Lihat ke Halaman Asli

Jumardin Muchtar

Peneliti / Dosen di Universitas Islam Negeri Sultan Aji Muhammad Idris, Samarinda

Semiotika Ramadhan

Diperbarui: 24 Maret 2022   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semiotika Ramadhan

Jika kita mendengar kalimat Ramadhan akan segera tiba, didalam hati kita akan ikut bergembira dengan menyambutnya bulan suci ramadhan baik dari kalangaan anak-anak hingga dewasa. Ramadhan merupakan bulan ampunan atau bulan pengendalian diri, dimana kita diwajibkan untuk berpuasa dan mengimplementasikan amal-amal kebaikan untuk menenangkan batin kita agar terhindar dari segala nafsu yang ada didalam diri kita masing-masing.

Saat kita menonton ditelivisi, pasti banyak iklan  bermunculan baik iklan masyarakat maupun iklan produk dan jasa seperti halnya iklan sirup marjan, susu bendera dan pakaian islami. Dan tentunya itu adalah merupakan tanda dalam ilmu semiotika yang menandakan bahwa Ramadhan akan segera tiba dan tinggal menunggu beberapa hari lagi kita akan menunaikan puasa ramadhan diawali dengan sahur dan diakhiri dengan buka puasa bersama dengan istilah gaulnya adalah bukber. Mempelajari ilmu semiotika merupakan cabang ilmu linguistik yang mempelajari tanda yang ada didalam kehidupan sehari-hari dan  segala sesuatu yang dapat diamati atau dibuat teramati dapat disebut tanda. 

Pelaksanaan bulan suci ramadhan sungguh sarat dengan tanda-tanda yang kaya dengan pesan-pesan mulia untuk umat manusia. Salah satu tujuan Allah agar kita bisa beramal penuh  kebaikan dengan pahala berlipat ganda jika kita mengamalkannya. Didalam hadist diriwayatkan oleh imam Bukhari dan Muslim Rasulullah shallallahu'alahiwa sallam menyampaikan Firman Allah SWT dalam sebuah hadis: "Seluruh amalan kebaikan manusia akan dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta'ala berfirman, "Kecuali puasa. Sebab pahala puasa adalah untuk-Ku. Dan Aku sendiri yang akan membalasnya. Ia (orang yang berpuasa) telah meninggalkan syahwat dan makannya karena-Ku." Selain dari itu dijelaskan juga didalam Qur'an Surah Al-Baqarah adalah sebagai berikut:

"Karena itu, barangsiapa di antara kamu yang hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu" (QS. Al Baqarah [2]: 185).

Dalam ayat di atas, Allah Taala telah mewajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan dari awal sampai akhir bulan. Awal bulan Ramadhan diketahui dengan dua metode: 

  • Melihat Hilal Bulan Ramadhan

"Janganlah kalian berpuasa sampai melihat hilal (bulan Ramadhan). Dan jangan berbuka (berhari raya) sampai melihat hilal (bulan Syawwal)." Dalam hadits-hadits yang mulia ini, wajibnya berpuasa di bulan Ramadhan dikaitkan dengan melihat hilal bulan Ramadhan. Juga terdapat larangan untuk berpuasa tanpa melihat hilal. Allah Taala telah menjadikan hilal (bulan) sebagai tanda (petunjuk) waktu bagi manusia, yang dengan hilal tersebut diketahuilah waktu-waktu ibadah dan muamalah mereka. 

  • Menggenapkan Bulan Syaban Menjadi Tiga Puluh Hari

Berdasarkan metode penentuan awal masuk bulan Ramadhan dengan melihat hilal, jika hilal tidak terlihat, maka bulan Syaban digenapkan menjadi tiga puluh hari. 

Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,"Jika hilal tidak terlihat, maka genapkanlah (bulan Syaban menjadi tiga puluh hari)." 

Maksud perkataan beliau adalah jika sesuatu menutupi hilal, sehingga tidak bisa dilihat pada malam ketiga puluh bulan Syaban, baik berupa mendung atau debu, maka hitunglah bilangan bulan Syaban secara sempurna, yaitu dengan menggenapkannya menjadi tiga puluh hari.

Itulah beberapa metode untuk mengetahui kapan ramadhan akan tiba dengan berbagai tandanya dan semoga artikel ini bermanfaat untuk kita semua agar kita bisa mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline