Lihat ke Halaman Asli

Juli Prasetya

Pemuda desa tampan dan sederhana yang mencintai dunia literasi, sastra, sejarah, komunikasi, sosial dan budaya.

Yang Fana adalah Waktu, Nyasar Abadi

Diperbarui: 17 September 2018   22:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokumentasi pribadi

"Datangilah pernikahan niscaya pernikahan mendatangimu" - Tampan

Memang kalau mau omong-omong soal kondangan dan perjalanan, nyasar merupakan sebuah keniscayaan. Maka tidak salah jika pada episode kondangan kali ini pun, saya juga menghadapi sebuah realitas yang bernama tersesat, alias nyasar.

Selama mendalami dan menghayati dunia kondang- mengondangi, saya tak pernah benar-benar titis menemukan alamat kebahagiaan. Bahkan, sampai kondangan yang termutakhir kemarin, yakni mendatangi walimatul ursnya seorang kawan. Saya harus mengalami gejala nyasar di awal waktu.

Ini mungkin menjadi PR besar bagi saya pribadi, agar ke depannya dapat menetralisir atau meminimalisir tradisi nyasar yang sudah agak akut ini. Atau setidaknya prosesi nyasarnya jangan di awal waktu banget.

FYI, dalam proses pencarian riwayat sebuah alamat pengantin, saya harus berputar-putar dahulu untuk menemukan mana patokan yang benar atau bertanya kepada Gugel Mep dimana letak alamat kebahagiaan itu. Atau berhenti sejenak untuk bertanya kepada adik cantik pembeli bakso, dan seorang kakek yang sedang momong cucunya, yang pada akhirnya terkadang harus mengantarkan saya untuk melewati kuburan.

Mungkin peristiwa melewati kuburan ini masih mendingan ketimbang sengaja diarahkan ke kuburan. Pernah suatu kali saya dan seorang sahabat pergi ke sebuah acara kondangan, oleh Gugel Mep kami di arahkan ke sebuah kali, jalan buntu atau sebuah pemakaman, sempurna sudah. Kami simpan segala umpatan di dalam hati dengan tertawa sambil merinding secara bersamaan.

Badai belum berhenti sampai disitu saja, jika ternyata ndilalah dalam lokasi yang berdekatan itu ada 3 acara pernikahan sekaligus, yang bisa-bisa membuat keder, bimbang, dan ragu-ragu bagi para pencari barokah kondangan seperti saya. Kita akan berpikir sejenak Lanjut atau berhenti sama sekali, sambil bergumam lirih di dalam hati

"apakah benar, disini adalah puncak pencarian itu".

Karena memang true stroy, basic dari pengalaman, saya pernah melakukan saktah (berhenti sejenak tanpa mengambil napas) di sebuah tarub yang saya kira adalah tarubnya pernikahan si teman, padahal itu adalah tarub pernikahan orang lain.

Ini sangat berbahaya jika tidak berhati-hati dan waspada. Mungkin kalau saja saya tidak membuka denah undangan sekali lagi dengan seksama , saya bisa saja langsung menyantap hidangan yang tersedia di acara yang salah (sebenernya yang salah saya apa tarubnya sih?), tapi Alhamdulillah saya masih diberi kesadaran meskipun terlambat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline