirebon ternyata lebih kuat dari pasukannya, sehingga akhirnya pertempuran ini dimenangkan oleh Adipati Cirebon. Sejak saat itulah berdirilah kerajaan baru di Cirebon yaitu Kerajaan Islam Cirebon dengan Raja bergelar Cakrabuana.

Jika kita berwisata ke kota yang luasnya 37,54 km2 ini, maka banyak sekali tempat wisata yang bisa dikunjungi, seperti komplek makam Sunan Gunung Djati di Gunung Sembung, Masjid Agung Sang Cipta Rasa, Masjid At Taqwa, kelenteng kuno, dan bangunan-bangunan sejarah peninggalan zaman Belanda.

Kita juga bisa menikmati hasil kerajinan masyarakat di Sentra Kerajinan Rotan Cirebon yang tersebar di enam kecamatan yaitu Kecamatan Weru, terutama di Desa Tegalwangi, Kecamatan Plered terletak di Desa Tegalsari,  Kecamatan Plumbon, Kecamatan Sumber, Kecamatan Depok dan Kecamatan Palimanan. Ke enam tempat tersebut merupakan sumber 80% ekspor kerajinan rotan nasional.

Selain itu, kita juga bisa berkunjung ke Sentra Batik khas Cirebon yang terletak di  desa Trusmi, Plered,  Cirebon. Sentra Batik ini letaknya berada agak keluar Kota Cirebon, yaitu berjarak sekitar 4 km menuju arah Barat atau arah menuju Bandung. Di desa ini dan sekitarnya terdapat lebih dari 1000 tenaga kerja atau pengrajin batik yang berasal dari beberapa desa lainnya seperti Desa Gamel, Kaliwulu, Wotgali dan Kalitengah.

Lokasi lainnya yang bisa dikunjungi adalah Sentra Industri Lukisan Kaca khas Cirebon dikembangkan di Desa Kemlaka, Blok Sampang Kidul, Kecamatan Cirebon Barat. Lukisan kaca Cirebon bukan hanya sebagai karya seni, melainkan juga sebagai media dakwah Islam. Lukisan yang memakai simbol-simbol agama dan budaya sebagai obyeknya dipercaya tidak hanya menjadi hiasan rumah biasa. Bahkan banyak masyarakat yang percaya bahwa lukisan tersebut memiliki kekuatan tersendiri dan sering dipakai oleh pemiliknya sebagai penolak bala.

[caption id="attachment_325380" align="alignleft" width="300" caption="Mie Koclok Khas Cirebon (Sumber : Dokumen pribadi)"]

13936570571310717661

[/caption]

Misalnya tokoh Arjuna (Senin), Bima (Selasa), Semar (Rabu), Hanoman (Kamis), Prabu Kresna (Jumat), Baladewa (Jumat), dan Yudistira (Minggu). Masing-masing membawa sifat dan kepribadian berbeda yang diharapkan membawa pengaruh baik bagi pemilik lukisan apabila pesanannya berdasarkan rambu-rambu weton. Sebagian besar pelukis kaca Cirebon pernah melakukan pembersihan diri agar karya lukisannya mempunyai nilai-nilai yang lebih dari sekadar lukisan.

Kota Cirebon juga terdapat peninggalan budaya warisan leluhur yaitu Keraton Kasepuhan dan Keraton Kanoman. Kita bisa juga berwisata ke tempat ini. Kedua keraton ini memiliki arsitektur gabungan dari elemen kebudayaan Cina, Belanda dan Timur Tengah (Islam).  Salah satu ciri khas kedua keraton ini adalah masing-masing menghadap ke Utara, ada bangunan masjid didekatnya dan mempunyai alun-alun tempat berkumpulnya masyarakat.

Kita juga bisa menikmati wisata seni seperti menonton pertunjukan musik Tarling, Sintren, Masres, seni tari seperti Tari Kijang, Tari Kipas, Tari Merak dan Tari Topeng yang terbagi menjadi 5 bagian yaitu : Topeng Panji, Topeng Samba, Topeng Rumyang, Topeng Tumenggung dan Topeng Klana. Sayangnya, ada tiga jenis seni tradisional Cirebon yang sudah punah yaitu Punil, Wayang Gong, dan Lais. Sedangkan seni tradisional yang statusnya terancam antara lain Wayang Golek Ceplak, Angklung Bungko, dan Tabuhan Renteng.

Tidak lengkap rasanya jika kita berwisata ke kota yang memiliki ketinggian 5 m dpl dan berjarak 258 km dari Kota Jakarta ini tanpa menikmati kuliner khas Wong Cirebon. Makanan khas daerah ini diantaranya adalah Tahu Gejrot, Kerupuk Melarat, Mendoan, Sega Jamblang, Sega lengko, Empal Gentong, Docang,  Sate Beber, Empal Asem, Nasi Goreng Cirebon, Ketoprak Cirebon, Bubur ayam Cirebon, Kerupuk Udang, Mie Koclok dan masih banyak yang lainnya.

***

J. Haryadi adalah penulis buku  Dahsyatnya Sabar, Syukur dan Ikhlas Muhammad SAW, terbitan RuangKata, Bandung.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline