Lihat ke Halaman Asli

Saat Saya Sakit

Diperbarui: 26 Juni 2015   07:48

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

1

Lantai berlumut yang menjadi licin setelah diguyur hujan sore hari dan sandal yang alasnya sudah tipis adalah kombinasi sempurna untuk musibah yang terjadi secara sederhana: kaki kanan terpeleset membuat saya tak bisa mengendalikan diri lalu terjatuh dengan lutut kaki kanan menghunjam lantai yang keras. Tidak rumit, tapi berakibat fatal. Esok harinya, tukang pijat patah tulang memvonis persendian lutut kaki kiri saya bergeser dari tempatnya, membuat saya tak bisa menekuk dan meluruskan kaki secara sempurna. O, rasa sakitnya tak tertanggungkan. Hari-hari berikutnya adalah masa-masa yang sangat sulit, tapi sepertinya sudah sesuai perhitungan: saya tak pernah jatuh sakit parah yang mengharuskan saya beristirahat total untuk beberapa pekan sampai kemudian saya beristri seorang penyabar. Ada keyakinan yang menguat dalam diri saya bahwa tak ada musibah yang layak menimpa seseorang kecuali sesuai dengan kadar kekuatannya (sebagaimana tak ada anugerah yang layak seseorang terima kecuali sesuai dengan kadar kebutuhannya). Dan istri saya adalah kekuatan saya pada masa-masa sulit itu.

2

Saya teringat film Final Destination yang dirilis  pada 2000 (film ini sampai sekuel keempat yang dirilis pada 2009 lalu).Cerita bermula saat rombongan kelas yang akan mengadakan kunjungan wisata ke Paris. Namun, seseorang bernama Alexander Chance Browning mengacaukannya. Ia punya firasat bahwa pesawat akan meledak. Alex panik karena firasatnya dan berusaha membatalkan penerbangan, sementara teman-temannya gelisah karena firasat Alex yang mereka anggap hanya omong kosong dan meresahkan seluruh penumpang. Salah seorang teman menghajarnya. Keributan pun terjadi. Akhirya, mereka yang terlibat keributan diusir pilot keluar dari pesawat, tidak diizinkan ikut penerbangan, ada delapan orang, termasuk dua guru mereka. Namun, pilot kemudian memperbolehkan satu orang ikut dalam penerbangan. Dipilihlah guru yang mengenal Paris untuk membimbing para siswa.

Yang Alex lihat dalam firasatnya menjadi kenyataan. Hanya beberapa saat setelah lepas landas, pesawat meledak dan hancur berkeping-keping, menewaskan seluruh penumpangnya. Alex dan lima teman serta seorang gurunya lolos dari maut. Namun, kehidupan mereka—terutama Alex—selanjutnya hanya ketakutan yang mencekam. Melalui firasat dan berdasarkan posisi tempat duduk di pesawat, Alex tahu urutan kematian enam orang itu, juga dirinya—yang kemudian semuanya terjadi secara tragis.

Mengetahui kematian-kematian itu terjadi secara matematis (setelah terjadi pada dua temannya dan gurunya dalam urutan yang tepat sesuai firasat Alex), Alex dan teman-temannya yang tersisa bersikap: mengelabui dan melawan kematian.

Berhasilkah? Buru-buru film ini sudah menentukan tagline-nya: You Can’t Cheat Death.

Saya membayangkan saya adalah Alex Browning yang tahu bahwa pada suatu waktu akan terpeleset di lantai-taman berlumut yang selalu menjadi licin setelah hujan, yang mengakibatkan lutut kaki kirinya bengkak, lalu pada malam harinya berteriak dengan suara menyedihkan dan menangis menahan sakit yang tak tertanggungkan saat kaki yang luka itu terpelintir ketika coba berdiri untuk ke kamar mandi, kemudian pada keesokan harinya, seorang tukang pijat patah tulang dengan tangannya yang kekar dan kasar mengurut dan memijat bagian yang bengkak dan mencoba menempatkan kembali lutut yang bergeser, tapi urung karena si sakit tak kuat menanggung rasa sakitnya, dan baru seminggu kemudian berani menempatkan kembali lututnya atas jasa tukang pijat lain yang lebih andal, dan tentu saja sembari berteriak-teriak kesakitan .... Seandainya saya tahu semua rangkaian peristiwa mengenaskan itu sehari atau seminggu sebelumnya maka betapa saya akan menjalani hari atau minggu itu dalam kecemasan dan kegelisahan. Makan tak enak, tidur tak nyenyak, pekerjaan rusak, demi mempersiapkan musibah dan rangkaian akibatnya.

3

Saat saya sakit, seperti tampak jelas, jarak antara sabar dan syukur menjadi semu saat kau tertimpa musibah dan kekasihmu setia mendampingimu. Kau bersabar atas musibahmu  sekaligus bersyukur karena bahagia diperlihatkan kedalaman cinta kekasihmu padamu.

Saat saya sakit, seperti tampak terang, tak tersingkapnya takdir di mata kita sungguh merupakan anugerah besar. Ketakpastian takdir membuat hari-hari kita dinamis. Dan, yang menjadikan kita optimis dan tak takut serta tak pernah bosan dengan hidup adalah sebab yang buruk bukan kepastian dan yang baik merupakan kemungkinan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline