Lihat ke Halaman Asli

Salak Slebor, Oleh-oleh Khas Desa Cimande

Diperbarui: 29 Maret 2017   00:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Caringin, Bogor ( 17 Maret 2017 ) –Desa Cimande terletak di Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor. Warga di desa ini pada umumnya berprofesi sebagai petani. Ketika memasuki gerbang desa, hamparan hijau sawah dapat memanjakan mata para pengunjung yang mampir ke desa ini.  Selain terkenal dengan tanaman padi dan jagung, Desa Cimande juga terkenal dengan Salak Slebor yang menjadi komoditi unggulan di desa ini. Salak Slebor telah menjadi oleh-oleh khas dari Desa Cimande. “Biasanya tiap ada yang ke sini, memang pengen nyari Salak Slebornya.” Ungkap Syahrial ( 32 Tahun ) warga setempat yang berprofesi sebagai tukang ojek pangkalan.

Salak Slebor terkenal dengan rasanya yang lebih manis dibandingkan dengan salak pada umumnya, “bedanya yang pertama dari segi rasa yang manis dan buahnnya yang lebih berisi,” tambahnya. Keunggulan itulah yang membuat masyarakat tertarik untuk mencicipi Salak Slebor ini.

Apasih yang membedakan Salak Slebor dengan salak biasa ?

 “Salak Slebor sebenarnya bukan varietas baru. Tetapi, hanya sebuah singkatan dari Sleman dan Bogor. Varietas Salaknya sendiri itu adalah Salak Pondoh.” Ungkap Sofian Hadi ( 32 Tahun ) Petani Salak Slebor sekaligus Ketua Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN) ANTANAN Desa Cimande. Beliau adalah Petani Salak Slebor generasi kedua setelah ayah beliau, Almarhum H. Hamid. “Bibit salak ini dibawa langsung oleh Almarhum H. Hamid dari Sleman. Kemudian, ditanam pertama kali di Bogor pada tahun 1997,” ujarnya. Kondisi tanah di Bogor dan Yogyakarta yang berbeda tidak berpengaruh pada pertumbuhan tanaman Salak Pondoh ini.

Salak Pondoh termasuk dalam familieAracaceace bersama dengan Kelapa dan Palem, yang juga dapat tumbuh subuh di daerah Bogor. Tanaman ini juga jarang terserang oleh hama. “Masalah utama sih faktor cuaca, kalau hama, ya jarang ada hama yang menyerang,” ungkapnya sambil tertawa. Intensistas hujan yang tinggi bisa berpengaruh pada kualitas buah Salak yang dihasilkan. “Curah hujan yang tinggi bisa berakibat pada kadar air yang diserap oleh Salak akan berlebih. Dampaknya yah ke kualitas buahnya. Rasa buah bisa menjadi masam tetapi postur buahnya jadi lebih besar.” Meskipun demikian, tanaman ini mampu bertahan hingga sekitar 15-20 tahun.

Selain terkenal dengan rasa manis dan buah yang berisi, Salak Slebor juga terkenal dengan pengolahannya yang organik. Sofian mengatakan bahwa dia dan rekan petani lainnya menggunakan pupuk bokashi, pupuk organik yang diproduksi sendir oleh para petani di desa tersebut. Salak Slebor biasanya dipanen dalam kurung waktu 4 bulan setelah ditanam.


 Salak Slebor sendiri dapat diperoleh di pasar-pasar tradisional Bogor atau melalui pedagang yang berkeliling menjajakan jualannya ke warga sekitar. Harga perkilonya dibandrol sekitar Rp. 8000/kg untuk dijual ke para pengunjung, sedangkan untuk didistribusikan ke para pedagang baik di pasar tradisional atau pun pedagang keliling dibandrol sekitar Rp. 7500/kg. Jika tertarik untuk mencicipi rasa manis buah Salak Pondoh Slebor, dapat langsung berkunjung ke Desa Cimande, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline